webnovel

Serangan Lidya

"Terima kasih Sayang untuk malam ini. Aku sangat bahagia bisa menghabiskan waktu berdua denganmu. Sungguh! Aku tak mau beranjak dari tempat ini." ucap Adrian kepada sang wanita yang kini sedang berbaring di sampingnya. Dia menatap kekasih gelapnya itu penuh dengan cinta. Terlihat dari sorot matanya yang berbinar-binar ketika melihat wanita itu. Sambil menatap, Adrian membelai wajah kekasihnya itu secara perlahan dan penuh dengan kelembutan.

Kekasih gelapnya itu merasakan kenyamanan di setiap sentuhan yang Adrian berikan. Wanita itu pun menyahut dengan nada yang sedikit manja nan menggoda, "Aku juga, Sayang. Sebenarnya, aku tidak mau jauh-jauh darimu. Hanya saja, kamu sudah beristri. Jadi, aku merasa ada jarak di antara kita berdua."

Adrian tersenyum simpul mendengar pernyataan tersebut. "Sabar ya, Sayang! Aku sedang menyusun sebuah rencana. Jika semuanya terwujud, aku akan menceraikan istriku dan segera menikahimu." Adrian berjanji lalu mengecup kening wanitanya itu dengan sepenuh hati.

Ketika mereka sedang asyik bermesraan, tiba-tiba ponsel Adrian berbunyi. Dia merasa gusar, "Aduh, siapa sih yang telepon jam segini? Mengganggu saja!"

Secara terpaksa, Adrian meraih ponsel yang dia letakkan di nakas samping tempat tidurnya. Sebelum menerima panggilan, dia melihat dulu nama pemanggilnya. Ternyata yang menelepon adalah istrinya, Lidya. Dengan malasnya, Adrian menjawab, "Iya, ada apa?"

"Kamu sedang di mana, Mas?" tanya Lidya.

"Untuk apa kamu tahu? Toh, itu bukan urusanmu." jawab Adrian dengan nada ketus.

Lidya berusaha tenang dalam menanggapinya, meskipun dalam hati dia merasa kesal. "Oh baiklah. Sepertinya, kamu masih sibuk di kantor? Kalau begitu, aku tidur duluan ya, Mas." Lidya segera menutup teleponnya.

"Sungguh sangat tidak penting!" umpat Adrian.

Kekasih gelapnya kebingungan melihat ekspresi Adrian seperti itu. Terlihat dari raut wajahnya yang begitu gusar setelah menerima telepon. Dia mencoba menenangkan Adrian. Dia mengelus-elus punggung Adrian, kemudian menepuk-nepuknya perlahan, "Sudah Sayang, tidak baik kamu mengoceh di atas tempat tidur. Kita kan sedang bersenang-senang. Kalau boleh tahu, siapa yang membuat kamu kesal, Sayang?"

"Seperti biasa, Lidya yang membuatku kesal. Dia selalu menghubungiku jika aku pulang telat. Sungguh sangat mengganggu! Aku benci dengan wanita yang cerewet. Aku lebih menyukai wanita yang penurut sepertimu, Sayang." rayu Adrian sambil mencolek hidung wanitanya.

Kekasih gelapnya itu tersipu malu. Tiba-tiba, dia tersadar akan ucapan Adrian yang 'membenci wanita cerewet seperti Lidya'. Dia merasa heran terhadap kekasihnya itu. Batinnya bertanya-tanya, mengapa hingga kini, dia masih membina rumah tangga dengan Lidya? Apakah dia mulai menyukai istrinya?

"Sayang, mengapa kamu melamun? Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Adrian penasaran.

Wanita gelap itu tersentak, "Ah tidak ... aku tidak memikirkan apa-apa."

Adrian merasa ragu mendengar jawabannya, "Yakin? Kamu tidak bohong, kan?"

Akhirnya, wanita itu mulai memberanikan diri untuk menanyakan hal tersebut, "Sebenarnya, ada yang ingin kutanyakan padamu. Begini, kamu kan bilang kalau kamu membenci wanita cerewet seperti Lidya. Lantas, mengapa kamu menikahinya?"

Adrian terdiam sejenak. Tak lama kemudian, dia buka suara, "Ehmm ... mengenai itu, aku akan menceritakannya padamu jika semua urusan sudah selesai. Aku janji."

"Ehmm ... baiklah kalau kamu tidak mau cerita. Aku tidak akan memaksa." ucap sang wanita. Terlihat dari raut wajahnya, wanita gelap itu nampak kecewa mendengar jawaban dari Adrian. Dia mengira kekasihnya itu akan terbuka padanya, namun dugaannya salah. Adrian tetap menjaga privasi perihal persoalan rumah tangganya.

