webnovel

Ajarin Aku Dong Om!

Berkali-kali datang lagi chat WhatsApp di ponselnya. Kali ini memperlihatkan foto Helena dengan beberapa turis bule di tepi pantai. Gadis itu tampak beradegan mesra berpelukan dengan beberapa bule tampan. Si bule bahkan bertelanjang dada. Memeluk gadis itu dari belakang, sementara gadis itu memegang tangan si bule dengan malu-malu kucing.

Demi melihat foto-foto itu rambut Rusman langsung jabrix! Mulutnya membulat dan matanya melotot kesal. "Demi naga yang menyemburkan api di mulutnya! Ini benar-benar asli anjrit...!"pekiknya tanpa sadar. Tak dipedulikannya seorang cleaning service hotel yang kaget oleh pekikannya sehingga celana orang itu langsung melorot.

"Gadismu ternyata sangat terkenal! Bule-bule bahkan minta tanda tangan segala! Benar-benar mendunia!!!" demikian bunyi pesan WhatsApp yang diterimanya beberapa detik kemudian.

Ia langsung mematikan ponselnya dengan geram. Tapi beberapa saat kemudian mengaktifkannya kembali. Bermaksud hendak membalas chat itu, tapi malah chat baru yang masuk. Foto gadis itu sedang dicumbu oleh si bule, lengkap dengan caption nya yang memanaskan hati: "Gadismu ternyata sangat piawai beradegan mesra, kalau diajak nikah kira-kira berapa maharnya ya?"

Dan kali ini Rusman langsung mencabut baterai ponselnya.

***

Helena datang ke hotel dengan wajah gembira karena banyak oleh-oleh yang dibelanjakan oleh rekan-rekan Rusman saat membawanya.

Ia tergesa-gesa menemui Rusman di kamarnya ingin mengabarkan kegembiraannya itu. Tapi yang ia dapati justru Rusman sedang terduduk di kasurnya dengan kepala menunduk. Rambutnya semua terurai ke depan hingga menutupi wajahnya! (OPS! Salah tulis! Jadi kepikiran cerita horor!)

"Om...?"

"Kamu istirahatlah. Besok selesai acara kita langsung pulang..." Rusman berkata lesu.

"Kok...?" Helena mengamati wajah majikannya itu. Dan ia terperangah ketika melihat wajah pengusaha besar itu sedang berurai air mata penuh penderitaan.

Ia cepat-cepat meletakkan belanjaannya dan bergegas menghampiri lelaki sudah berumur itu. "Astaga! Apa yang terjadi Om? Kenapa Om menangis? Idih, Om sedang latihan main sinetron ya? Ikut casting nih? Ikutan dong! Atau.... astaga! Ada musibah yang terjadi kah Om? Pesawat jatuh? Gunung meletus? Gelombang tsunami? Gempa bumi...? Serangan allien...?"

"Om baik-baik saja..." kata Rusman seraya tersenyum. Helena bernafas lega. Tanpa diduga ia memungut selembar tisu dan menghapus air mata yang mengalir di sudut mata yang mulai keriput itu.

Rusman terperangah.

"Aku ini pembantu terbaik di dunia lho, Om..." katanya sambil nyengir. Berusaha menirukan ucapan Rusman beberapa waktu lalu. "Aku senang sekali bekerja dengan Om. Aku berterima kasih karena Om sudah menjadikanku pembantu," katanya lagi.

Setelah memastikan Rusman tidak begitu galau lagi, gadis itu bergegas memungut oleh-olehnya dan melangkah ke kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Rusman.

Sepeninggal gadis itu, Rusman menggeleng-gelengkan kepalanya dengan perasaan prihatin, namun sedikit perasaan bersalah. "Andai kau tahu siapa dirimu yang sebenarnya... Oh, aku sebenarnya tak berhak memenjarakan kamu dalam kepalsuan ini, hanya karena memperturutkan perasaanku saja..." ia kemudian berbaring sambil menarik nafas dalam-dalam.

***

Sepulangnya dari Bali, Rusman tak mau lagi kecolongan. Ia segera melakukan "karantina darurat" terhadap gadis itu. Pintu pagar semua ditutup. Semua satpam yang jumlahnya cuma satu-satunya itu disiagakan secara khusus untuk berjaga-jaga. Bahkan saking pentingnya penjagaan terhadap keselamatan gadis itu, sang satpam ia bekali dengan persenjataan mumpuni yang secara khusus ia datangkan dari Rusia!

"Aku bahkan mau beli kapal induk, tapi belum dapat ijin dari menteri pertahanan," kata Rusman saat memberikan pelatihan pertahanan keamanan kepada si satpam yang berusia tua.

Si satpam nafasnya terengah-engah saat dipaksa beberapa kali mengangkat bazoka yang beratnya mencapai 20 kg itu.

"Waduh, Pak! Kalau saya harus menggunakan alat ini untuk menghadapi penjahat, baru berhasil mengangkatnya saja, penjahatnya sudah keburu kabur!" Si satpam protes.

