webnovel

Dia Ingin Seorang Ibu

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Qiao Qinian saat ini sedang duduk berhadapan dengan Qiao Chengfan. Laki-laki itu tampak diam dan hanya memandangi anaknya. 

Qiao Chengfan yang terus dipandangi oleh ayahnya mau tidak mau kembali melihat rotinya dan bertanya, "Aku makan, ya?"

"Enak?" tanya Qiao Qinian.

Sinar matahari masuk menerangi jendela rumah makan dan menyinari wajah Qiao Chengfan yang lembut. Setelah roti itu masuk ke dalam mulutnya, matanya langsung terbelalak dan berbinar-binar. Bulu mata panjangnya juga terlihat berkedip-kedip. "Ehm, enak." jawabnya.

"Ehm."

Anak kecil itu lalu kembali menggigit rotinya, "Ayah, ayah setiap hari bisa menjemputku ke sekolah?" tanyanya.

"Ada pengurus Sun yang mengantar jemputmu. Kalau di sekolah dengarkan baik-baik," jawab Qiao Qinian.

"Oh," gumam Qiao Chengfan. Mata yang tadinya berbinar-binar itu seketika menjadi redup dan sayu. Hatinya merasa seperti ada lubang yang kosong…

"Tuan Qiao, apa Tuan juga mau makan beberapa? Saya bisa memesankannya," kata pengurus rumah Sun yang berada di sebelah Qiao Qinian.

"Tidak perlu." jawab Qiao Qinian. Baru saja menutup mulut, ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata itu dari Meng Chen.

"Tuan Qiao, hari ini ada rapat pemegang saham pukul 9." kata Meng Chen memberitahu.

Lalu, Qiao Qinian melihat jam tangannya dan berkata, "Baiklah, setelah ini aku ke sana."

"Baik, Tuan," ucap Meng Chen. 

Qiao Qinian kemudian menutup telepon dan menaruh ponselnya. Lalu, laki-laki itu mengusap kepala Qiao Chengfan dan berkata, "Makan yang banyak, ayah ada urusan."

"Ayah, kok sibuk sekali, sih?" tanya Qiao Chengfan yang tidak rela. Dia juga terlihat sedih dan bibirnya cemberut.

"Yang nurut," ucap Qiao Qinian. Dia kini sedang berdiri di depan Qiao Chengfan. Raut wajah laki-laki itu sangat hangat, meskipun terlihat kalau ada sedikit rasa bersalah karena harus meninggalkan anaknya.

"Saat di London, ayah sibuk. Kembali ke sini juga sibuk. Kalau sesibuk itu buat apa melahirkanku?" tanya Qiao Chengfan dengan marah. Bahkan, dia juga meletakkan sumpitnya dengan kesal.

"Dengarkan perkataan ayah!" kata Qiao Qinian dengan raut wajah yang menjadi serius, nada bicaranya pun juga terdengar menakutkan.

Melihat situasi yang tiba-tiba memanas, pengurus Sun dengan cepat menengahi kedua laki-laki itu dan menenangkan Qiao Chengfan, "Tuan Muda, ayah harus pergi mencari uang yang banyak untuk mengurus Tuan. Iya, kan?" tanyanya.

"Aku tidak mau tahu. Aku marah," kata Qiao Chengfan yang lalu menatap ayahnya dan melanjutkan, "Pergi saja. Aku tidak ingin melihat ayah lagi."

"Qiao Chengfan, kamu marah-marah seperti ini belajar dari siapa? Bukannya biasanya aku sudah terlalu sering memanjakanmu?" tanya Qiao Qinian dengan ekspresi wajah yang garang. 

Qiao Chengfan yang dibentak oleh ayahnya seperti itu seketika merasa bersalah dan merasa sedih… Terlihat air mata berlinang di kedua matanya yang memerah. Dia hanya menatap ayahnya itu dengan tatapan keras kepala dan menolak untuk mengakui apa yang baru saja dikatakan oleh ayahnya… 

Kedua ayah dan anak itu tidak ada yang berbicara. Suasana di antara mereka pun semakin dingin dan mencekam. Sedangkan pengurus rumah Sun juga merasa bingung harus bagaimana. Biasanya Tuan Muda Qiao cukup mendengar perkataan Tuan Qiao. Bahkan, Tuan Qiao juga sangat menyayangi Tuan Muda Qiao. Entah mengapa hari bisa berdebat seperti ini. 

Apalagi Qiao Chengfan juga masih anak-anak, yang mana itu bukanlah tandingan Qiao Qinian. Melihat wajah Qiao Qinian yang garang, Qiao Chengafan justru menangis. Tes tes, air mata berjatuhan di atas meja. Raut wajahnya terlihat sangat menyedihkan sekarang.

"Tuan Mudajangan menangis. Kalau ayah punya waktu, pasti bisa menemani Tuan Muda kok," kata pengurus Sun. Ketika melihat air mata Qiao Chengfan yang jatuh, dengan segera dia langsung mengambil tisu dan mengusap ke wajah Qiao Chengfan. Dia juga tidak berani banyak bicara. Bocah kecil itu sedang sakit hati. Meskipun Qiao Chengfan menangis tanpa bersuara, tapi pundaknya tidak berhenti tersentak. Sakit sekali.

Qiao Chengfan mengelap sendiri air matanya. Lalu, dia masih keras kepala dan menoleh ke belakang, kemudian berbisik, "Ayah tidak menemaniku, dan juga tidak mencarikan ibu untuk menemaniku. Aku memang anak yang tidak diinginkan siapa-siapa… Huhuhu," katanya sambil tidak berhenti menangis. Dia terlalu sedih sekarang.

Sedangkan, pengurus Sun pun terkejut. Dia lalu mengusap keringat yang perlahan menetes sedikit demi sedikit. Tuan Muda Qiao ini masih anak kecil, dia belum dewasa, batinnya. 

Harus diketahui, di rumah Tuan Qiao, kata 'ibu' adalah suatu kata yang tabu. Sebelumnya, Qiao Qinian pernah menyebutkan hal ini, tapi setiap kali Qiao Chengfan menyebutkan kata 'ibu', wajah Qiao Qinian langsung berubah menjadi serius bukan main. Bahkan, dia juga bisa sangat marah. 

Sejak saat itu, Qiao Chengfan tidak berani lagi menyebut kata 'ibu' di depan ayahnya. Anak kecil ini mengerti raut wajah seseorang, karena itu dia tidak lagi menyebut kata 'ibu'. Karena dia tahu, Qiao Qinian akan marah ketika dia menyebutnya. 

Meskipun itu, Qiao Chengfan benar-benar sangat menginginkan kehadiran seorang ibu. Ibu yang selalu memeluknya dan menemaninya. Ibunya pasti tidak akan membentaknya seperti ayahnya saat ini. Tidak akan. Karena ibunya pasti akan menjadikan dia anak kesayangannya. Semakin memikirkannya, Qiao Chengfan pun semakin mengeluh...