1 1. *Joko

HIDUP BUKAN UNTUK KAYA, NAMUN HIDUP PERLU KAYA. HIDUP BUKAN UNTUK CINTA NAMUN HIDUP MEMERLUKAN CINTA.

"Jadilah dirimu sendiri, agar kau tau makna dari hidupmu itu."

"Mengapa Jawa saja yang dianggap lebih maju dari pulau-pulu lainnya di Indonesia?" pertanyaan ini menguasai kepala Pak Joko.

Terik mentari siang ini begitu menyengat hingga menembus tulang tulang punggung. Tebalnya safari hijau Pak Joko tidak mampu menghalau panasnya. Keringat mengucur di dahi dan keningnya. Dibalik bleszernya hasil metabolisme itu menari turun tanpa meresap di kain , karena kain bleszer sudah tidak mampu menyerap lagi. Muka kuning langsatnya memerah menahan panas. Motor L-2 SUPER kesayangannya melaju pelan di bawah kendalinya.

"Saya duluan ya Jok…." Rofik, teman mengajar di SMK PANCASILA itu menyapa sambil berlalu dengan Supra X-nya.

"OK.."jawabnya mantap sambil tersenyum.

Semangat kerja kerasnya tidak pudar walau berada di daerah terpencil Jamantras ini. Daerah ini disebut Jamantras itu ada sejarahnya, konon dulu daerah ini adalah hutan yang belum berpenghuni. Sekitar tahun 1970-an baru dibuka atau sebut saja dirambah karena pendatang dari Jawa sebagian memasukinya tanpa mengikuti program transmigrasi.

Masa pembabatan hutan atau dikenal juga dengan penebangan hutan ini disebut Jamantras, yang menurut asal-asul kata terdiri dari 2 suku kata yaitu Jaman atau masa (waktu/tahun) dan Tras yaitu maksudnya transmigrasi dari bahasa Jawa. Hingga sampai sekarang masih dikenal Jamantras meski sudah berganti dengan nama desa Muara Burnai I dan II.

Sekarang daerah ini sudah ramai penduduknya apalagi sejak pemberlakuan otonomi daerah, tapi masih berpola kedaerahan. Namanya juga daerah bukaan rakyat dijadikan tugu-tugu pembangunan dimana mereka hanya menjadi saksi tanpa menikmati penuh pembangunan daerah penghasil getah karet ini. Biaya pembangunan yang muncrat-mancrit di jalan birokrasi dan mungkin sebab dan mengakibatkan jalan Lintas Timur Sumatra ini dadal-dual baca penuh lubang seperti bekas komedo di seputar hidung begitu membludak.

"Jalan di sini rusak karena motor kecil, walaupun yang lewat di jalan ini dari sedan hingga pusso, tronton, dan mobil pengangkut mobil, alat berat, juga beton jalan layang. Sering lewat pula mobil pengangkut beton paku bumi untuk jembatan itu." Kata Pak Mansur tetangga Joko yang sejak tahun 1975 sedah menetap di sini.

"Kok bisa begitu Pak ?" sambil nyengir Joko bertanya padanya.

"Ya iyalah….." sahut Pak Mansur.

"Jalan ini jalan Provinsi tapi materialnya bukan yang berkwalitas. Bagus hanya awalnya saja. Jalan dari cor beton yang kokoh, begitu rusak diganti aspal biasa. Asli tapi palsu. Ya apalagi kalau bukan agar cepat dapat duit. Kalau cepat rusak kan cepat turun dana. Ya kan…." Terang Pak Mansur lebar. Ya…mungkin saja.

Tapi sudahlah itu urusan penguasa, biar saja dianggap bodoh wong mereka cuma berfikir perut sendiri tanpa kesadaran membangun daerahnya atau bangkit dari pengaruh imperialisme local yaitu "korupsi".

Pak Joko begitu biasa dipanggil oleh siswa SMK Pancasila, sebuah sekolah swasta di Jamantras ini yaitu di lorong R 8, atau sekarang telah resmi menjadi Muara Burnai I lorong R 8. Dia dikenal guru yang kuat dan sabar, bagaimana tidak dia bisa bersabar menghadapi siswa-siswa yang nakal dan tak mengenal sopan-santun, menghadapi mereka hanya dengan sabar karena keras dan tegas kepada mereka hanya berakibat buruk untuk diri sendiri. Bisa- bisa pulang dihadang mereka dengan seragam tapi golok dan senjata lain di tangan bukan lagi pena dan buku.