"Kan persoalannya jadi beres kalau penjahatnya sudah kabur!" sahut Rusman sambil melototkan matanya. "Yang penting menggunakannya jangan sampai terbalik. Nanti pelurunya mengenai muka mu sendiri!"

Rusman kemudian bergegas ke ruang belakang, menghampiri kandang buaya peliharaannya yang beberapa hari terakhir binatang buas berbobot 100 kg itu terlihat agresif.

Di depan buaya itu ia berkata dengan tegas: "ingat! Jangan sekali-kali memandang manusia yang ada di rumah ini sebagai makananmu! Semua makananmu sudah ada yang mengatur! Sekali lagi kau memandang gadis itu dengan tatapan lapar, lebih baik kau angkat kaki dari rumah ini!" ancamnya.

Buaya itu mengangguk mengerti.

Rusman kemudian menengok ruangan belakang. Di sana terlihat Helena sedang asik berenang. Ia mengenakan pakaian renang yang ketat dan seksi. Mata Rusman kembali membulat. Air liurnya kembali menetes. "Ah! Sudah tua begini nafsu aja yang gede! Tenaga sudah jauh berkurang...!" keluhnya sambil cepat-cepat pergi menjauh. Takut kalau-kalau setan datang menggoda. (Kok setan lagi yang disalahin?).

Tapi ternyata setannya lebih kuat. Rusman kembali berbalik ke ruang belakang karena tak tahan membiarkan gadis itu sendirian.

Ia menghampiri kolam renang dengan jantung berdetak-detak kencang.

"Hai Om! Ikutan mandi?" tawar Helena saat Rusman datang menghampiri dan duduk di kursi tepi kolam. Gadis itu terlihat berenang dengan lincahnya kesana kemari sambil tersenyum ke arah Rusman.

Rusman tersenyum seraya menggelengkan kepala. "Aku hanya ingin melihatmu saja. Senang rasanya melihatmu sehat kembali," kata Rusman. "Nanti sore kau ada jadwal belajar nyetir," kata Rusman. "Mubazir rasanya kalau mobil seharga dua setengah milyar tak pernah digunakan."

"Kok ngomongnya masalah mobil. Kapan aku siap bertugas Om?" Helena mengerutkan alis.

"Tugas apa?" Rusman bengong.

"Kan aku pembantu!"

Rusman nyengir sendiri. Ia sendiri kadang-kadang lupa kalau ia mendaulat perempuan itu sebagai pembantu.

"Oh, itu nanti saja. Kalau kamu benat-benar sehat. Tapi sebagai permulaan, bolehlah kau memasak dulu untukku," kata Rusman sambil tertawa.

Gadis itu keluar dari kolam. Seluruh tubuhnya basah ditambah lagi pakaian minim yang ketat membuat Rusman langsung kecegukan.

"Aku mesti memasak apa nih? Gak pergi ke pasar dulu?"

"Eeee, gak usah! Bahan-bahaannya ada di kulkas," kata Rusman. Dan gadis itu langsung saja ngeloyor ke dapur tanpa mengganti pakaiannya dahulu. Tapi sebentar saja di dapur ia berbalik lagi.

"Aku lupa caranya memasak. Ajarin aku dong Om!" gadis itu nyengir.

Rusman terperangah sesaat. Dia ini lupa cara memasak karena amnesia atau memang benar-benar gak pernah masak? Pikirnya bingung.

Gadis itu tiba-tiba menyeret lengannya ke dapur. Rusman tergopoh-gopoh mengikutinya. "Ajarin aku dong ah! Masak pembantu gak bisa memasak?" Ia merenggut manja sambil terus menyeret pengusaha itu ke arah dapur. Rusman tertawa dalam hati. Dia benar-benar percaya kalau dia seorang pembantu! Pikir Rusman geli.

"Yang pertama pelajaran yang ringan-ringan dulu ya, biar bertahap gitu. Nah pelajaran pertama adalah cara memasak telur rebus!" Rusman lalu mengambil beberapa butir telur dari dalam kulkas. Lalu mengambil panci kecil dari rak piring sekaligus mengisinya dengan air. Suatu hal yang sama sekali tak pernah ia lakukan. Tapi karena pandangannya tak lepas dari pakaian ketat dan basah milik Helena, panci itu langsung terjatuh dan air serta telornya berhamburan di lantai.

"Walah!" Rusman berseru kaget.

Tiba-tiba terdengar bel pintu berbunyi. Rusman mendongak.

"Ada tamu...!" Ia berbisik. "Aku keluar sebentar..."

Rusman tergesa-gesa ke ruang depan. Membuka pintu, dan ternyata...

"Lenny...?" Ia mengerutkan alis. Gadis sekretaris perusahaannya itu berdiri di balik pintu sambil tersenyum manis. "Masuk! Masuklah!" Ia mempersilakan karyawan seksi nya itu masuk.

Next chapter