webnovel

Pasti Ada Cinta Untukmu

Aku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibu Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Ia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin ia hanya anak angkat. Apa yang dikerjakannya selalu salah, mulai dari cara berbusana juga pergaulannya. Keluarga meminta Rannu untuk tinggal di rumah kakaknya menemani istri kakaknya sambil kursus. Sayangnya Rannu malah dijadikan seperti asisten rumah tangga. Tidak tahan dengan perlakuan itu, Rannu minggat. Yang membuat aku terkejut, aku malah menemukannya sudah di Rumah Sakit Jiwa. Karena Rannu-lah, membawaku bertemu dengan dua orang bersaudara Arion dan Ferdy. Ferdy adalah kekasih dari masa lalu Rannu. Sementara Arion, adalah kakak Ferdy yang punya masa lalu kelam yang berusaha menarik perhatianku secara paksa. Started August 2020 - Finished May 2021

Sandfah · Urban
Not enough ratings
80 Chs

PACU #23 Kedatangan Kak Arie dan Kak Lia

Setelah Arion berlalu, aku berbalik ingin masuk, tetapi suara mobil berhenti di depan gerbang menghentikan langkahku. Kembali aku membalikkan badan, itu mobil Papa yang dipakai Kak Dani. Aku membuka gerbang, setelah itu menutup dan menguncinya setelah mobil masuk garasi. Karena aku masuk lewat pintu ruang depan, aku bertemu Kak Dani di ruang tengah yang masuk dari arah garasi.

"Mobil siapa tadi Sand?" Kak Dani sempat melihat mobil Arion saat ia datang tadi.

"Mobil teman."

"Oh gitu. Teman kuliah?" Di rumah, aku akan selalu mendapat pertanyaan seperti ini. Padahal aku sudah menyelesaikan kuliahku beberapa tahun yang lalu. Sepertinya penghuni rumah ini merasa aneh jika aku mendapat teman selain teman-teman kuliah dulu.

"Bukan, teman yang berhubungan karena kerjaan aja sih Kak," jawabku sambil berharap Kak Dani cepat masuk ke kamarnya.

"Oke, hati-hati saja bergaulnya Sandri. Jangan mudah terpesona hanya karena tampang dan harta." Nasihat yang sangat menusuk hati, menurutku. Mungkin karena Kak Dani melihat mobil Arion yang mewah tadi. Kak Dani nggak tahu aja jika tadi Arion telah bertemu dengan Papa dan Mama bahkan diminta ikut makan malam. Tapi ya sudahlah, aku hanya bersyukur kakakku masih memperhatikanku walau sebenarnya aku juga bisa menjaga diri.

Aku membersihkan meja makan dan ke dapur mencuci piring bekas makan malam kami tadi. Kak Dani sudah masuk kamarnya. Biasanya kalau pulang rada telat, ia sudah makan malam sebelum balik ke rumah. Setelah urusan bersih-bersih telah ku-selesaikan, aku masuk kamar dan mandi. Badan rasanya sudah lengket sejak tadi. Setelah mandi nanti aku berencana melanjutkan desainku untuk Ferdy. Besoknya aku berencana menyelesaikan satu alternatif konsep desain buat Arion. Desain ini akan kukerjakan secara paralel.

Sudah hari Sabtu lagi dan hari ini jadwal rutinku mengunjungi Rannu. Sesuai saran dari Kak Ika, aku sudah mengirim pesan ke Kak Arie dan Kak Lia untuk mulai menjenguk Rannu kembali. Harapan kami, Rannu sudah bisa menerima kehadiran mereka. Tadi Kak Arie sudah mengabarkan jika sudah masuk Jakarta dan sebentar lagi akan mampir ke rumah untuk menjemputku. Aku sudah bersiap dan memasukkan beberapa makanan kesukaan Rannu ke paper bag. Aku masih bolak-balik dapur dan kamar ketika terdengar klakson mobil dari arah depan.

