webnovel

Stage of Change

Sabtu, 16 Juni 2018, Amsterdam.

(1 bulan sebelum ujian praktek kelulusan Crystal)

07:00

*alarm berdering*

Aku segera mematikan alarm dan mencoba untuk melanjutkan tidur 5 menit lagi saja. Tak lama semenjak aku mencoba memejamkan mata, handphoneku berdering. Dengan mata sayup aku melihat layar HP-ku dan melihat nama El di layar HP-ku. Ya, El yg kumaksud adalah Elvano.

"emmm", jawabku singkat dan tanpa tenaga.

"goedemorgen, aku sudah siapkan sarapan untuk kita berdua, boleh aku ke apartmentmu?", kata suara pria diseberang sana.

"hmm?!", aku membelalakkan mataku seketika. "tumben kamu..? aku baru saja banguun..", lanjutku.

"ya sudahh, mau aku tunggu sampai kamu benar-benar bangun? telpon aku lagi nanti kalau sudah siap", jawab Elvano.

"sini, ke apartmentku sekarang", jawabku karna aku tak ingin membuat dia menunggu karna aku ingin menghargai usahanya dalam menyiapkan sarapan untukku. Jam 7 pagi makanan sudah siap, setidaknya dia bangun jam 6 pagi di hari libur untuk menyiapkan sarapan, tak mungkin aku menolaknya untuk datang dan memberikan sarapan hasil usaha tangannya sendiri itu.

Tak lama kemudian bunyi password di pintuku terdengar berbunyi, sudah pasti itu El dengan sarapan spesialnya untukku. Ya, kami berdua saling tahu password apartment kami masing-masing bahkan sejak hari pertama kami pindah dan tinggal disini. Seketika apartmentku dipenuhi dengan wangi sedap yang tak asing lagi bagiku, bacon & cheese sandwich with avocado kesukaanku. Rasa lapar tiba-tiba menyerangku, aku jadi tak sabar menyantapnya.

"special sandwich for the special one", kata El dengan senyum merekah diwajahnya. Dengan segera aku hendak mengambil sandwich tersebut dari tangannya, namun El tiba-tiba mengangkat tangannya keatas, membuatku tak jadi menggapai dan segera menyantap sandwich tersebut.

"iiiihhh El", rengekku dengan muka seperti anak kecil yang sedang ngambek. Hidungku pun dicapitnya sembari El berkata, "sikat dulu gigimu sebelum menyantap makanan terenak se-Amsterdam ini". Aku pun setuju dan segera berlari ke wastafel sembari tertawa karna omongannya yang agak dilebih-lebihkan, walaupun aku yakin sandwich itu memang pasti sangat lezat, El memang jago memasak, jauh lebih jago dariku, tapi bukan berarti aku tidak bisa memasak yaaa! hehe.

Setelah aku sikat gigi, aku kembali ke meja makan dimana El sudah menungguku dengan manis. Aku hendak duduk dikursi yang berada di depan El, dimana saat aku melangkah kesana, El menarik tanganku dan membuatku duduk tepat disampingnya. Aku sedikit kaget dan El nampaknya bisa melihat itu dari raut wajahku.

"jangan jauh-jauh makannya", bisik El ditelingaku.

"ga jauh-jauh, cuma di depan kamu", jawabku dengan membalas bisikannya.

"menurutku itu jauh, aku tidak bisa melihat wajahmu terutama pipimu yang menggembung saat mengunyah makanan lebih dekat, hahahahaha", kata El sambil mengacak-ngacak rambutku. Belum selesai aku kaget dengan segala perlakuan El sejak pagi tadi hingga saat ini, El mengejutkanku lagi karena tiba-tiba mengecup keningku. Singkat, namun rasanya tidak bisa dijelaskan.

Tanpa pikir panjang aku bertanya padanya, "kamu kenapa sih hari ini?", sambil memulai menyantap sandwich yang terbukti menjadi sandwich terlezat se-Amsterdam itu, atau karna aku sangat lapar juga pagi itu? hahaha. "gapapa, emang aku kenapa?", balas El. "Tadi ngapain?", kataku sambil sedikit merenggut. "Ngapain apa? Kapan?", jawab El yang membuatku sedikit geram. "Yaa tadii.. ituu, iiihh tau ah", kataku sambil memukul lengan El. "Hahaha, ini maksudnya?", kata El sambil mengecup keningku sekali lagi. Mataku terbelalak dan seketika tersedak sandwich yang sedang kumakan, seketika El sigap memberikanku air minum dan menepuk-nepuk pelan punggungku demi menghentikan aku dari tersedak. Sesaat setelah aku bisa bernafas kembali, aku berkata padanya, "iyaa ituu maksudku, tapi gausah dipraktekin lagi dong, apa sih kamu ah, aneehh", kataku agak sedikit kesal. "Iyaa maaf-maaf, lain kali aku ga cium kening kamu lagi", katanya sambil menenangkanku. "Gitu dong", jawabku singkat. "Tapi aku cium pipi kamu aja", kata El sembari menangkupkan tangan kanannya dipipi kiriku dan menciumku tepat di pipi kananku yang menggembung karna masih menyantap sandwich yang belum habis, tentunya El langsung kabur karna takut aku memukulnya lagi. Aku terdiam sejenak dan bingung harus berkata atau bahkan melakukan apa. Aku memang sedekat dan seakrab itu dengan El, puluhan tahun kami bersahabat, namun hari ini berbeda. Aku hampir bisa mendengar detak jantungku sendiri. Dan saat pikiran dan perasaanku masih mengawang, El menghampiriku lagi sambil berkata "aku pulang dulu, nanti malam makan sama aku ya?", katanya sembari bersiap untuk keluar dari apartmentku. Aku yang masih belum bisa percaya dengan apa yang terjadi hanya mengangguk lemah sembari melihat ia keluar dari apartmentku.