webnovel

Penanganan Tambahan

Sepertinya Ren tidak ingin banyak membuang waktu percuma. Dia langsung melangkah mendekat ke Yong dan memegang pergelangan tangan pemuda nakal itu.

Tentu saja Yong sangat mengantisipasi tindakan Ren dan dia menjerit ketakutan. Dia sudah trauma melihat wajah Ren. Di balik wajah tampan dan seperti tak berbahaya, ternyata menyimpan sosok monster yang menakutkan dia.

Namun, Ren seperti sudah mengunci pergerakan Yong yang ingin memberontak. Dia bahkan membentak, "Kau mau sembuh atau cacat selamanya, hah?!"

Ya ampun, diberikan kalimat pilihan bermuatan ancaman seperti itu, Yong tentu saja terdiam dengan segera. Ada yang aneh di kata-kata yang diucapkan Ren. Ingin sembuh atau cacat selamanya? Apakah itu artinya pemuda di depannya ini sedang berusaha menyembuhkannya?

Melihat Yong sudah mulai tenang, Ren berkata, "Kalau kau ingin tanganmu ini sembuh sempurna, patuh dan diam!"

Suara Ren membawa tekanan pada diri Yong, sehingga lelaki muda itu tidak memiliki keberanian untuk membantah. Seakan ada batu sebesar bukit kecil yang menekan kepalanya dan meminta dia untuk tidak bergerak. Ia hanya bisa mengangguk-angguk saja tanpa berani menyahut.

Kemudian, dengan gerakan sederhana, Ren hanya mencengkeram sedikit pergelangan tangan Yong dan menyalurkan energi prana dia ke sana. "Tahan! Jangan cengeng! Kau lelaki!" bentak dia ketika melihat Yong hendak meraung.

Takut jika Ren marah lagi, Yong sekuat tenaga menekan rasa sakit yang dia rasakan saat ini. Tentu saja, tulang patah yang disambung kembali, memangnya itu tidak menyakitkan? Sangat sakit! Tapi, terpicu oleh ucapan Ren, Yong menggigit kuat-kuat bibirnya sampai air matanya mulai menggenang di pelupuk mata.

Setelah itu, cengkeraman Ren mulai longgar di pergelangan tangan Yong dan menggerakkan tangannya secara maju dan mundur seperti sedang mengelus saja di area tersebut.

Segera, rasa sakit itu mulai menghilang meski tidak sepenuhnya. Setidaknya, ini tidak menyengat seperti sebelumnya. Mata Yong sampai membulat lebar. Ia sampai hendak menggerakkan tangan, namun Ren mencegahnya.

"Jangan bergerak!" bentak Ren cepat ketika melihat Yong hendak menggerakkan pergelangan tangannya.

Segera saja Yong membeku dan tak berani bergerak, bahkan untuk sekedar kentut pun tak bernyali.

Ren mengusap sekali lagi area bekas patah yang berhasil dia sambung, lalu berkata pada Yong dengan tatapan mata tajam, "Nanti akan aku beri ramuan obat supaya ini bisa kau gunakan untuk kompres dan … yah, nanti akan aku ajari cara penggunaannya!" Ren rasanya malas menjelaskan panjang lebar di depan banyak orang saat ini.

Yong hanya manggut-manggut sambil melongo. Betapa ajaibnya sentuhan Ren tadi. Hanya dengan beberapa kali elusan saja dan tulangnya sudah tersambung? Kalau ini di rumah sakit, kira-kira butuh berapa bulan?

Kemudian, perhatian mata Ren beralih ke Zen, si ketua genk. Zen yang ditatap pun merasakan hatinya melonjak. Tadi dia sudah menyaksikan sendiri apa yang Ren perbuat pada anak buahnya, Yong.

Keringat dingin mulai menyeruak keluar bermunculan di pori-pori tubuhnya, merasa kini saatnya giliran dia yang ditangani. Meski sepertinya Yong tidak lagi mengalami rasa sakit, namun penyembuhan itu tetaplah harus menjalani segala sakit. Itu terlihat jelas dari bagaimana Yong berjuang menahan ketika disembuhkan.

Sebenarnya, Ren tidak perlu membuat pasiennya ini kesakitan ketika disembuhkan, namun dia secara khusus membiarkan keduanya harus melalui rasa sakit ekstra karena di memori yang dia ambil dari Fei, dia mendapati dua pemuda itu beberapa kali mengganggu Fei.

