webnovel

Back to it Used to be

Sejak kejadian malam itu, aku dan El tidak bertemu selama 3 hari, dan belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai masalah ini sama sekali. Tidak ada yang berani memulai diantara kita. Namun selama 3 hari tidak bertemu, El tetap selalu menghubungiku melalui WhatsApp atau meneleponku hanya untuk memastikan bahwa aku tidak membutuhkan bantuan apapun darinya. Selama 3 hari itupun aku mengalihkan perhatianku dengan berlatih bersama teman-temanku di kampus dan juga di sanggar tari. Ini adalah hari ke-4 aku tidak bertemu dengan El. Akupun memutuskan untuk menghentikan semua ini, bagaimanapun juga aku tidak ingin hubunganku rusak dengan El karena hal ini. Aku yakin El sudah cukup dewasa untuk bisa menerima dan memahami jika aku tidak ingin ada hubungan spesial dengannya dan hanya ingin bersahabat dengannya, sampai kapanpun. Aku hanya tidak ingin kehilangan dia. Menjadikannya sebagai sahabatku itu berarti aku akan selalu menjadi miliknya begitupun juga dia yang selalu menjadi milikku. Itulah yang selalu ada dalam pikiranku selama ini. Dan aku yakin itu adalah jalan paling tepat bagi kami berdua.