"Sepertinya Kak Arie tuh Sandri," kata Mama yang sedang berada di ruang tengah merapikan buku di rak. Kak Dani belum keluar kamar sejak tadi. Biasanya hari Sabtu ia bangun telat karena tidak ke kantor. Aku ke depan, dan benar Kak Arie dan Kak Lia sudah tiba. Aku membuka gerbang pagar dan mempersilakan mereka masuk. Seperti biasa, Mama akan meminta Kak Arie dan Kak Lia sarapan dulu sebelum ke rumah sakit.

"Benar ya Sand, kami sudah bisa menjenguk Rannu?" tanya Kak Arie untuk memastikan kembali jika mereka sudah bisa melihat kondisi Rannu.

"Saran Dokter sih begitu Kak. Kondisi Rannu mulai membaik dan sebaiknya beradaptasi kembali dengan kehadiran Kak Arie dan Kak Lia."

"Oke, semoga saja Rannu sudah bisa melihat kami tanpa histeris seperti waktu itu." Kak Arie dan Kak Lia sangat mengharapkan Rannu bisa menerima kehadiran mereka. Aku pun berharap demikian. Ini bisa membantu proses kesembuhan Rannu lebih cepat. Selesai sarapan, kami pun bersiap menjenguk Rannu. Aku hampir saja lupa memasukkan titipan makanan kesukaan Rannu yang dibuat Mama. Aku selalu membawakan makanan-makanan tersebut saat mengunjungi Rannu, karena aku tahu ia pasti bosan dengan menu rumah sakit walau Rannu tak pernah mengeluh. Yang ia keluhkan hanya, kapan ia bisa keluar dari rumah sakit.

"Ferdy masih sering mengunjungi Rannu nggak Sandri?" Pertanyaan Kak Arie saat kami sudah di jalan.

"Masih kok Kak. Nggak sesering dulu sih, mungkin sibuk."

"Oh, syukurlah." Lalu kami terdiam beberapa saat.

"Ferdy itu baik, tapi kakaknya yang berengsek Sandri." Kalimat Kak Arie barusan membuatku hampir terjatuh dari jok. Semoga keterkejutanku ini tidak terbaca oleh Kak Arie maupun Kak Lia yang berada di jok depan.

"Kakak Ferdy yang mana ya Kak?" Apa iya kakak Ferdy yang dimaksud Kak Arie adalah Arion? Lalu seberengsek apa perbuatannya sampai Kak Arie terlihat sangat membencinya? Mungkin inilah penyebab keluarga Rannu menolak lamaran Ferdy.

"Nanti aja saya ceritain ke kamu." Hanya itu kalimat Kak Arie karena kami sudah masuk gerbang rumah sakit.

Kak Ika sudah aku beritahu jika hari ini Kak Arie dan Kak Lia akan datang sesuai saran Dokter Firdaus. Tiba di lobby, Kak Ika sudah ada di sana menyambut kedatangan kami. Saat ini jadwal jaga Kak Ika dan aku sangat bersyukur kami datang bertepan dengan itu. Aku khawatir saja jika terjadi sesuatu dan Kak Ika tidak ada, bakalan repot.

Kami menyusuri koridor. Info dari Kak Ika, saat ini Rannu sedang berada di aula, tempat yang biasanya digunakan untuk belajar kerajinan tangan penghuni rumah sakit jiwa ini. Kami ke sana dan dari pintu yang terbuka lebar kami melihat ada tiga orang tenaga pengajar yang sedang memperhatikan para pasien yang sangat serius mengolah bahan di tangan. Rannu ada di pojokan dengan mata yang tak pernah lepas dari kegiataannya membuat rajutan. Aku pastikan, kali ini ia sudah bisa membuat bentuk lain dari benang warna warni yang ada di depannya.

"Yuk, kita duduk-duduk di taman sambil menunggu kegiatan Rannu selesai," ajak Kak Ika.

Kami menuju taman yang jadi tempat favorit Rannu jika ia tidak punya kegiatan lain. Mungkin taman menjadi salah satu tempat yang bisa membuat ia tenang juga memunculkan ide untuk rajutannya.

"Apa Rannu bisa berkomunikasi dengan penghuni lainnya ya?" tanya Kak Arie pada Kak Ika.

