1 Bab 1

Vote sebelum membacašŸ˜˜šŸ˜˜

.

.

Siang itu, matahari bersinar terik menyinari kota tua yang penuh dengan misteri. Sebagian orang percaya kota itu adalah sumber dari segala mitos, tentang hantu, makhluk immortal dan juga kesuciannya. Banyak yang berpendapat kalau Vatikan adalah Negara yang patut untuk ujin nyali, dipercaya bangunan-bangunan di sini bersemayam makhluk dari dunia lain.

Namun, semua mitos-mitos itu tidak membuat seorang wanita bernama Lumina Andreas ketakutan. Di dalam mobil tua, dia hanya diam memandang keluar jendela melihat bangunan yang sering dibicarakan banyak orang itu. Ini pertama kalinya dia memasuki Negara kecil yang penuh dengan cerita mistis itu. Lumina datang bukan sebagai wisatawan yang akan berkeliling, tapi dia datang sebagai pelayan yang di sebuah istana bernama Sacilsca Severus. Dia harus memenuhi kewajibannya sebagai salah satu anak panti yang diurus sejak kecil, pemilik yayasan memerintahkannya untuk pergi ke Vatikan dan bekerja di salah satu istana yang ada di sana. Uang hasil pekerjaannya akan dikirim ke Milan, tempat di mana dirinya tumbuh besar. Lumina harus membalas budi mereka yang membesarkannya, uang hasilnya itu akan digunakan untuk anak-anak panti yang membutuhkan.

Lumina belum tahu pasti tentang istana bernama itu, dia hanya tahu kalau istana itu milik seseorang, bukan pemerintah. Banyak orang yang membicarakan istana itu, tentang bagaimana suasana di sana yang mencengkam dan menakutkan. Namun, Lumina menepis semua rasa takut itu, semua yang dilakukannya demi panti tempatnya dibesarkan.

Saat mobil yang ditumpanginya memasuki gerbang besar berwarna hitam, Lumina berdoa, berharap dirinya akan nyaman di tempat ini. Karena bukan 1 atau 2 tahun dia akan berada di tempat ini, tapi seumur hidupnya. Itulah konsekuensinya jika dia diterlantarkan sejak bayi, Lumina mengabdikan semua sisa hidupnya untuk pembangunan panti dan menolong anak-anak yang membutuhkan. Mungkin saja dirinya untuk tidak bekerja selamanya, hal itu akan terjadi jika dirinya menikah dengan seseorang yang kaya dan dapat memberikan sebagian uangnya sebagai pengganti dirinya yang bekerja.

"Kita sampai, Nona."

Lumina menarik napasnya dalam. "Terima kasih, Tuan," ucapnya keluar dari mobil. Matanya memandang istana tua yang begitu megah, pohon-pohon besar mengelilingi istana itu. Sebagian titik terdapat padang rumput yang kering, tapi Lumina tidak melihat adanya bunga indah di istana yang megah itu.

Mobil itu kembali bersamaan dengan pintu utama yang terbuka. Lumina segera membereskan penampilannya, dia tersenyum kecil saat melihat penampilannya yang mengerikan, dia hanya memakai baju lusuh yang sudah dia pakai 5 tahun terakhir ini.

"Lumina Andreas?"

"Ya, Nyonya."

"Ikut aku," ucapnya kembali masuk ke dalam istana itu.

Lumina mengangkat tasnya susah payah mencoba menyusul wanita tua yang memakai pakaianĀ  khas maid itu. Saat Lumina masuk ke dalam, dia terpana dengan keindahan istana itu. Langit-langitnya terdapat lukisan para dewa, malaikat dan makhluk-makhluk yang hanya ada di negeri dongeng. Dia menghentikan langkahnya sesaat untuk mengagumi karya yang sangat menakjubkan itu. Berbeda dengan tampilan luar yang terlihat tidak terurus, bagian dalam istana itu sangat indah, bergaya kuno dan klasik.

Suara deheman membuat Lumina tersentak kaget, dia mengalihkan pandangannya pada pelayan wanita yang menatapnya tajam. "Ikuti langkahku."

"Baik, Nyonya," ucapnya segera menyusulnya. Semakin dia melangkah ke dalam, semakin Lumina melihat banyak orang. Di sana terdapat banyak pelayan yang memakai pakaian yang sama, wajah mereka terlihat datar dan tidak bersahabat. Bahkan mereka tidak membalas senyuman kecil yang Lumina berikan.

Wanita tua itu membawa Lumina ke arah belakang istana dan berhenti di sebuah ruangan yang ada di belakang dapur. Dia membuka ruangan itu sambil melihat Lumina dan mengisyaratkannya untuk masuk ke dalam.

Sebuah kamar kecil yang terlihat sangat nyaman ; satu ranjang kecil, satu lemari kecil, cermin yang menempel di dinding, satu kursi yang menghadap ke arah jendela dan kamar mandi yang bersih. Lumina tersenyum, akhirnya dia mendapatkan tempat yang menurutnya layak dan nyaman.

