webnovel

Pendekar Lembah Damai

Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. “Kang Wulung!” seru satu suara lainnya, “Apa tindakan selanjutnya?” Sejenak tak ada suara, hanya langkah-langkah kaki yang berderap kesana kemari. “Anak-anak! Bakar tempat ini!!!” perintah dari orang yang dipanggil dengan sebutan Kang Wulung, yang disahut dengan suara gemuruh banyak orang. Tak lama, suasana malam menjadi terang benderang dengan cahaya merah, Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. Perjalanan seorang remaja, hingga dewasa di negeri yang jauh dari tempat kelahirannya. Takdir memaksanya menjalani hidup dalam biara Shaolin. Suatu saat ketika ia akan pulang ke kampung halamannya, ia harus bisa mengalahkan gurunya sendiri dalam sebuah pertarungan.

Deddy_Eko_Wahyudi · Action
Not enough ratings
112 Chs

Mengungsi

Pagi hari berikutnya, Rou Yi sudah kelihatan lebih segar, wajahnya juga mulai merah merona, meskipun matanya masih terlihat sayu. Disamping obat yang diracik oleh Suro khusus untuk mengobati penyakit Rou Yi, kehadiran pemuda itu mendongkrak semangatnya untuk sembuh lebih cepat.

Rou Yi tak diperbolehkan untuk turun dari pembaringan selama belum diizinkan oleh Suro, mengingat organ yang terserang sakit berdasarkan diagnosa Suro adalah daerah usus kecil dan besar yang meradang. Hal ini terkait dengan kondisi stress yang dialami oleh Rou Yi, mengakibatkan lambungnya tidak mencerna dengan baik yang berpengaruh pada organ saluran pembuangan.

"Hei cantik," Li Yun melangkah masuk ke kamar dan langsung duduk di sisi pembaringan Rou Yi sambil membawa semangkuk bubur hangat ditangannya. Ia bermaksud untuk menyuapi gadis itu, "Sarapan dulu, aku sudah membuatkan bubur untukmu. Setelah itu kau harus minum obat, kakak Luo sedang membuatnya."

Rou Yi tersipu begitu Li Yun memanggil dengan sebutan demikian.

Disisi lain Rou Yi juga melihat kalau wajah Li Yun terlihat berbeda sejak hari sebelumnya, lebih ceria dan tampak lebih cantik. Perasaannya sama dengan yang ia rasakan, begitu bahagia. Ia tahu, hari ini Li Yun memang sengaja berdandan untuk Suro.

"Aku juga ingin kakak Luo memandangku seperti Li Yun," ia membatin, dan berharap lekas sembuh agar ia bisa berdandan seperti Li Yun.

Ia mengangguk dan tersenyum, lalu membuka mulutnya ketika Li Yun mulai mengarahkan sesendok bubur yang masih hangat ke dalam mulutnya.

"Maafkan aku kalau rasanya tidak enak, ya," Li Yun berkata pada Rou Yi.

Gadis itu buru-buru menggeleng, "Aku yakin bubur buatanmu enak. Masalahnya, lidahku masih terasa pahit, jadi belum bisa merasakan rasa masakan yang masuk."

Li Yun terkekeh. Lalu ia menjawab dengan gayanya yang selalu ceria, "Aku tidak pandai memasak. Selama ini, ibuku yang sering memasak untuk kami. Aku kadang hanya bisa mengganggunya saja."

Sejenak ia tak menjawab dan hanya memandang wajah Li Yun dengan matanya yang bening, dan berkata memuji Li Yun, "Kamu cantik."

Meskipun ia berusaha untuk menyembunyikannya, Rou Yi dapat melihat perubahan warna pada wajah Li Yun yang sedikit menunduk tersipu.

Dengan gerakan yang tiba-tiba Li Yun langsung menyorongkan sesuap bubur ke mulut Rou Yi. Gerakan Li Yun yang seperti sengaja demi menutupi rasa malunya membuat Rou Yi sedikit gelagapan membuka mulutnya.

"Yang Li Yun!" Rou Yi sedikit berteriak dengan mendelikkan mata karena makanan yang masuk ke mulutnya nyaris membuatnya tersedak, "Aku bicara sejujurnya, mengapa balasanmu begitu?"

"Yin Rou Yi!" gadis itu balas menyebut nama Rou Yi, kemudian menjulurkan lidahnya dengan cepat, dan menunjukkan wajah serta senyum mengejek. Tak lama mereka pun tertawa cekikikan.

