1 Fakta Yang Mencengangkan

"La, papa mau ngomong boleh nggak?" Lila yang sedang duduk di balkon kamarnya pun dengan sangat cepat mengalihkan atensinya pada sang papa, Malik Bagaskara. 

"Boleh dong, Pa," jawab Lila dengan lengkungan senyum yang sangat manis. 

Malik hanya menarik kedua ujung bibirnya membentuk senyum yang mungkin bisa dikatakan tipis. 

"Papa mau ngomong apa?" tanya Lila sesaat setelah sang papa mengambil posisi duduk di sebelahnya. 

"Kamu sudah 25 tahun ya, La. Rasanya baru kemarin papa gendong kamu, ajarin kamu jalan, sekarang kamu sudah berhak untuk menentukan jalan hidup kamu, Nak." Lila tampak berpikir keras saat dia mendengar apa yang dikatakan oleh papanya, tak peduli sekuat apa pun Malik berpikir yang akan dia temui pada akhirnya hanyalah jalan buntu. Dan Malik pun peka kalau apa yang dia katakan barusan tidak dapat di pahami dengan mudah oleh putri kesayangannya. 

"Nggak ngerti, ya?" Dan tak ingin buang-buang waktu Lila pun tanpa pikir panjang langsung saja menganggukkan kepalanya sangat mantap tanpa ada rasa ragu yang menyelimutinya saat ini. 

"Nggak, Pa," jawab Lila dengan raut wajahnya yang terlihat sangat polos. Sehingga Malik tidak bisa untuk tidak menahan gemas terhadap apa yang sedang diperlihatkan oleh Lila saat ini. 

"Papa jelaskan pelan-pelan, ya?" Lila hanya diam saat mendengar hal tersebut, tapi sangat yakin kalau diamnya Lila adalah bentuk persetujuannya secara tidak langsung. 

"La, kamu pernah berpikir nggak sih bagaimana seandainya kamu itu bukan anak papa?" Kedua manik mata milik Lila seperti ingin melompat keluar saat ini juga kala dia mendengar dengan sangat jelas apa yang papanya katakan barusan. 

"Aku bukan anak papa?" tanya Lila dengan nada yang terdengar terbata-bata. 

Malik bukannya tidak sayang dengan Lila, hanya saja dia sadar kalau umurnya akan terus bertambah dan hal itu seirama dengan kesempatan hidupnya yang akan terus berkurang, sebelum kontrak hidupnya di dunia benar-benar berakhir Malik hanya ingin jujur tentang ini semua. 

"Pa, aku ini anak papa atau bukan sih?" tanya Lila dan kali ini dengan nada yang penuh desakan. 

"Sepertinya ini belum terlalu sore, kita ke makam yuk!" Nyatanya apa yang menjadi pertanyaan Lila tidak bisa untuk dijawab secara gamblang oleh Malik. Namun sorot mata yang Malik perlihatkan pun sudah lebih dari cukup untuk membuat Lila merasa terintervensi dalam waktu yang sangat cepat. Lila seperti tak memiliki pilihan lain lagi selain mengikuti saja apa yang menjadi keinginan papanya. 

"I-iya, Pa." 

Untuk mengantisipasi ada pertanyaan lain yang terlontar dari kedua bibir ranum milik Lila, jadi dengan sangat cepatnya pun Malik lekas mengambil langkah seribu. 

Waktu demi waktu terus saja berlalu dan sampailah mereka di Pemakaman San Diego Hills. Tempat yang Malik pilih sebagai tempat peristirahatan terakhir mendiang Sabrina Megantara dan juga Faizan Saskara yang notabenenya adalah orang tua kandung dari Lila. 

"Makam Bunda, Pa?" tanya Lila sesaat setelah Malik memarkirkan kereta besinya dengan sanga rapinya. 

"Iya." Hanya jawaban singkat itu yang Malik berikan sehingga belum dari cukup untuk membunuh rasa penasaran milik Lila yang masih saja merasa kesulitan untuk mengurai benang kusut yang Malik berikan sebelumnya. 

