webnovel

Aplikasi Mantap

BRAK!

Dobrakan pintu yang begitu kencang menggema ke seluruh penjuru ruangan, diiringi dengan teriakan menggelegar dari putri pemilik rumah besar tersebut. "MAMA!" teriaknya.

Dengan kesal ia lari dari lantai dasar ke lantai atas untuk mencari sang ibu. Memijak tangga dengan langkah begitu cepat dan wajah berselimut amarah. "MAMA DI MANA?! AKU MINTA PENJELASAN!" seru Liora Amelia Hillary yang lebih akrab disapa Lia, benar-benar tengah murka pada wanita cukup berjasa di hidupnya itu. Ya, cukup berjasa saja. "MAM--" suaranya terhenti ketika sosok yang dicari menunjukkan batang hidungnya.

Dari ujung, Lia bisa melihat Bunga Anastasia Hillary berjalan dengan sangat anggun. Tampilannya seperti biasa, selalu ingin tampil sempurna meski tidak ada orang lain yang memerhatikan. Gaun rumahan, namun terlihat sekali berkelas. "Ada apa?" tanya Ana di saat dirinya berhenti. Hanya berjarak tiga langkah saja dengan sang putri yang berdiri di depannya persis.

"Lihat Mama pakai semua itu..." menjeda dan membuang muka karena muak, "...Lia tambah benci sama Mama!" pekik Lia memberanikan diri berteriak di depan muka sang mama, memberikan tatapan mata yang begitu menusuk. Tajamnya seperti pisau daging, seakan dirinya tak takut durhaka dan dosa.

Berdecih, sang ibu hanya melirik. "Mama tidak minta dicintai," balas Ana ketus. "Apa masalahmu sekarang, hah?!"

"Kenapa Mama kasih gaji aku enggak sesuai kesepakatan?! Aku dianggap Mama karyawan juga, tapi kenapa gajiku lebih sedikit dari karyawan Mama yang lain?!" Ana hanya tersenyum meremehkan. "Mama kira aku enggak capek mijit puluhan kepala sehari?! Aku cuma dapat setengah dari karyawan Mama yang lain, Ma!" sentaknya bertubi-tubi dan menghentakkan kaki. "Perasaan Mama sebagai ibu kemana?! Enggak punya hati!"

"Kamu boleh keluar kalau tidak terima sama keputusan Mama."

"MAMA KEJAM!" dan melayangkan dua tangan ke arah Ana. Hampir saja dia mendorong sang ibu jika bayangan papanya tidak melintas seketika. "UANG SELALU BUAT MAMA BUTA! KAPAN MAMA SADAR?! ATAU JANGAN-JANGAN MAMA YANG SUDAH BIKIN PAPA HILANG?!"

"PERGI! Mama tidak mau mendengarmu teriak di rumah Mama."

"INI RUMAH PAPA!" jawabnya lagi, namun kini ia mengalah. Memutar badan, dan kembali turun ke lantai bawah dimana tempat ternyaman baginya berada.

Hanya sebuah kamar mungil yang Lia miliki sedari kecil hingga sebesar ini, tepatnya dua puluh tahun. "Kalau menonjok wajah ibu sendiri tidak dosa, aku sudah melakukannya sejak dulu, Ma!" sembari memukul pegangan tangga dengan kepalan tangan kanannya.

Sampai di depan pintu kamar, ia membuang napas. "Papa menghilang, putus kuliah, kerja di salon, gaji dipotong, punya orang tua mirip ibu kejam, mata duitan, hah! Kenapa hidup seberat ini?!" keluhnya sesudah menarik gagang pintu, kemudian masuk, dan membanting pintu dengan muka merah padam karena kesal. Marah, frustrasi, sedih, semua menjadi satu dalam jiwa yang mungkin sudah rapuh.

Jika ingin menangis, itu sudah dilakukan Lia sebulan lalu. Malam ini dia harus memikirkan solusi untuk mendapatkan banyak uang. Memang uang bukan segalanya, tetapi segalanya butuh uang. Hidup memang bukan hanya tentang uang, tapi jika tidak memiliki uang kebutuhan dan rencananya untuk mandiri serta keluar dari rumah ini makin sulit tercapai.

"APA YANG HARUS AKU LAKUKAN?!" Membanting diri, Lia melepas tas selempang, dan meletakkan benda warna abu-abu itu di samping kirinya. Bunyi dering ponsel yang tiba-tiba terdengar dari dalam tas kelabu itumampu membuat Lia sedikit terkejut. Namun Lia sangat antusias setelah mendapati nama Dela, tepat sesudah merampas gawainya dari tas. Lia pun mulai menyapa.