Suasana yang sudah lama tidak pernah terjadi semenjak Suro tidak berada di sisi mereka, kini muncul kembali, seperti bunga matahari yang bermekaran di sebuah taman menyambut datangnya pagi setelah malam berakhir.

"Sekarang kita sudah tidak perlu khawatir lagi karena kakak Luo sudah datang. Jadi, kau cepatlah sembuh agar kita bisa segera pergi," ucap Li Yun.

"Umm," Rou Yi mengangguk sembari mengunyah makanannya.

"Aku sudah tak sabar menanti hari itu," katanya lagi dengan bibir menyungging senyuman, tetapi pandangan matanya ke langt-langit kamar mengikuti arah kepalanya. Ia tengah membayangkan sesuatu yang indah.

Rou Yi terbatuk, "Hari itu?"

Li Yun langsung memandang Rou Yi dengan tatapan aneh, karena menganggap Rou Yi tak mengerti apa yang ia maksud.

"Hari pernikahan kita..." sahutnya terang-terangan.

"Hah?" Rou Yi sebenarnya tahu yang dimaksud Li Yun, tetapi gadis itu hanya terkejut kalau Li Yun sangat terbuka dan tidak malu mengatakan impiannya. Berbeda dengan dirinya, agak tertutup dan begitu malu, ia merasa tabu untuk mengabarkan sebuah impian meskipun pada orang yang sangat dekat dengannya.

"Bukankah kamu juga sangat mengharapkannya?" Li Yun menanyakan kembali.

"Hmm..." Rou Yi menjawabnya dengan tersipu malu.

"Assalamu'alaikum..." satu seruan salam tiba-tiba terdengar.

Sontak mereka terkejut dan menghentikan tawanya, begitu melihat Suro melangkah masuk ke dalam kamar mereka sambil membawa nampan yang diatasnya terdapat cawan berisi ramuan obat.

"Wa'alaikum salam..." dua gadis itu menyahut bersamaan.

"Eh, kakak..." Li Yun langsung berdiri menyambut Suro dan meletakkan mangkuk buburnya di atas meja, "Kau mengagetkanku."

Suro tersenyum begitu melihat tampang Li Yun yang terlihat manja seperti biasanya, lalu mengambil posisi duduk di sisi pembaringan Rou Yi yang semula ditempati oleh gadis itu.

Kemudian ia mengalihkan pandangan pada Rou Yi, "Bagaimana perasaanmu, adik Yi?"

"Alhamdulillah, sudah agak baikan. Demamku juga tidak sampai membuatku gelisah lagi semalam."

Suro meletakkan nampan yang ia bawa di atas pembaringan di sisi tubuh Rou Yi, lalu memeriksa nadi dan lidah gadis itu.

"Masih butuh istirahat. Untuk sementara waktu adik Yi tak boleh banyak bergerak," ia berkata memberi saran.

Rou Yi mengangguk sambil tersenyum.

"Ah, sayangnya, padahal pagi ini, Rou Yi sudah berniat untuk membuat makanan enak untukmu, "Ia mengatakannya sambil tersenyum dengan tampang seolah tidak tahu menahu.

Rou Yi langsung mendelik pada Li Yun, dan dibalas oleh Li Yun dengan menjulurkan lidahnya.

Suro bukannya tidak tahu maksud dari celetukan Yang Li Yun yang menimbulkan reaksi pada Rou Yi, ia cukup memaklumi karakter kedua gadis itu, dan hanya menanggapinya dengan tersenyum.

Di dalam hatinya, ia berterima kasih pada Li Yun yang mampu membuat Rou Yi bisa bertahan dalam kesedihan. Tetua Huang Nan Yu dan Tan Bu sudah menceritakan banyak hal padanya, bagaimana adik angkatnya itu bisa menenangkan Rou Yi selama penantiannya.

"Jika adik Yi sudah sehat, kau bisa membuatkan masakan yang enak untukku, ya," Suro berkata menghibur, memandang gadis itu begitu lekat.

Ia tak bisa bercanda lepas seperti Li Yun, dan ia hanya bisa mengatakan dengan kalimat yang terkesan lugu.

Rou Yi mengangguk dengan wajah malu, perhatian Suro membuat jantungnya berdegup, lalu membatin, "Ah, kakak. Setiap hari kelak aku akan memasakkan makanan yang enak untukmu."

"Ini, minumlah hangat-hangat," ia melanjutkan dengan menyuapi sedikit-demi sedikit cawan obat yang dibawanya.

Sekali lagi ia merasa Suro sedang memanjakannya, bagaimana tidak, pemuda itu tahu kalau hanya untuk minum ia masih bisa melakukannya sendiri. Tetapi, toh pemuda itu masih saja sengaja untuk menyuapinya.