Sore itu aku memutuskan untuk datang ke apartment El. Aku tidak berniat untuk pergi kemanapun malam ini, jadi setelah aku mandi, aku segera menggunakan piyamaku dan setelah itu aku menuju apartment El. Aku memencet bel pintu apartment El. Satu kali, tidak ada jawaban. Dua kali, masih sama. Tiga, empat, lima kali berturut-turut, pintu masih belum dibukakan juga. "Apa El masih belum mau bertemu denganku?", batinku dalam hati. Karena aku sudah tidak tahan dan merasa tidak bisa untuk berlama-lama tidak berjumpa dengannya, aku membuka pintu apartment El sendiri dengan memasukkan password yang masih kuingat dan berharap ia belum menggantinya. Dan ternyata passwordnya masih sama dan akupun segera masuk ke dalam, "Eeelll", panggilku. Tidak ada jawaban, dan setelah berkeliling sebentar, ternyata El sedang tidak berada di apartmentnya. Aku sedikit kecewa karena tidak berhasil menemuinya hari ini, dan terlebih karena El tidak mengabariku sama sekali. Akupun memutuskan untuk berdiam sejenak di apartment El, dan disaat aku hendak duduk di sofa, mataku tertuju pada album foto yang sedikit berantakan yang berada di atas TV. Karena bosan, aku memutuskan untuk melihat-lihat album-album foto tersebut. Album pertama berisi foto-foto El dengan keluarganya, ayah ibunya, dan kedua adik perempuannya, Elin dan Elisa. Melihat foto mereka aku mendadak merindukan mereka, dan menjadi semakin tidak sabar untuk pulang ke Indonesia untuk bertemu mereka kembali, dan tentunya juga dengan semua orang yang sudah sangat kurindukan. Album kedua berisi foto-foto El dan teman-temannya, beberapa dari mereka ada yang kukenal dan beberapa masih asing bagiku. Dan di album foto yang ketiga, ini yang sangat menarik perhatianku, karena album foto ini terlihat paling berbeda dibandingkan dengan kedua album yang lain, warna covernya ungu pastel dan terlihat paling terawat. Lembar pertama yang kubuka adalah halaman tanpa foto yang berisikan puisi dalam bahasa inggris, puisi romantis singkat yang indah dan bermakna, aku yakin itu memang bagian dari design album foto ini. Aku membalik halamannya dan seketika aku menahan nafasku. Aku melihat fotoku disitu. Foto-foto candid yang bahkan aku tak sadar kapan El mengambil foto tersebut. Dengan sedikit gugup aku membalik halaman selanjutnya, kutemukan fotoku dengan El saat kami masih SD. Selanjutnya kulihat foto kami saat kami berlibur ke HongKong bersama saat kami masih SMP. Satu persatu halaman kutelusuri, tak kutemukan foto orang lain selain diriku dan El di album itu. Aku bertanya-tanya dalam hati, sudah sejak kapan El mengumpulkan foto-foto ini dan menyimpannya dalam album ini? Ahh, dan aku baru tersadar mengapa sampul album ini berwarna ungu pastel. Pasti karena itu warna kesukaanku. Aku kembali melihat-lihat isi album itu sambil pikiranku bernostalgia. Ditengah-tengah itu aku juga semakin yakin bahwa perasaan El padaku sudah cukup dalam, dan menyadari bahwa selama ini El memperlakukanku begitu spesial bukan hanya karena aku sahabatnya, tapi juga karena akulah wanita yang dicintainya selama ini. Saat itu perasaanku campur aduk, namun aku tidak marah. Sama sekali tidak. Aku hanya bingung, bingung bagaimana aku harus bersikap terhadap El sekarang, apakah aku harus membalas perasaannya? Tapi perasaan tidak bisa dipaksakan, disatu sisi yang lain, aku tidak ingin kehilangan dia dalam hidupku, aku tidak mungkin menjauh hanya karena aku tidak bisa menerima cintanya. Namun apabila aku tetap berada disisinya, sampai kapan aku harus menempatkan El diposisi itu? Aku tahu pasti rasanya sakit, dan aku tidak ingin El sakit karenaku. Belum selesai aku memikirkan semua itu, tiba-tiba bunyi password pintu apartment El berbunyi. El masuk dan ia kaget melihatku sudah ada di dalam. Aku lebih kaget lagi dari dia. Aku mematung karena tidak tahu harus berkata atau melakukan apa, rasanya seperti maling yang ketahuan oleh sang pemilik rumah saat itu. Ternyata El mencoba untuk sebiasa mungkin dan segera menyapaku, "Crystal? Kamu ngapain disini? Kok ga chat atau telpon aku? Udah lama disini?", katanya sambil melepas jaket dan menggantungnya dibalik pintu. "emm, iya, ga lama kok, baru sebentar, tadinya pas liat kamu ga ada disini aku mau langsung balik ke kamar, tapi gajadi karena ini", kataku sambil mengangkat album foto berwarna ungu pastel itu. Mata El sedikit terbelalak dan ia segera menghampiriku untuk merebut album foto tersebut, namun tanganku lebih cepat darinya dan aku menaruhnya dibelakang punggungku, namun karena perbuatanku, El sedikit terpeleset dan sedikit menimpaku, kami berdua berada diatas sofa sekarang, dengan keadaan El setengah memelukku, dan wajah kami berhadapan sangat sangat dekat. Lagi-lagi jantungku berdebar sangat kencang, aku takut El bisa mendengarnya, untungnya El langsung menjauh dariku dan duduk disebelahku, "maaf, aku tidak sengaja", katanya. Akupun mencoba untuk tidak membesarkan hal itu juga, dan kembali membetulkan posisi dudukku.

