webnovel

Suara Mpu Semadya

Pak Yan dan Rei tidak bisa berlama-lama di rumah paman Win dan segera pamit pulang. Paman Win dan Fei mengantar kedua pria kaya itu hingga ke halaman depan.

Setelah Fei kembali masuk ke rumah, dia langsung diberi tatapan kejam oleh Nai sambil tangan Nai menyodorkan layar ponsel di depan matanya.

Fei membaca kalimat di layar itu, huruf-hurufnya dibuat besar, bunyinya: "Gara-gara kau, aku tak bisa berkenalan dengan Kak Rei! Aku dan mamih sampai harus beralasan sakit tenggorokan. Semua gara-gara kau! Kau jalang sialan!"

Mata Fei bergerak-gerak gelisah. Kenapa dia harus disalahkan? Bukan dia yang membuat Nai dan bibi Wen tak bisa bicara, ya kan? Namun, percuma saja karena Nai tak akan perduli. Selama mereka bisa menyalahkan Fei seperti biasanya, maka itu yang akan dilakukan.

"Ada apa?" tanya Ren yang sudah berdiri di belakang Nai.

Mendapati kemunculan Ren, Nai lekas menurunkan tangan dan menyimpan ponselnya dan berbalik ke Ren sambil tersenyum sebaik mungkin sebelum berlalu dari hadapan pria itu.

Sepeninggal Nai, Ren bertanya ke Fei, "Apa yang dia lakukan padamu?"

Tak ingin memberikan kemalangan lainnya pada Nai, Fei terpaksa berbohong, "Tidak, Mas. Dia cuma bertanya kita ke mana saja tadi."

"Ohh? Bertanya? Bagaimana caranya?" Kening Ren berkerut beserta tatapan heran.

"Menggunakan ponsel, dia mengetikkan pertanyaan padaku di sana." Fei mengatur agar wajahnya tidak mengungkap kebohongannya.

"Hm, baiklah." Ren berlalu dari hadapan Fei.

Helaan napas lega muncul di mulut Fei dan dia pun kembali ke kamarnya.

.

.

Hari ini Ren benar-benar tidak mengijinkan Fei untuk mengerjakan apapun. Semua harus dikerjakan keluarga paman Win. Maka, sejak sore ini Fei hanya berada di kamar. Sesekali dia berkirim pesan dengan sahabatnya, Lan.

Ketika datang pesan lain, ternyata itu dari Nai yang menumpahkan umpatan kekesalannya terhadap Fei disertai sumpah-serapah menyakitkan mata.

Fei tak bisa berbuat apa-apa selain mengetikkan kata maaf dan menghela napas atas segala makian yang diberikan Nai di pesan.

Pada malam harinya, makanan sudah terhidang memenuhi meja. Tentu saja itu hasil masakan bibi Wen dibantu suaminya dibawah pengawasan Ren. Sepertinya pria kuno itu tidak terlalu percaya pada keluarga paman.

Entah Ren khawatir makanannya dibubuhi racun atau mungkin diludahi atau dimasuki benda-benda tak layak makan. Dia benar-benar tak ingin kecolongan karena telah memahami karakter dari keluarga paman Win.

Fei makan berdua dengan Ren terlebih dahulu, setelah itu giliran keluarga paman. Ini sungguh berkebalikan dari biasanya. Dulu, mereka akan makan duluan dan setelahnya barulah Fei memakan sisa yang ada.

Kalaupun misalkan tidak ada sisa, maka Fei hanya bisa menahan lapar semalaman. Namun, kini, berkat Ren, Fei tidak perlu lagi khawatir akan mengalami kelaparan di malam hari.

Usai makan, Fei diperintahkan Ren untuk langsung masuk ke kamar. "Biarkan mereka yang membereskan meja makan dan mencuci piring. Kau, Fei, lekas masuk kamar dan belajar."

Menelan senyum canggungnya, Fei pun patuh akan apa perintah Ren. Tanpa Fei ketahui, Ren memberikan ajian pada pintu Fei agar tidak bisa dibuka atau diketuk oleh paman Win dan keluarganya.

Setelah melakukan itu, Ren masuk ke kamar Nai dan mengurung diri di sana. Ia duduk bersila di sudut ranjang dan memikirkan mengenai keluarganya sendiri. Dia rindu namun sedih. Rasanya tak ada yang bisa dia lakukan untuk mengembalikan nyawa semua keluarga tersayangnya.

Bahkan dia saja tak tahu bagaimana kembali ke era dia sendiri. Mungkin dia harus mencapai ilmu kanuragan tertinggi, atau mungkin ini memang sudah merupakan takdir dia harus tetap hidup di era modern begini.