Cek…cek….cek….itu biasanya siswa dari keturunan orang kampung sebutan untuk penduduk asli OKI ini. Karena sebagian penduduk asli merasa bagaikan dijajah oleh pendatang yang pandai bercocok tanam dan kebanyakan sukses. Hanya beberapa keluarga yang masih bertahan di desa bergabung dengan pendatang dari berbagai belahan tanah Jawa, Bali bahkan perpaduan Sumatra (Medan, Padang, Lampung, dll). Kerasnya penduduk asli yang rata-rata masih memegang kuat identitasnya baik pendidikan maupun kehidupan sosialnya terhadap para pendatang, membuat para pendatang menjaga jarak dan sikap, jangan sampai berurusan dengan mereka.

"Pokoknya jangan cari urusan dengan "wong mbelong"(sebutan untuk keturunan asli OKI dan ONYI). Banyak bahaya. Kalau yang baik ya baik biasa seperti kita. Tapi yang jahat, ada masalah dikit dengan suku lain, pegang golok dia." Cerita Pak Mansur

"Tapi kawan-kawan saya ngajar itu baik-baik Pak. Tapi ya…memang rata-rata agak keras dan suka terbuka atau katakanlah blak-blakan gitu." Sanggah Joko.

"Ya itu tadi....mereka baik untuk orang-orang tertentu. Bisa dikata milih…tapi pada umumnya selama tidak punya masalah relative baik."imbuh Pak Mansur.

"Tapi tak sedikit para pendatang ini merasa harus ikut kebiasaan mereka. Contohnya berbicara "cak melawan" bahasa mereka (seperti melawan) kepada orang lain/asing agar tidak berani meremehkan atau berbuat jahat kepadanya." Terang Joko.

"Tapi ada benarnya loh, cak melawan ini diterapkan. Ya agar orang yang akan berbuat jahat pada kita enggan lalu mengurungkan niatnya." Joko melanjutkan kalimatnya.

Pak Mansur hanya terdiam

Tak heran jika guru lebih lemah dari muridnya. Tapi mana mungkin guru mau membalas curang pada muridnya. Undang-undang perlindungan anak telah terbit tapi undang-undang keselamatan kerja profesi guru belum dipikirkan.

Tuntutan-tuntutan pada guru terus di gencarkan. Mulai dari ijasahnya, RPP, tuntutan nilai siswa, dan tanggung jawab secara moral maupun material terhadap pemerintahan khususnya pemerintah setempat. Wussssh ....busshhhet dah….pendidik itu berat.

Dari tahun ke tahun pendidikan di wilayah Indonesia terutama di luar Jawa perkembangan dan pertumbuhannya masih kurang signifikan.

Sistem, daerah, bentuk geografis dan situasi memang menjadi faktor penentu, sangat beda dengan Jawa yang menurut teman Pak Joko lebih baik dan lebih bagus dari Sumatra, baik pembangunan suprastruktur maupun infrastruktur pendidikan. Disana sudah menggerakkan pembangunan ke atas sejak awal tahun 2000-an, bukan hanya sekedar karena area sempit tapi efisiensi dana dan pengawasan. Pelaksanaan pembelajaran juga hemat waktu penjangkauannya. Dari segi pengembangan sekolah disana sejak tahun 2000-an juga mulai mencanangkan program kelas unggulan dan akselerasi atau percepatan kelas. Penggerak dan pelaku pendidikanpun jauh lebih baik, mereka punya attitude kerja dan terpenting kode etik guru. Sinergi kompetitif yang membudaya. Adat persaingan kerja yang terus berkembang.

Pak Joko sendiri belum pernah lihat rumput di atas pulau Jawa apalagi menghirup udaranya.

"Mungkin suatu hari nanti aku juga dapat melihat Jawa." Gumamnya dalam hati

"Mengapa Jawa saja yang dianggap lebih maju dari pulau-pulu lainnya di Indonesia?" pertanyaan ini menguasai kepala Pak Joko.

Walaupun sebenarnya dia keturunan Jawa juga. Ibunya asli Subang Jawa Barat, ayahnya keturunan Madiun dan Pekalongan. Tapi keluarga mereka telah pindah ke Sumatra sejak tahun 1973 secara berpindah-pindah baru tahun1979 menetap, keluarga ayahnya di Tugu Mulyo (yang mana waktu itu masih sangat luas wilayahnya tapi penduduknya belum banyak sekarang sudah di pecah menjadi 4, Tugu Mulyo, Tugu Agung, Tugu Jaya dan Bumi Agung, dan keluarga dari ayahnya sekarang disebut Tugu Agung) sementara keluarga ibunya menetap tahun 1983 di Jahe. Orang tuanya menikah dan bertempat tinggal di Muara Burnai I ini.