"Kakak, adik bisa langsung meminumnya," setelah beberapa suapan, Rou Yi langsung menahan tangan Suro yang hendak menyuapinya kembali, dan mengambil cawan itu dari tangan Suro.

Pemuda itu tersenyum dan membiarkan Rou Yi menghabiskan cairan obat yang dibawanya.

Ia kemudian menoleh ke arah Li Yun ketika merasakan tangan gadis itu memegang pundaknya.

"Kakak, kau juga harus istirahat," Li Yun berkata, "Perjalanan berhari-hari tentu membuat tubuhmu penat, bukan?"

Suro terdiam sejenak. Li Yun memang benar. Satu hari beristirahat masih tak cukup membuatnya segar. Tubuhnya masih terasa pegal akibat terguncang-guncang di atas punggung kuda selama perjalanan panjangnya berhari-hari.

Itulah barangkali yang dirasakan oleh Serigala Merah, meskipun matahari sudah mulai meninggi, ia belum melihat batang hidung mereka. Rupanya mereka tengah berpuas-puas menikmati masa istirahatnya.

Kemudian ia tersenyum pada Li Yun, "Tak apa, sebentar setelah semua urusan ini selesai, kakak akan beristirahat."

"Kakak," Li Yun menyahut lagi.

Ketika Li Yun memanggil, Suro langsung tersenyum. Ia sangat senang mendengar ayunan suara khas Li Yun ketika memanggilnya. Dalam setiap lamunan, yang ia ingat dan rindukan adalah panggilan suara gadis itu.

Suro tak menyangka dan tak pernah berhenti bersyukur kalau masih diberi kesempatan merasakan suasana seperti ini lagi.

"Mengapa kakak tersenyum begitu aneh?" Li Yun tak melanjutkan kembali ucapannya ketika melihat Suro tersenyum memandangnya.

Gadis itu kemudian memegangi pipinya, memeriksa barangkali ada sesuatu yang menempel.

"Tidak... tidak ada yang menempel diwajahmu," Suro langsung menyahut ketika Li Yun akan menanyakan kembali apa yang membuat Suro begitu lekat memandangnya.

Dan itu membuatnya tersipu malu, "Ah, kakak..."

"Apa yang mau adik Li sampaikan?" Suro menanyakan kembali.

Li Yun langsung teringat, bahwa ia tadi akan mengatakan sesuatu pada Suro.

"Oh iya," katanya sambil tersenyum,"Lebih baik kakak beristirahat, biarkan adik Li yang menemani Rou Yi."

Ia mengatakannya sambil memandang ke arah Yin Rou Yi. Dan gadis itu pun mengangguk sambil tersenyum.

"Benar, kakak Luo. Aku juga sudah sarapan dan minum obat. Sekarang, giliranmu untuk beristirahat dan jangan sampai kakak yang menjadi sakit karena kelelahan, aku masih bisa mengurus diriku sendiri," Rou Yi berkata dan mendukung apa yang disarankan oleh Li Yun.

Tiba-tiba, suara pintu diketuk dari kamar yang terbuka, membuat mereka menoleh dan mendapati sosok tubuh Tan Bu berdiri dan tersenyum pada mereka.

"Oh, kakak Tan Bu," Suro berucap, lalu melangkah mendekati Tan Bu.

"Adik Luo, ada tuan Zhu Xuan ingin menemuimu," katanya.

Suro mengernyitkan dahinya, "Tuan Zhu Xuan?"

Tan Bu mengangguk.

***

Di ruang tamu, Tetua Huang Nan Yu sedang mengobrol dengan seorang lelaki yang memang sudah Suro kenal, yaitu Zhu Xuan, Ketua organisasi Bayangan Merah.

Zhu Xuan langsung berdiri menyambut Suro sambil menangkupkan kedua kepalan tangannya, dan Suro pun melakukan hal yang sama.

"Tuan Zhu Xuan, apa kabarnya?" Suro berkata menyapa lelaki itu dengan diiringi senyuman.

Zhu Xuan tak bisa menyembunyikan wajah gembiranya begitu melihat Suro, maka ia pun tertawa sambil kemudian memeluk Suro begitu hangat.

"Sungguh, langit mempunyai mata," katanya dengan suara bergetar, sambil mengusap-usap pundak Suro, ia melanjutkan, "Tuan Muda Yang sungguh orang baik yang sangat diberkati."

"Alhamdulillah, pertolongan Allah selalu datang pada saat yang tepat," Suro menjawab, "Disaat aku terbangun, aku sudah berada di tempat lain. Aku ditolong oleh kelompok Serigala Merah."

