webnovel

Toko Baru

Dengan tatapan kosong dan mulut agak menganga, Cien memandangi tempat tinggal barunya. Kabin dengan tinggi dua lantai dan besar yang sekiranya empat kali lebih besar dari gubuk kecil dua ruangan yang dibuatnya.

'Toko Kirana…'

Sebuah plang dari kayu menggantung berayun dari atap teras, memberitahukan pengunjung akan nama tokonya.

Hanya saja…

Bak!

Cien membanting ponselnya ke tanah dengan keras.

"Toko di Death Valley?! Apa kau bercanda? Siapa orang gila yang bakal belanja di sini?!"

Huff… huff… huff…

Dadanya kembang kempis dengan cepat. Dia bersyukur mendapatkan tempat tinggal yang lebih nyaman, tetapi menjadikan tempat itu sebagai toko? Cien merasa kalau Tuhan sedang mempermainkannya.

Selama sepuluh tahun dia terjebak di Death Valley, dia masih bisa menghitung jumlah orang yang ditemuinya dengan sepuluh jari di tangan. Oh, kurang tepat, lima jari di satu tangan.

Ya, Cien hanya pernah bertemu dengan lima orang. Dua orang ditemuinya sepuluh tahun lalu, ketika dia pertama kali pergi ke perbatasan Death Valley. Setelah tahu kalau dirinya tidak bisa keluar, Cien diam di perbatasan menunggu orang untuk datang menolongnya.

Dua orang datang, dan berjanji akan membawa bantuan dari guild. Tapi, sayangnya sebelum bantuan itu datang, Cien sudah ditarik oleh rantai tidak terlihat di tubuhnya dan ditarik ke tempat tinggalnya.

Sejak saat itu, dia tidak pernah bertemu dengan dua orang itu lagi.

Ketiga orang lainnya, Cien temui sewaktu dia berburu makanan di sekitaran gubuknya. Tiga orang yang merupakan adventurer dari guild. Ketiga orang itu tersesat di Death Valley, namun alasan mengapa mereka ada di sana tidak pernah Cien tanyakan. Dia tidak terlalu peduli.

Cien memberi tahu rute keluar dari Death Valley namun dengan syarat kalau mereka harus membawakan pesan darinya kepada keluarganya di Kerajaan Westya. Ketiga adventurer itu menerima permintaan Cien.

Namun ayal, sekitar dua minggu kemudian ketika dia menelusuri hutan untuk melihat situasi di sekeliling gubuknya. Hanya berjarak sekitar tiga jam dari gubuk, dia menemukan mayat ketiga adventurer yang telah membusuk.

Jadi, lima orang yang ditemui selama sepuluh tahun. Dua tiada kabar, tiga mati.

"Mm, percuma membangun toko di sini."

Cien memungut kembali ponselnya, dengan perasaan yang melankoli. Sudah tidak bisa ditarik kembali putusannya memindai gubuk. Yang sudah terjadi, biarlah terjadi, dia hanya harus hidup dengannya.

Cien amati ponselnya yang tadi terbanting keras. Tidak ada goresan sedikitpun di permukaan tubuh ponsel. Dia lalu melihat layar yang kini sudah tidak lagi hanya menunjukan tulisan dan proses bar.

Terdapat gambar bagian depan tokonya dengan gaya animasi dan beberapa ikon yang menghiasi. Melihat tampilan baru di layarnya, dia langsung tahu kalau ini adalah halaman utama dari permainan tokonya.

Terdapat empat ikon yang berada di bagian paling bawah layar. Empat ikon itu adalah; Toko, inventori, resep, dan kotak hadiah.

Pada bagian kanan terdapat tiga ikon, yaitu status, achievement dan kamera. Sedangkan pada bagian kiri terdapat satu ikon, yakni kalender.

Di bagian atas layar, terdapat simbol koin berwarna perak kebiruan dengan angka 14 di samping simbol koin tersebut. Melihat hal itu, Cien langsung menyadari kalau simbol itu menandakan mata uang yang dipakai di Benua Kastia. Koin Tia. Dan 14 adalah jumlah koin yang dimilikinya sekarang.

Jumlah yang tidak pernah berubah sejak dia terjebak selama sepuluh tahun. Koin yang dimilikinya sama sekali tidak berguna di Death Valley.

Cien ingin melihat fungsi detail dari setiap ikon yang ada di halaman utama. Namun, dia menahan keinginannya, dan memilih untuk melihat dahulu rumah atau toko barunya.

Sembari tetap memegang ponsel, Cien berjalan mendekati tempat tinggal barunya.

Bagian bawah toko, setinggi perutnya dibangun dari bebatuan. Bagian atasnya terbuat dari kayu, dan gentengnya terbuat dari tanah liat.

Cien meraba permukaan kayu pada dinding depan rumah, sangat halus dan bersih. Dia sungguh tidak percaya, kabin sebagus ini bisa muncul begitu saja dari gubuk jeleknya.