"Bisa kok. Rannu bisa beradaptasi dengan penghuni lainnya. Tentunya penghuni dengan kondisi yang tidak parah ya. Kami membedakan ruang isolasi berdasarkan kondisi pasien. Sudah dua minggu ini kondisi Rannu stabil. Dosis obatnya juga mulai kami kurangi. Makanya Dokter Firdaus menyarankan untuk mulai melibatkan Rannu dengan penyebab depresinya."

"Syukurlah. Terima kasih sudah merawat Rannu dengan baik," ucap Kak Arie dengan perasaan lega. Wajahnya nampak senang mendengar penjelasan dari Kak Ika tadi. Itu juga harapanku sehingga Rannu bisa kembali ke rumah, berkumpul bersama keluarga. Tapi di sisi lain, kami masih cemas akan respon Rannu saat melihat Kak Arie dan Kak Lia nanti. Kami melanjutkan obrolan sambil menunggu kegiatan Rannu berakhir. Lalu mataku menangkap sosok yang sedang berjalan di koridor, Ferdy. Berarti hari ini, lengkap sudah orang-orang yang datang saat Rannu histeris hari itu.

"Lho, itu Ferdy kan Sandri?" tanya Kak Lia.

"Iya Kak. Datang jenguk Rannu juga," jawabku pelan. Ferdy berjalan menuju tempat kami. Wajahnya tersenyum.

"Selamat pagi," sapanya dengan ramah.

"Pagi Fer. Nggak sibuk ya?" Kak Arie yang membalas sapanya.

"Lagi ada waktu jadi datang lihat Rannu, Kak. Rannu mana?" tanyanya begitu menyadari tak ada Rannu di antara kami.

"Ada pelatihan di aula. Tapi sebentar lagi selesai kok." Kali ini Kak Ika yang menjawab pertanyaan Ferdy.

Kami melanjutkan obrolan yang terhenti kedatangan Ferdy tadi. Dan tidak lama terdengar suara riuh dari arah aula. Sepertinya kegiatan di sana sudah selesai. Padangan kami otomatis mengarah ke pintu aula. Beberapa penghuni dengan riangnya keluar sambil tertawa dan saling memperlihatkan hasil kerajinan tangan mereka. Rannu dan pelatihnya keluar belakangan. Rannu kemudian memeluk pelatihnya. Mereka terlihat akrab.

"Rannu memang disenangi para pengajar kerajinan yang datang ke sini karena dia yang paling cepat mahir membuat kerajinan yang diajarkan. Dia juga kadang diminta untuk menjadi asisten," kata Kak Ika menjelaskan pada kami. Kami tentu sangat gembira mendengarnya.

Setelah acara pamitan Rannu selesai, matanya memindai kami yang sedang duduk di taman dengan pandangan yang mengarah padanya. Kami sampai menahan napas, menunggu reaksi Rannu. Dari yang aku amati, tatapan Rannu biasa saja, tenang, tidak nampak gelisah. Semoga ini pertanda baik, harapku. Lalu kakinya melangkah menuju taman. Kami jadi waspada. Kulirik Kak Arie dan Kak Lia yang nampak cemas. Ferdy juga. Kak Ika berusaha santai. Aku menarik napas lalu menghembuskannya dengan pelan, mencoba menghalau pikiran buruk. Langkah kaki Rannu semakin cepat menuju tempat kami. Aduh, malah serasa adegan film, tegang. Wajar sih kami cemas mengingat kejadian terakhir ketika Rannu melihat Kak Arie dan Kak Lia. Lalu sepertinya semua pergerakan Rannu, menjadi slow motion di mataku. Benar-benar jadi menegangkan suasananya.

*****

Aduhhh... maaf ya, karena fokus sama kondisi kesehatan jadi baru bisa update.

Nanti juga updatenya rada slow, kondisi belum fit.

Tungguin aja ya, jangan kabur. Nanti dikejar Satpol PP lho.

Hehehhe.

Jaga kesehatan dan patuhi prokes ya.

Tinggalkan vote dan komennya.

Terima kasih.

Sandfahcreators' thoughts