Zhu Xuan mengernyitkan dahi, ia seperti bingung.

"Bukankan kelompok Serigala Merah adalah gerombolan perampok?" katanya dengan nada bertanya.

Kelompok Serigala Merah memang sudah terkenal kejahatannya sebagai perampok dan menguasai wilayah gurun pasir. Makanya ia bertanya heran, bagaimana perampok mau berbuat baik menolong Suro.

Suro mengangguk, "Iya, dan sekarang mereka sudah bertobat dan ikut kemari bersamaku."

Mendengar jawaban Suro, Zhu Xuan langsung mengumbar senyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, wajahnya mengambarkan rasa takjub pada pemuda dihadapannya,"Wow, luar biasa!"

Bebannya terasa berkurang karena bertambahnya orang-orang yang akan melindungi Suro, yakni kelompok Serigala Merah.

"Ada berita apa sampai tuan Zhu Xuan datang kemari?" Suro langsung bertanya setelah mempersilahkan ketua Organisasi Bayangan Merah untuk duduk.

Namun sebelum itu, ia memberi hormat kembali pada orang-orang yang ada di ruang itu.

"Aku mendapat kabar dari orang-orang yang kutempatkan dibeberapa titik tentang kedatanganmu," katanya mengawali, kemudian melanjutkan, "Dan dari mereka aku juga mengetahui, Chen Lian sudah ada di kota ini, mereka bersama dengan sepasang pendekar Pedang Api dan Angin. Sepertinya mereka sedang merencanakan mencari orang-orang yang bersamamu, tuan Tan Bu, Nona Muda Yang Li Yun dan Nona Yin Rou Yi."

Dahi Suro langsung berkerut begitu mendengar nama pendekar Pedang Api dan Angin, musuh baru yang bakal ia hadapi. Rupanya, Perwira Chou kembali mengirimkan para pendekar untuk mencarinya.

Lalu untuk apa mereka mencari Tan Bu, Li Yun dan Rou Yi? Ia membatin.

Zhu Xuan rupanya membaca apa yang difikirkan oleh Suro. Sebelum Suro mengajukan pertanyaan, ia berkata, "Mereka sadar, bahwa pendekar Luo berilmu tinggi. Dengan kemampuan mereka saat ini, untuk berhadapan langsung dengan anda adalah suatu hal yang sangat sulit dilakukan. Aku curiga, mereka akan menggunakan orang-orang terdekat untuk menangkapmu. Persis seperti yang ia lakukan di luar biara Shou Lin."

"Oh...." Suro baru tersadar. Hatinya kembali kalut. Tapi, dengan mengetahui situasi yang demikian, ia sudah bersiap untuk menghadapinya. "Barangkali tuan Zhu Xuan ada rencana?"

Zhu Xuan tersenyum, ia kemudian memandang ke arah Huang Nan Yu.

"Aku sudah menyampaikan maksudku tempo hari kepada Tetua Huang Nan Yu untuk bersembunyi di tempat persembunyian kami. Waktu itu beliau bersikeras menunggu sampai kedatangan tuan Muda Yang kembali, sekarang tuan Muda Yang sudah datang dan aku berharap agar anda semua mau ikut bersama kami, untuk kemudian baru menentukan langkah selanjutnya."

Huang Nan Yu mengangguk-angguk sambil tersenyum sebagai tanda bahwa ia menyetujui usulan dari Zhu Xuan. Sebenarnya ia enggan untuk meninggalkan rumahnya dan lebih mementingkan keselamatan Tan Bu, Li Yun dan Rou Yi. Namun, jika ia juga bisa aman, tak ada salahnya ia ikut bersembunyi bersama mereka.

"Anda benar, tuan Zhu Xuan," Huang Nan Yu menjawab, "Sekarang, tuan muda Yang sudah kembali, maka tak ada lagi yang menghalangiku untuk mengikuti niat baik anda."

Zhu Xuan tersenyum, lalu memandang Suro, "Demi keselamatan yang lainnya, saya fikir lebih baik secepatnya untuk meninggalkan tempat ini."

Suro tak langsung menjawab. Ia memikirkan keadaan Rou Yi yang tidak boleh banyak bergerak dengan kondisinya sekarang. Tetapi, jika sewaktu-waktu rombongan Chen Lian datang menyerang, bukankah akan lebih sulit lagi untuk melindunginya jika ia tidak membawanya mengungsi.

"Baiklah," Suro mengangguk, "Kami akan bersiap-siap."