Anggap saja ini pembalasan spesial dari Ren. Ingin merasa nyaman ketika disembuhkan? Enak saja!

"Sekarang giliranmu." Ren mendekat ke ranjang tempat Zen berbaring di UKS. Ada senyum samar tercetak di wajahnya dan di mata Zen, itu bagaikan senyuman iblis sebelum menyiksa manusia.

Zen mulai ketakutan. "Ti-Tidak, jangan … aku mohon, tak usah … aku … aku ke rumah sakit saja!" Dia memilih disembuhkan di rumah sakit meski harus berbulan-bulan, tak masalah. Setidaknya, di rumah sakit tidak akan ada penanganan sampai menimbulkan rasa sakit. Yah, dia sudah pernah beberapa kali mengalami patah tulang sebelumnya akibat tawuran.

Sayang sekali, sepertinya ketua genk yang sangat ditakuti banyak sekolah di setengah wilayah kota ini ternyata sangat takut jika kesakitan.

"Kenapa? Aku ini akan menyembuhkan kamu, jadi tak perlu takut begitu." Ada seringai tipis di bibir Ren saat mendekat ke tepi ranjang Zen. Tak ada yang melihat kecuali Zen. Atau … Zen hanyalah berkhayal terlalu tinggi saja?

Belum sempat Zen mengatakan apapun lagi, tangan Ren sudah mencekal tulang kering dia. "Aarrghh!" Antara kaget, takut, dan sakit … Zen berteriak.

"Hei, sepertinya kau lebih cengeng dibandingkan anak buahmu," ejek Ren dengan pandangan datar dan dingin. "Memalukan."

Ingin sekali Zen memukul kepala Ren jika dia tak ingat bagaimana pemuda itu begitu mudah mematahkan tulang seseorang hanya dengan memegangnya secara sederhana. Maka dari itu, tak ingin dia mengalami patah di bagian lainnya, dia hanya bisa menelan kekesalannya atas ejekan Ren.

Karena tidak ingin lagi mendapatkan ejekan yang memerahkan telinga, maka Zen berjuang menahan sakitnya. Padahal, kalau boleh jujur, dia ingin sekali meraung keras-keras tak perduli jika suaranya akan menembus langit lapis kesembilan sekalipun.

Tapi, dia teringat ejekan Ren dan terpaksa menggigit bibirnya kuat-kuat seperti yang tadi dilakukan Yong, ditambah kedua tangan mencengkeram erat seprei di bawahnya. Tak puas dengan seprei, tangannya meraih bantal untuk diremas sekuat tenaga.

Zen bertanya-tanya, apakah pemuda di sampingnya ini benar-benar ingin menyembuhkan atau menambah deritanya? Keringat dingin semakin bercucuran membasahi seragam kucelnya.

Sama seperti yang tadi dilakukan pada Yong, tangan Ren hanya perlu mengelus dan mengusap beberapa kali di area yang patah usai diremas sebentar.

Sebenarnya, remasan itu hanyalah siksaan tambahan saja dari Ren untuk Zen dan Yong tadi. Andaikan semua orang mengetahui niat ini, entah akan seperti apa ekspresi wajah mereka. Dokter yang menyakiti terlebih dulu pasiennya sebelum benar-benar menyembuhkannya.

Rasanya bantal di cengkeraman sepuluh jemari Zen sudah hampir jebol mengeluarkan isinya ketika akhirnya Ren selesai melakukan peremasan pada tulang keringnya. Tubuh Zen sudah basah kuyup akan keringat.

Ren melirik ke Zen sambil berkata ringan, "Maaf, remasan tadi memang harus dilakukan sebagai standar umum pengobatanku untuk patah tulang."

Zen ingin berteriak dalam hatinya: kau sengaja! Kau pasti sengaja, ya kan?! Kau meremasnya lebih lama ketimbang pada Yong! Omong kosong saja alasanmu itu!

Mengetahui adanya gejolak atau fluktuasi di benak Zen, Ren segera menatap tajam ke pemuda itu. "Kau tak percaya padaku?"

Zen langsung membeku, terkesiap karena isi pikirannya seolah diintip Ren baru saja. Apakah pemuda itu juga bisa membaca pikiran seseorang? Menakutkan! Monster! Mengakibatkan Zen bergidik merinding tanpa bisa ditahan. Kenapa dia sampai berurusan dengan monster seperti Ren? Seolah dia sudah menendang tembok baja.

Next chapter