"Soal album foto ini, kamu tidak perlu menjelaskan kepadaku kok, aku tidak akan bertanya apapun juga", kataku sambil melihat album tersebut ditanganku. El tidak langsung menjawab. Tak lama kemudian ia mengambil album tersebut dari tanganku beserta kedua album lainnya dan menaruhnya kembali diatas TV. Aku terdiam saja melihatnya. Merasa canggung, aku memutuskan untuk kembali ke apartmentku, "aku pulang dulu", pamitku. "Kau sudah makan?", tanya El menghentikan langkahku. "Belum, kau?", tanyaku kembali. "Belum, nih aku sudah beli makan malam, cukup untuk berdua, kamu makan disini saja", katanya sembari mengeluarkan makanan dari paper bag Subway. Akupun memutuskan untuk ikut makan bersamanya, karena sekarang aku sangat lapar, insiden tadi cukup menguras tenaga dan batinku. Aku duduk didepan El dan mulai menyantap cheese burgerku. "Kau sengaja beli untukku atau tadinya ini untuk kau semua?", tanyaku dengan mulut yang penuh. "Kunyah dulu baru ngomong, Crys Crys, kamu tuh, kaya anak bocah ajaa", ledeknya sambil tertawa. Aku kesal mendengarnya dan memukul meja dengan pelan namun cukup menimbulkan suara "iih! jawab aja kenapa sih gausah ngeledek", kataku. "hahaha abis kamu, suara jadi kayak kumur-kumur! aku beli banyak niatnya buat nemenin aku begadang malam ini, tapi karena kamu mau yaudah, padahal aku tadi nawarin kamu cuma basa-basi doang, eehh malah diiyain, apes", jawabnya santai. "hahahahahaha!!!", aku tertawa ngakak mendengar jawabannya, "yaudah nih aku balikin, baru dimakan seperempat kok", sambil menaruh kembali cheese burgerku diatas meja. "yaeelah becanda, makan ajaa, nanti malam aku bisa delivery yang lain kalau lapar", kata El padaku sambil beranjak dari meja makan dan mencari remote TV. El menyalakan TV dan melanjutkan makan disofa. Meninggalkanku sendiri di meja makan. Aku setuju dengannya, untuk tidak membahas hal apapun itu untuk saat ini, walaupun aku punya beribu pertanyaan dan pernyataan untuknya sebenarnya, namun kurasa sekarang bukan waktu yang tepat. Aku memilih untuk mengikuti apa yang El lakukan terhadapku saat ini. Mencoba untuk melupakan semua kejadian-kejadian belakangan ini, album foto itu, dan semuanya. Yang ada hanya aku dan El yang sudah bersahabat sejak lama, dan sekarang sedang merantau di negeri tetangga dan hanya memiliki satu sama lain. Hanya itu. Akupun menarik nafas panjang dan tersenyum lebar. Aku beranjak dari kursi dan menyusul El ke sofa. Kami makan sembari menyaksikan acara musik di TV, setelah makanan kami habis, kami berbincang sebentar sebelum akhirnya aku pulang ke apartmentku. "Aku pulang dulu yaa El, makasih dinner treat dadakannya", kataku girang. El hanya tertawa dan mengiyakan. Akupun melangkah menuju pintu, dan saat itu El berkata, "mau aku anterin pulang ga?", aku langsung menjawab "yaampun mas, tinggal ngesot nyampe ini mah, hahaha". "yaampun mba, saya juga cuma basa-basi, daaahhh sanaa, hahaha", balas El. Aku hanya memeletkan lidahku dan berkata, "au ahh gelappp, byee selamat begadaang!", lalu menutup pintu.

Sepeninggalan Crystal, El merebahkan kepalanya di sofa dan memijit-mijit kepalanya dengan ibu jarinya selama beberapa saat. Tak lama kemudian ia beranjak ke depan TV, mengambil semua album foto yang terletak disana dan menyimpannya di kardus yang ada diatas lemari pakaiannya. Kardus tersebut berisi barang-barang yang sudah sangat jarang digunakan oleh El. Setelah itu ia beranjak ke kamar mandi untuk mandi dan berbersih, tak lama kemudian El masuk ke dalam kamar, mematikan lampu dan mencoba untuk tidur walaupun tak bisa. Tak ada rencana untuk bergadang sama sekali malam ini, itu semata-mata hanya alasan yang ia buat-buat agar Crystal percaya bahwa ia tidak dengan sengaja sudah membelikan dan menyiapkan makan malam untuk Crystal. Ia ingin memperbaiki semuanya dan hanya ingin semua kembali seperti sedia kala. Hanya itu yang bisa El lakukan untuk saat ini.