Cien lalu membuka pintu dan memasuki kabin.

Baru masuk, Cien mendapati sebuah ruangan luas dengan etalase kaca yang ditata bagai huruf 'U' dengan rak-rak kayu berada tidak jauh di belakang etalase. Sekadar melihat tata ruang di depannya saja, matanya sudah mulai berkedut-kedut.

"Ini benar-benar sebuah toko."

Dia mendesah pelan, harus kembali menerima kenyataan akan toko di tengan hutan terlarang. Dia lalu masuk berjalan melihat seluruh isi toko barunya.

Pada lantai pertama selain bagian toko, bila masuk ke pintu di sebelah kiri yang ada di balik etalase, maka dia akan masuk ke sebuah lorong dengan tiga pintu. Satu pintu yang di sebelah kiri, yang mengarah ke ruangan depan kabin adalah sebuah workhouse, dengan meja besar di tengah ruangan dan berbagai rak kosong dan dua meja kecil di sisi ruangan. Pada satu meja kecil terdapat satu mesin jahit.

Melihat ruangan tersebut, dia semakin tidak bisa berkata apa-apa. Jadi dia keluar dan menuju pintu di ujung lorong, yang ternyata mengarah ke kamar mandi.

Hanya sebentar saja dia melihat kamar mandi barunya, lalu berpindah pergi ke pintu yang ada di sebelah kanan lorong. Di mana dia malah keluar dari kabin, namun tidak jauh dari halaman belakang itu, terdapat bangunan lain. Jaraknya tepat berada di tengah antara kabin dan muka gua.

Penasaran, Cien berjalan ke tempat tersebut dan mendapati kalau di dalam bangunan tersebut terdapat tungku pembakaran, dan berbagai alat yang biasa digunakan pandai besi.

"Pandai besi…" Cien mengangkat ponselnya, "Jadi, bukan saja penjahit, pandai besi juga?"

Tidak pernah dalam hidupnya dia belajar untuk menjadi seorang pandai besi. Cien kembali hanya bisa mendesah pelan sebelum berjalan ke dalam kabin.

Dia kembali ke ruangan utama toko, dan di sisi seberang pintu yang menuju ke lorong. Terdapat dua tangga. Satu ke atas dan satu ke bawah.

Cien memilih untuk menelusuri bagian bawah tanah kabin dahulu, dan di sana dia mendapati dua ruangan baru.

Ruangan pertama adalah ruangan penyimpanan. Ketika Cien masuk, suhu di dalam ruangan tersebut terasa sangat dingin. Sebagai seseorang yang berasal dari dunia penuh teknologi, dia tahun benar kalau ruangan tersebut memiliki fungsi sama seperti sebuah kulkas.

Di dalam ruangan terdapat banyak rak kosong. Cien hanya memindai sejenak seluruh ruangan dari depan pintu sebelum menutup kembali pintu. Tidak ada yang menarik di dalam sana.

Satu ruangan lain yang ada di bawah tanah adalah ruangan dengan sebuah kendi besar di tengah ruangan. Serta rak-rak yang berisikan tabung-tabung kaca kosong.

"Alkemi… bukan saja penjahit dan pandai besi, tapi alkemi juga. Toko macam apa yang ingin dibuat aplikasi ini?"

Cien tidak tahu harus berkata apa. Dia secara perlahan menutup kembali pintu ke ruang alkemi tanpa mau melihat lebih jelas akan barang yang ada di dalamnya. Otaknya benar-benar pusing dengan apa yang harus dilakukan dengan berbagai ruangan baru tersebut.

Cien naik kembali ke lantai utama, lalu naik ke lantai kedua.

Melihat ruangan pada lantai tersebut, barulah senyum bahagia hadir di wajahnya karena lantai dua kabin adalah tempat di mana dia akan tinggal.

Pada lantai dua, selain ruang tengah, terdapat dua kamar tidur, satu dapur dan satu kamar mandi. Sederhana namun jauh lebih baik daripada gubuk yang dibuatnya.

Bukan cuma itu saja, semua ruangan sudah komplit dengan perabotannya! Ketika dia masuk ke satu kamar, dan menemukan terdapat kasur dari kapuk di sana. Cien merasa kalau air matanya tidak bisa lagi ditahan.

Dia menangis bahagia sekaligus menjatuhkan diri ke kasur yang empuk itu.

"Ahh~ inilah hidup…"

Sambil berbaring nikmat, dia keluarkan ponselnya. Kini dengan senyum lebar dia akan mencari tahu segala sesuatu yang bisa diperbuat oleh aplikasi barunya. Untuk saat ini, dia sudah yakin benar kalau ponsel dan aplikasi toko ini adalah cheat yang dimilikinya.

"Sekarang, mari kita lihat apa bisa dilakukan aplikasi ini."