"Kita turun, yuk!" Tidak ada pilihan, kalau ini adalah satu-satunya cara untuk menjawab rasa penasarannya maka Lila akan lakukan yang penting jati dirinya bisa dia ketahui dengan sangat jelas. 

"Assalamualaikum, Sayang," sapa Malik saat dia telah berdiri tepat di depan makam dari wanita yang 27 tahun yang lalu dia sebutkan namanya di janji tertinggi seorang pria. 

"Assalamualaikum, Bunda." Dan Lila pun dengan ucapan yang sama. 

Tidak ada yang berbeda dengan aktivitas mereka saat ini semua masih saja sama seperti dulu, tidak ada yang berbeda. 

"La, kita makam om Faizan, yuk!" Yang Lila tahu kalau Faizan Saskara itu adalah omnya, tapi entah kenapa dia merasa kalau saat ini ada yang berbeda saat Malik menyebut nama adik sepupunya itu. 

Tidak ada opsi lain yang bisa diambil oleh Lila selain siap dengan semua kemungkinan terburuk yang mungkin akan dia temui di depan sana. 

"Aku ikut maunya papa aja," jawab Lila dan mendengar hal tersebut dengan sangat cepatnya Malik pun membawa Lila untuk masuk ke dalam dekapannya dan mengunci tubuh gadis kesayangannya itu dengan sangat erat. 

"La, apa pun yang akan kamu temui di depan sana itu tidak akan mengubah apa pun yang ada dalam diri papa untuk kamu."

GLEK!

Bahkan untuk meneguk salivanya saja saat ini adalah hal yang sangat sulit untuk dia lakukan. 

Langkah demi langkah terus saja ditapaki oleh Malik dan juga Lila, tanpa mereka sadari pun kini mereka telah berada di depan maka Faizan yang letaknya pun tak jauh dari makam milik Bina. 

"La, yang pertama apa?" Lila adalah anak yang pintar sehingga apa yang Malik katakan bukanlah hal yang sulit untuk dia jawab. 

"Ibumu," jawabnya dengan gamblang tanpa ada ragu yang menyertainya. 

"Lalu yang kedua?" 

"Ibumu." 

"Ketiga?"

"Ibumu." 

"Setelah itu?" tanya Malik yang Lila sendiri pun bisa melihat dengan sangat jelas ada helaan napas yang sangat berat untuk itu. 

"Ayahmu 'kan?" Sangat jelas terlihat juga kalau saat Lila menjawab pertanyaan Malik itu ada rasa tak biasa yang sedang mengguncang semestanya dengan sangat kuatnya. 

"Iya, dan ayahmu adalah dia, Faizan Saskara." 

Mendengar apa yang dikatakan oleh papanya saat itu juga Lila merasa kalau dunianya seperti sedang dihancurkan secara paksa. 

"Nggak mungkin, papa pasti bohong 'kan ama aku? Ini semua nggak benar 'kan, Pa?" Sekuat apa pun Lila memberikan desakan untuk ayahnya, tetap saja hal tersebut tidak lebih dari cukup untuk Malik berubah pikiran atas apa yang telah menjadi keputusannya. 

Bukan tanpa sebab juga Malik mengambil keputusan ini, dia hanya takut kehabisan waktu dan tidak punya waktu untuk mengungkapkannya pada Lila. 

Layak seekor kupu-kupu yang dia rawat mulai dari ulat, lalu menjadi kepompong dan berubah lagi menjadi kupu-kupu. Tak peduli setulus apa pun Malik mencintai Lila, tetap saja hal tersebut tidak akan mengubah garis takdir yang telah semesta tetapkan. Arkadewi Kahlila Bagaskara hanyalah keponakannya bukanlah darah dagingnya seperti yang banyak orang tahu saat ini. 

"Apakah papa seperti orang yang sedang bercanda Lila?" Lila tidak lantas menjawab pertanyaan itu secara gamblang, dia tampak menilik dengan sangat tajam ke dalam dua manik mata papanya dan memang tidak ada celah yang mengatakan kalau saat ini Mali k sedang bercanda. 

"Kamu anak Faizan Saskara bukannya Malik Bagaskara."

avataravatar
Next chapter