webnovel

Prolog: Masa Kecil Renata dan Anita

"Bibi, mana Papa dan Mama?" Tanya seorang anak kecil

"Orangtua nona sudah berangkat kerja dari tadi pagi." Sahut salah satu pelayan di sana

"Kenapa pagi sekali mereka berangkat? Apa mereka juga melupakan janji mereka?" Anak kecil itu seketika langsung murung

"Bagaimana kalau bibi saja yang menemani nona ke taman?" Tanyanya

"Boleh!" Sahutnya semangat

Anak kecil itu seketika tersenyum lebar.

"Kalau begitu, nona kecil harus mandi dulu lalu makan kemudian kita akan ketaman." Ucapnya

"Baik." Sahutnya

Lalu dia kembali ke kamarnya dengan penuh semangat. Dia sangat senang. Setelah beres mandi dan memakai baju sendiri, dia akhirnya keluar dan pergi menuju meja makan.

"Pelan-pelan nona kecil makannya. Nanti tersedak." Ucapnya

"Baik, bi." Sahutnya

Setelah makan, mereka langsung berangkat ke taman.

"Oh iya, Bi Minah nanti jangan panggil aku nona kecil yah. Panggil aja Renata." Ucapnya

"Kenapa seperti itu?" Tanya Bi Minah

"Aku ingin Bi Minah satu hari ini menjadi Ibuku." Sahutnya

Bi Minah yang merasa kasihan dengan anak kecil yang ada di sampingnya itu langsung tersenyum dan mengangguk.

Lalu mereka berdua memasuki area taman.

"Ibu. Renata mau bermain dulu ya." Pamit Renata

"Boleh. Jangan jauh-jauh ya mainnya." Sahut Bi Minah

"Oke, Bu." Sahut Renata

Anak kecil bernama Renata itu langsung berlari kearah wanaha bermain dan bergabung dengan anak-anak yang lainnya.

Saat Renata asyik bermain ayunan, tiba-tiba ada anak perempuan yang datang menghampirinya.

"Hallo."

"Ya?"

"Aku Nita. Kamu siapa?"

"Aku Rena."

"Bolehkah aku bermain denganmu?"

"Tentu saja. Kemarilah!"

Anak kecil yang bernama Nita itu langsung duduk di ayunan samping Rena. Mereka bermain bersama. Bahkan terkadang, Nita turun dari ayunannya dan mendorong ayunan Rena dari belakang secara perlahan.

"Lebih kencang, Nita."

"Tidak mau."

"Kenapa?"

"Nanti kamu jatuh dan berdarah. Aku tidak mau."

"Tapi kalau pelan tidak akan berasa. Ayolah, aku akan baik-baik saja."

"Baiklah. Baiklah. Bersiap ya? Aku akan dorong lebih kencang lagi."

"Hm!"

Lalu Nita menuruti kemauan Rena yang meminta ayunannya di dorong lebih kencang. Rena tertawa senang begitu juga dengan Nita.

Setelah puas bermain ayunan, mereka berdua duduk di rerumputan.

"Kamu di sini bersama siapa?" Tanya Nita

"Aku bersama Ibuku. Kalau kamu?" Tanya Rena balik

"Aku sendirian." Sahut Nita

"Kenapa sendirian?" Tanya Rena

"Kedua orangtuaku sibuk. Mereka tidak ada waktu untuk menemaniku." Sahut Nita

"Apa kau tidak takut pergi sendirian?" Tanya Rena

"Tidak. Rumahku dekat. Jadi tidak masalah." Sahut Nita

"Ini sudah hampir siang, ayo kita temui Ibuku." Ucap Rena

Dia lalu menarik tangan Nita untuk ikut bersamanya.

"Ibu! Lihat, Rena punya teman baru!" Ucap Rena semangat

Bi Minah tersenyum melihatnya. Dia lalu berjongkok dan mengelus rambut Rena dan Nita bergantian.

"Berteman dengan baik ya." Ucap Bi Minah sambil tersenyum

"Tentu saja." Sahut Rena

"Pasti." Sahut Nita

"Oh iya, kalian mau makan? Ini sudah hampir siang." Ucap Bi Minah

"Mau!" Semangat Rena

"Eum... tapi aku tidak bawa makanan." Sahut Nita

"Tidak apa. Bibi tadi memasak banyak. Jadi cukup untuk kalian makan berdua." Sahut Bi Minah

"Ayo, Nita. Kita makan bersama. Masakan Ibuku sangat enak loh." Sahut Rena

Nita tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Mereka berdua akhirnya makan bersama. Lalu setelah makan, mereka kembali bermain sampai sore.