Jikalau memang takdirnya untuk tetap di jaman ini, maka dia harus mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan segala halnya.

Mata Ren menutup tanpa merubah posisi duduk bersila sembari menyandarkan punggung ke tembok. Ingin rasanya dia menangis jika teringat akan ayah, ibu dan adik-adik tercinta. Saat sedang berduka, mendadak saja ada suara kecil di kepalanya. Itu sangat samar sehingga Ren harus benar-benar berkonsentrasi untuk bisa mendengarkannya.

"Gusti Pangeran Mas." Suara itu terus memanggil-manggil dirinya.

"Siapa? Siapa itu?" Ren menggunakan batinnya untuk bertanya. Dalam pejaman matanya, dahi pun berkerut alis bertaut karena heran.

"Hamba adalah Mpu Semadya, Gusti Pangeran."

"Mpu Semadya!" Betapa terkejutnya Ren mendengar pengakuan suara itu. "Mpu! Apakah kau ada di ujung lorong waktu? Mpu! Bawa aku kembali ke jamanku! Mpu!"

"Gusti Pangeran Mas, tenangkan dirimu. Hamba bukanlah Mpu Semadya dalam wujud fisik tapi hanyalah segelintir kesadaran dari Mpu Semadya yang Beliau sematkan ke dalam dirimu sebelum mengirim Paduka Pangeran pergi."

Ren mencerna sedikit demi sedikit ucapan suara di kepalanya itu. Setelah memahaminya, dia memiliki rasa kecewa tak bisa dibendung. Ternyata itu hanya seuntai benang kesadaran Mpu Semadya saja. Gagal sudah mengharapkan dia bisa kembali ke jamannya. "Ada apa, Mpu?"

"Gusti Pangeran Mas, hamba ditinggalkan di diri Pangeran untuk membantu Pangeran apabila Paduka memiliki kesulitan mengenai apa yang telah ditinggalkan oleh saya."

"Ohh, rupanya begitu."

"Gusti Pangeran Mas, apakah Paduka sudah mengetahui bahwa Paduka bisa meningkatkan kekuatan?"

"Ehh? Benarkah? Bagaimana caranya?"

"Dengan melakukan semedi lalu mengambil energi alam untuk dijadikan energi Paduka."

"Apakah metode lama begitu bisa dilakukan di jaman ini?"

"Hamba rasa masih bisa, Paduka, meski sudah cukup tipis energi alam murni. Tapi, setidaknya patut dicoba."

"Hm, aku setuju denganmu, Mpu. Jadi, hanya seperti ketika kita semedi seperti biasa, yah?"

"Benar, Paduka. Prosesnya seperti yang biasa Paduka ketahui."

"Baiklah, aku akan coba. Aku pikir di sini tak bisa melakukannya karena jaman ini begitu modern."

Setelahnya, Ren mendekat ke jendela, membukanya dan mulai duduk bersila di lantai. Menenangkan hati dan mengosongkan pikiran, Ren memusatkan konsentrasinya pada satu titik di pikirannya, yaitu energi alam murni.

Tubuh semua makhluk hidup sebenarnya bisa bersinergi dan memiliki harmonisasi dengan alam sekitar serta mengambil energi alam murni untuk dijadikan energi dalam diri sendiri dimana itu akan memberikan banyak manfaat dan menebalkan kekebalan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit.

Oleh karena itu, memang yang terbaik adalah 'bersahabat' dengan alam agar alam terus bisa memproduksi energi murninya untuk digunakan makhluk hidup semuanya agar kualitas hidup menjadi lebih tinggi.

Saat ini, Ren terus berkonsentrasi untuk mendeteksi adanya energi alam di sekitarnya. Memang samar seperti yang dia perkirakan. Kemungkinan besar itu dikarenakan pengikisan alam seperti perusakan hutan dan berbagai tindakan brutal manusia dalam memperlakukan alam.

Namun, Ren tidak menyerah dan terus mengambil energi alam murni meski tergolong sedikit, tidak berlimpah seperti di jamannya. Tak apa, yang penting bisa digunakan untuk meningkatkan kekuatannya.

Perlahan, ada gelombang energi tipis yang mulai masuk ke tubuh Ren, masuk ke 7 titik cakra yang ada di tubuhnya dan mulai berkumpul di cakra utama di bawah pusar.

Sepertinya setelah ini, Ren akan mulai rajin bermeditasi untuk mengumpulkan energi alam murni.

gmn, kalian suka cerita ini? kalo suka, terus baca dan dukung yak!

jangan lupa masukkan buku ini ke pustaka kalian, yesss!

nanti kalo udah muncul tombol power stone, pls vote, okeiii?

see ya next chapter!

Gauche_Diablocreators' thoughts
Next chapter