Melihat ekspresi wajah kekasih gelapnya seperti itu, Adrian langsung mengecup sekilas bibirnya. "Jangan cemberut dong, Sayang! Nanti cantiknya hilang loh!" goda Adrian sambil mengelus-elus kepalanya.

Wanita gelap itu tersipu malu menerima perlakuan Adrian yang begitu manis. Bagaimana tidak, selama menjadi selingkuhan, dia diperlakukan seperti ratu olehnya. Wanita itu jadi semakin berambisi untuk memiliki Adrian seutuhnya. Dia menatap pria pujaan hatinya itu sambil bergumam, "Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Kamu harus jadi milikku seutuhnya!"

***

Hari sudah menjelang pagi. Adrian dibangunkan oleh suara alarm yang berdering di ponselnya. Tangannya meraba-raba nakas untuk meraih ponselnya. Setelah berhasil mendapatkannya, dia pun menonaktifkan alarm tersebut, lalu membuka matanya secara perlahan, kemudian meregangkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum bangkit dari tempat tidur.

Sambil menunggu jiwanya terkumpul, dia mengambil posisi duduk. Lalu, dia menoleh ke samping kiri. Dia tersenyum melihat kekasih gelapnya itu masih tertidur pulas tanpa sehelai benang pun. Tubuh wanita itu hanya dibalut selimut. "Kamu tetap cantik meskipun sedang tidur." puji Adrian sambil mengecup sekilas kening dan juga bibirnya. Wanita gelap itu masih tidak bergeming.

Adrian turun dari tempat tidurnya dan langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setengah jam kemudian, dia keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju lemari pakaian. Selesai berpakaian, dia pergi meninggalkan wanita gelap yang masih tertidur.

Berhubung hari ini adalah hari Minggu, Adrian memutuskan pulang ke rumah untuk beristirahat. Dia merasa sangat lelah akibat terlalu bersemangat menghabiskan waktu semalaman dengan wanita gelapnya itu.

Sesampainya di rumah, dia disambut hangat oleh istrinya, "Eh Mas Adrian sudah pulang." Lidya mendekat dan hendak membantu melepaskan jas yang dikenakannya. Namun sayang, tangannya ditepis oleh Adrian. "Jangan sentuh aku!" bentak Adrian. Pria itu melangkah menuju sofa yang berada di ruang keluarga. Dia sandarkan punggungnya di sofa tersebut sambil memejamkan mata.

Lidya tersentak ketika dirinya dibentak. Namun wanita itu tetap tenang menyikapi perlakuan buruk suaminya itu. "Oh, maaf Mas, aku kelepasan. Ehmm ... kamu pasti lelah habis kerja lembur semalaman. Bagaimana kalau aku bikinkan teh atau kopi? Kira-kira, Mas mau yang mana?" tanya Lidya dengan nada yang begitu lemah lembut.

Dalam keadaan mata terpejam, dengan sarkasnya Adrian menjawab, "Tidak usah, kamu tidak perlu melakukan apa-apa untukku. Lebih baik kamu pergi saja sana! Aku muak melihatmu!"

Seketika Lidya terdiam mendengar ucapan Adrian yang begitu menyayat hati. Tak terasa, air matanya sudah menetes membasahi pipi. Dia mencoba menahan tangisnya itu agar tidak terdengar oleh Adrian.

Suasana menjadi hening. Adrian yang penasaran perlahan membuka matanya. Dia melihat Lidya masih berdiri mematung tepat di hadapannya. Emosinya semakin memuncak. "Kenapa kamu masih berdiri di situ? Sana pergi! Dasar wanita tidak berguna!" umpat Adrian.

Merasa kesal, Lidya berlari menghampiri Adrian. Orang-orang mungkin akan mengira bahwa Lidya akan mencekik suaminya. Namun, apa yang dilakukannya sama sekali di luar dugaan. Dia malah memagut bibir suaminya itu dengan penuh amarah. Saking kesalnya, dia pagut benda kenyal itu hingga berdarah.

Adrian terkejut bukan main. Dia tidak menyangka Lidya akan seagresif itu. Karena kehabisan napas, dia mendorong tubuh istrinya dengan sekuat tenaga. Akhirnya, pagutan Lidya terlepas dari bibir Adrian. Pria itu geram, "Apa-apaan kamu, Lidya! Kamu sudah gila ya?"

Next chapter