"APA?! TI-TIGA PULUH LIMA JUTA?!" Dela membenarkan dan mengajaknya untuk segera mencari pacar. Atau, jika Lia beruntung, bisa saja mendapatkan 'Sugar Daddy' seperti yang dipamerkan Dela padanya barusan.

"Kamu yakin aplikasi jodoh itu aman, Del?"

Dari seberang Dela hanya mengatakan seadanya. Dela tidak terlalu membujuk Lia untuk mengenal dunia online penuh kegelapan itu, tetapi benar-benar menguntungkan bagi Lia yang sangat butuh uang. Ya, Lia tidak bisa hidup hanya dengan uang satu setengah juta sebulan. Kalau pun bisa, dia harus tinggal di rumah bernuansa neraka ini selamanya.

"Oke deh, aku pikir-pikir lagi aplikasi mantap itu. Sampai besok, Del!" Dela pun menutup Panggilan sesudah pamitan. Kini Lia hanya membuang napas panjang sebelum bangun dan keluar untuk mandi.

Dela satu-satunya teman kerja di salon milik ibunya yang seumuran dengannya. Sebulan belakangan, Dela menceritakannya mengenai aplikasi yang sering ia gunakan jika suntuk atau bosan di rumah. Mendengar banyaknya uang yang bisa Dela dapatkan dalam semalam saja, siapa yang tidak tergiur? Tapi, sisi gelap dari aplikasi itulah yang harus dipikirkan matang-matang. Seperti yang tengah dilakukan Lia di dalam kamar mandi.

"Haishhh...!" Telinganya masih terngiang akan ucapan menggiurkan Dela. "Cuma satu malam dapat tiga puluh lima juta?! Harus jadi apa dulu ak--" Menyentuh dadanya yg tiba-tiba dan menutup mulut sebelum berbisik, "Enggak mungkin jual diri!" Matanya melotot seketika begitu membelit handuk ke tubuh.

"ASTAGA!" Lia baru paham. "Jangan bilang itu harus dilakukan," bisik wanita yang keluar dari kamar mandi dengan kepala mengarah ke bawah. Tangannya setia memegangi lilitan handuk di tubuh rampingnya.

***

Tibalah Lia di samping gerobak bakso langganannya. "Biasa, ya, Om ... satu porsi! Jangan lupa, banyakin acarnya!"

Karena jam sudah menunjukkan lebih dari pukul tujuh malam, Lia mencari makan diluar. Kebiasaan makan di pinggir jalan ataupun kafe sudah menjadi rutinitas, sejak perempuan berambut kecokelatan ini lulus SMA. Alasannya sangat sederhana, karena dirinya bosan dan muak melihat wajah ibu kandungnya sendiri.

"Siap, Lia!"

Lia mengambil sebuah kursi plastik yang belum ditata, masih bertumpukan satu sama lain. Ia pun melepaskan dengan sekuat tenaga. "Lain kali dilepas, Om! Ini seret nih, aku kesusahan!" serunya setelah sebuah kursi berhasil diambil dan langsung diduduki. Sang penjual bakso itu meminta maaf dan kembali menggarap pesanan Lia.

Sebuah pesan masuk hingga Lia mendengar deringnya, yang ternyata dikirim oleh Dela. Begitu dilihat, Lia tidak bisa menahan teriakannya, "AKU MAU!"

Ada sebuah gambar terdapat jumlah angka di sana, yang dikirim Dela padanya. Apalagi kalau bukan bukti transfer dari sugar daddy Dela, dan jumlahnya pun sama seperti yang perempuan itu ceritakan. "Tega banget," lirih Lia dan membalas pesan temannya itu dengan tiga emoticon yaitu, menangis, tangan terkepal, dan ekspresi marah.

Sesudah itu Dela mengirim lagi, foto pria berkulit sedikit gelap, sepertinya masih orang Indonesia. Namun, Lia bisa menebak bahwa pria itu bukanlah laki-laki sembarangan. Dan Lia makin tergiur untuk mengunduh aplikasi mantap yang diceritakan Dela ini.

"HAH!" Meremas handphone, Lia merasa frustrasi. "Aku pasti bisa dapat yang lebih tajir, ganteng, dan seksi!" Menyadari bahwa perkataannya kelewat batas, ia menutup mulutnya sendiri dengan dua tangan. Matanya melihat sekeliling, kemudian menarik napas dalam-dalam. "Oke, aku siap pasang umpan!"