"Yah... sudah sore." Ucap Nita sedih

Melihat Nita yang sedih membuat Rena juga ikutan sedih. Dia menoleh pada Bi Minah.

"Ibu, bolehkah kita di sini sampai malam?" Tanya Rena

"Tidak boleh, sayang. Kita harus kembali. Lagipula angin malam tidak baik untuk kalian. Nanti kalian bisa sakit dan tidak bisa bermain bersama lagi, bagaimana?" Sahut Bi Minah memberi pengertian

"Ya sudah. Maaf ya Nita. Kita harus berpisah sekarang." Ucap Rena

"Rena, pulanglah bersamaku. Temani aku." Pinta Nita

"Maaf, Nita. Aku tidak bisa. Bagaimana kalau besok pagi kita bermain lagi?" Tawar Rena

"Benar?" Tanya Nita

"Iya. Aku akan ke taman ini setiap hari untuk menemuimu." Sahut Rena

Seketika itu juga senyuman Nita mengembang.

"Kamu harus janji ya." Ucap Nita

"Iya. Aku janji." Sahut Rena

"Baiklah. Besok pagi aku akan menunggumu di sini." Sahut Nita

"Baiklah. Ayo kita pulang anak-anak. Untuk Nita, apakah perlu diantar pulang?" Tanya Bi Minah

"Tidak perlu. Rumahku dekat. Aku bisa pulang sendiri." Sahut Nita

"Yakin tidak mau diantar?" Tanya Rena

"Iya. Sana kamu pulanglah. Nanti besok pagi kita ketemu lagi." Sahut Nita

"Baiklah. Aku dan Ibuku duluan ya, Nita." Sahut Rena

"Eum. Hati-hati." Sahut Nita

"Kamu juga." Sahut Rena

*****

Sekarang Renata dan Bi Minah sudah sampai dirumah.

"Renata!" Panggil seseorang dari belakang

Tapi Renata malah memalingkan wajahnya ketika ada dua orang yang menghampirinya.

"Maafin Mama dan Papa ya." Ucap Mamanya penuh penyesalan

"Tidak mau." Sahut Renata masih enggan melihat kearah orangtuanya

"Nata mau apa? Biar Papa belikan apapun yang Nata mau." Ucap Papanya berusaha membujuk anaknya yang sedang merajuk

"Kalian pasti tidak akan mau membelikannya." Sahutnya

"Kapan kami tidak membelikan apa yang kamu mau, sayang?" Tanya Mamanya

"Nata itu mau adik! Tapi sampai sekarang kalian tidak membelikannya untuk Nata!" Marah Renata

"Hah?" Beo kedua orangtuanya

Bi Minah hanya bisa menahan tawanya.

"Saya permisi dulu Tuan. Nyonya. Saya mau menyiapkan makan malam." Sahut Bi Minah

"Iya, silakan. Terimakasih sudah menemani Renata hari ini." Ucap Mamanya Renata

"Itu sudah menjadi bagian tugas saya." Sahut Bi Minah

Lalu dia pergi meninggalkan keluarga kecil itu.

"Belikan Nata adik baru Nata akan memafkan kalian." Ucap Renata

"Tapi adik itu tidak bisa dibeli sayang." Sahut Papanya

Dia hampir frustasi menjelaskan pada anaknya jika adik itu tidak bisa dibeli. Tapi Renata malah kekeh ingin membeli adik. Emang dia pikir adik itu bisa dibeli apa?

"Nata sayang, kita masuk yuk. Nata harus mandi." Ucap Mamanya

"Lihat? Kalian malah meminta Nata mandi. Tanpa kalian pinta juga akan Nata lakukan. Kalian tidak sayang Nata lagi!" Marahnya

Lalu dia berlari menuju kamarnya. Dia ingin sekali memiliki adik untuk dia ajak bermain. Tapi kenapa kedua orangtuanya tidak mau menuruti keinginannya? Apakah adik itu sangat mahal? Tapi orangtuanya sangat kaya, masa membeli adik saja tidak bisa? Apa dia minta pada Granma dan Granpanya saja ya?

Sementara diluar...

"Anakmu ngambek lagi."

"Lagian dia mintanya ada-ada saja. Pusing aku."

"Apa kita mengadopsi anak saja ya?"

"Tapi keluargaku pasti menentangnya."

"Aku tidak bisa hamil lagi, Sam. Bagaimana caraku memberikan adik untuk Nata?"

"Aku tahu itu, Linda. Aku dan keluargaku tidak masalah. Kita masih memiliki Nata. Tapi Nata menginginkan seorang adik. Aku ingin mengadopsi anak tapi kamu tahu sendiri keluargaku bagaimana."