"Ini kamar yang akan kau gunakan selama bekerja di sini, kau akan bekerja sebagai pemetik sayur dan buah-buahan. Kau harus bangun pada pukul 5 dini hari untuk pergi ke kebun belakang dan memetik semua sayur dan buah yang sudah ditulis oleh pelayan lain. Kau harus berada di dekat dapur, jika ada kekurangan bahan, maka itu bagianmu untuk kembali ke kebun. Selain itu, kau juga harus siap diperintahkan apa pun, hal itu dilakukan agar tahu aku harus menempatkanmu di mana. Kau baru bisa istirahat saat tuan besar sudah selesai makan malam, terlepas itu pukul 5 sore atau 11 malam, kau tidak boleh tidur sebelum tuan besar kembali ke kamarnya. Mengerti?"

Lumina menganggukan kepalanya perlahan. "Saya mengerti, Nyonya."

"Bagus, sekarang bereskan barangmu. Kau akan bekerja mulai sore nanti," ucapnya membalikan badan hendak keluar dar sana.

"Tunggu, Nyonya!" wanita tua itu berbalik. "Siapa nama anda?"

"Apa Yohanes tidak memberitahumu?"

Lumina menggelengkan kepalanya, pemilik yayasan panti itu memang tidak memberitahunya dengan rinci. "Aku adalah Dorothy, kepala pelayan di istana bagian dapur. Kau hanya akan patuh padakku, paham?'

Lumina mengangguk, dia menundukan badannya saat wanita tua itu keluar dari kamarnya. Ketika terdengar pintu kamar tertutup, baru Lumina menegakkan kembali tubuhnya, dia mendesah pelan sebelum membereskan barang-barangnya. Hanya ada lima pakaian miliknya, satu handuk dan sebuah bingkai berisi foto dirinya dan teman-temannya di panti.

Hanya dalam waktu lima menit, di sudah menyelesaikan semuanya. Lumina duduk di kursi yang menghadap ke arah jendela itu, memperlihatkan pemandangan bagian belakang istana. Hanya ada pohon besar dan padang rumput kering. Lumina mengerutkan keningnya, dia tidak melihat adanya kebun yang akan menjadi tempat dia melaksanakan tugas.

Saat Lumina merasa kesal, dia melangkah melihat sekeliling kamar. Ruangan ini bergaya kuno, bahkan lampu yang menghiasi atapnya itu berwarna kuning seperti nyala api. Begitupula dengan ranjangnya yang hanya muat untuk satu orang, tempat itu bergaya kuno layaknya kamar zaman dahulu.

Dia tersentak kaget saat mendengar suara ketukan pintu, Lumina melangkah untuk membukanya.

"Hai, aku harap aku tidak menganggu."

Lumina menggeleng. "Tentu tidak."

Wanita itu mengangguk-anggukan kepalanya. "Boleh aku masuk?"

"Tentu saja, masuklah." Lumina mempersilahkan wanita yang seumuran dengannya itu untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Aku Serena," ucapnya memperkenalkan diri, dia membalas jabatan tangannya. "Lumina," ucapnya dengan lembut.

"Aku datang untuk memberikanmu seragam yang harus kau pakai selama bekerja. Mereka member dua, jadi jika salahsatunya kotor kau bisa menggantinya."

"Terima kasih, Serena," ucapnya mengambil kotak hitam yang diberikan Serena, dia menyimpannya di atas ranjang.

"Apa kau nyaman di sini?"

"Ya, kamarnya sangat bagus."

"Syukurlah, kau mungkin tidak akan suka jika tahu bagaimana Dorothy yang sesungguhnya."

Kening Lumina berkerut. "Apa maksudnya?"

"Tidak, lupakan," ucap Serena tersenyum lebar. "Kau punya waktu 2 jam untuk memulai pekerjaanmu."

Lumina terdiam. "Aku harus mengambil buah dan sayur?"

Serena menggeleng sambil tertawa. "Banyak pekerjaan yang lain yang harus kau lakukan, contohnya seperti membantu me-"

"Serena!" Teriakan seseorang menghentikan ucapan Serena, keduanya melihat ke arah pintu tepatnya pada seorang wanita yang terlihat lelah. "Tuan besar datang."

"Secepat ini?"

Wanita itu mengangguk. Tanpa aba-aba, Serena menarik tangan Lumina untuk keluar kamar. Dia segera menyuruh Lumina untuk membersihkan patung malaikat besar yang ada di samping pintu utama. Saat itu pula, Lumina melihat sebuah mobil berhenti di depan pintu utama. Tangannya tetap menggosok patung, tapi matanya melihat seorang pria berjas yang turun dari dalam mobil. Pria itu menaiki tangga dengan tatapan terfokus ke depan.

Lumina yang melihat itu merasa adegan itu seperti slow-motion, semua terasa lambat. Apalagi ketika pria berkacamata itu menatap ke arahnya selama satu detik, Lumina merasakan jantungnya berdetak kencang dengan rasa sakit yang amat mendalam. Dia memegang dadanya erat saat tuan besar dan beberapa pria dibelakangnya melewatinya.

Lumina menarik napasnya saat jantungnya kembali seperti biasanya. Ada yang aneh pada pria itu, aura hitam seakan mengelilinginya. Lumina merasa kalau dia harus menjauh, karena jantungnya telah memperingatkan.

"Ada apa dengan Tuan Besar Lucius?" gumamnya memegang dadanya.

---

Love,

Ig : @alzena2108

avataravatar
Next chapter