"Tapi aku tidak mau Nata sedih. Jika aku bisa, aku ingin dirumah saja menemani Nata. Tapi Ayahku malah memintaku bekerja."

"Maaf jika aku mengatakan ini. Tapi orangtuamu itu egois."

"Kamu tidak perlu meminta maaf. Aku yang anaknya sendiri juga mengakui kalau mereka itu egois."

"Lalu sekarang harus bagaimana?"

*****

Pagi-pagi sekali Renata sudah bangun. Dia sangat bersemangat karena hari ini dia akan bertemu dengan temannya barunya lagi bernama Nita.

"Bi Minah ayo temani Nata ke taman." Pinta Renata

"Tidak mau ditemani, Mama?" Tanya Mamanya

"Mama sibuk. Biar Bi Minah saja yang menemani Nata." Sahutnya

"Mama bisa lain waktu saja bekerjanya. Untuk hari ini Mama akan meluangkan waktu untuk Nata. Sebagai ganti hari kemarin. Bagaimana?" Tanya Mamanya

"Tidak perlu. Mama kerja saja. Aku ingin bersama Bi Minah." Sahutnya menolak

Linda jelas saja sedih mendengar nada penolakan dari anaknya. Renata yang tahu Mamanya sedih langsung memeluk Mamanya.

"Mama jangan sedih. Kalau mama sedih Nata juga ikutan sedih." Ucapnya

"Mama sedih karena Nata masih marah sama Mama." Sahutnya

"Nata tidak bisa marah lama-lama dengan Mama. Jadi jangan sedih lagi." Ucap Renata

"Tapi Nata menolak ajakan Mama." Sahutnya

"Nata tidak menolak. Hanya saja Nata paham jika Mama sibuk. Jangan karena Nata Mama jadi tidak bekerja. Nata tidak mau Mama dimarahi kakek galak." Ucap Renata

Linda tersenyum mendengar ucapan anaknya. Apa yang diucapkan Nata memang benar. Ayahnya akan sangat marah jika dia tidak bekerja satu hari pun. Kedua orangtuanya bahkan menolak kehadiran Renata. Hanya keluarga dari suaminya yang menerima Renata. Beberapa kali Renata bertemu dengan kedua orangtuanya, pasti akan selalu dia dimarahi. Maka dari itu Renata memanggil kedua orangtuanya dengan sebutan Kakek galak dan Nenek pemarah.

"Terimakasih sudah mengerti." Linda memeluk anaknya sayang

"Sayang, kita harus berangkat sekarang." Ucap suaminya

"Papa dan Mama hati-hati ya. Jangan pulang terlalu malam. Nanti Nata rindu." Sahut Renata

Samuel langsung menghampiri anaknya. Dia memberikan pelukan dan ciuman dikening putri kecilnya.

"Papa dan Mama tidak akan pulang malam. Kami janji." Sahut Papanya

Setelah kepergian kedua orangtuanya, Rena menoleh kearah Bi Minah.

"Ayo kita berangkat sekarang, Bi." Ucap Renata

"Ayo." Sahut Bi Minah

Renata dan Bi Minah akhirnya kembali ketaman yang semalam mereka kunjungi. Dari jauh Renata sudah melihat Nita yang duduk sendirian di ayunan.

"Aku menemui Nita dulu ya, Bu." Ucap Renata

"Eh?" Tanya Bi Minah bingung

"Hehehe. Biarkan Renata memanggil Bi Minah dengan sebutan Ibu ya? Nata sudah nyaman dengan panggilan itu." Sahutnya

"Tidak masalah. Siapa juga yang menolak memiliki anak selucu Nata." Sahut Bi Minah sambil tersenyum

Renata tersenyum senang mendengarnya.

"Sudah. Sana kamu temui Nata. Ingat, mainnya harus hati-hati." Ucap Bi Minah

"Baik, Bu." Sahut Renata

Dia langsung berlari menghampiri Nita yang sedang duduk sendirian. Nita yang melihat kedatangan Rena langsung tersenyum senang. Mereka kembali bermain bersama sampai sore.

Sejak saat itu Nita dan Rena jadi semakin dekat. Mereka terus bermain bersama bahkan ketika liburan sekolah sudah berakhir. Mereka akan tetap bermain bersama sepulang sekolah. Nita senang memiliki teman seperti Rena. Selama ini dia selalu bermain sendirian. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Orangtuanya selalu melarangnya untuk berteman dengan siapapun, tapi anehnya ketika orangtuanya tahu dia berteman dengan Rena, mereka tidak masalah dan membiarkannya tetap berteman dengan Rena.

Next chapter