Sejak kecil dia rajin belajar, sehingga orang tuanya sangat mendukung keinginannya untuk melanjutkan di SMA unggulan di Kayu Agung. Joko kecil gemar menabung hingga dewasa bisa digunakan untuk biaya masuk kuliah di PGRI Palembang hingga tamat S1.

Tapi sebelum tamat dia sudah nyambi ngajar Pramuka dan kegiatan sekolah lain pada waktu libur kuliah. Jadi dia tidak lagi asing dengan kelas tempat mengajar beserta siswa yang duduk di dalamnya.

Mengajar adalah cita-citanya sejak kecil, menurutnya itu lebih baik daripada pekerjaan lain. Selain itu keinginannya memajukan daerahnya yang masih termasuk pelosok dan jauh dari sentuhan pendidikan.

"Pokoknya saya mau jadi guru saja Pak. Walaupun gajinya tidak seberapa tapi perjuanganya pasti bisa sedikit mengubah Jamantras ini menjadi daerah maju." Kata Joko pada orang tuanya.

"Terserah kamu nak….selama bapak mampu nak kemanapun tak turuti."janji ayahnya pada Joko waktu masih sekolah.

Banyak anak putus sekolah karena kurang biaya, tempatnya yang jauh dan fasilitas pendidikan lainnya.

"Masyarakat sini masih banyak yang kurang suka menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi. Ada yang tergiur dengan penghasilan nyadap getah karet yang menjanjikan serta kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung pendidikan tinggi. Karena memang banyak contoh anak-anak sekolah tinggi ujung-ujungnya nganggur juga." Tutur ayah Joko

"Kamu harus temen-temen kalau mau sekolah, yang bener dan serius. Jangan mudah tergoda apalagi dengan perempuan." Lanjutnya.

Minat belajar anak dan dukungan keluarga terhadap pendidikan terutama pendidikan tinggi memang agak kurang bagi masyarakat sekitar. Mungkin karena masih banyaknya pekerjaan yang tidak memerlukan ijasah. Mengandalkan kekuatan. Seperti berkebun, mengerjakan sawah, buruh PT dan nyadap getah karet.

Padahal semua itu tergantung yang bersangkutan ingin berjuang di jalur mana. Ingin berjuang hidup di jalur pertanian, perkebunan, atau di bidang pemerintahan, pendidikan, atau berwirausaha. Ada yang ingin memanfaatkan ijasahnya, ada pula yang ingin memanfaatkan keahliannya saja. Karena ada juga orang yang lulusan sarjana matematika tapi juga agli dagang, dan akhirnya memilih jadi pedagang.

Ada juga orang tua yang mengirim anaknya ke Jawa dan di sekolahkan di sana sampai perguruan tinggi atau sekedar belajar ngaji di pondok pesantren. Alasan utamanya pasti mengenai kondisi, sarana, dan tingkat kwalitas sekolah yang lebih rendah di banding Jawa.

Citra gurupun masih dianggap kurang jika dibanding dengan Jawa. Tapi sekarang sudah lebih baik di banding 5 atau 10 tahun silam. Banyak sekolah negri dan swasta bersaing menunjukkan kwalitasnya. Tak sedikit anak didiknya yang berhasil menempuh pendidikan sarjana di perguruan tinggi negri nasional.

Di sini, sekolah tempat Pak Joko bekerja adalah sekolah swasta yang mutlak dikuasai kepala sekolah.

Sekolah swasta memang rata-rata jauh dengan sekolah negeri. Secara manajemen maupun fasilitas. Tapi kalau di kota sekolah swasta malah sekolah yang bagus.

Beban input siswa sangat berpengaruh. Sejauh ini belum ada usaha dari pihak pengembang sekolah untuk mengusahakan peningkatan nama baik dan prestasi untuk menggait siswa. Kesan melindungi siswa yang bagaimanapun bentuknya begitu menonjol, bahkan sering menjadi penadah siswa "buangan" dari sekolah negri yang dianggap bandel dan tak bisa ditolerir lagi atau jumlah alpanya melebihi kuota. Kenakalannya sudah sulit dikendalikan oleh guru dan pihak sekolah.

Sebenarnya bisa pihak pengembang mengambil jalur di atas sekolah swasta dengan sistem dan program nyata sekolah untuk peningkatan mutu pengajaran, pelayanan baik dari segi ketertiban dan keaktifan baik guru maupun siswa. Tapi pandangan Pak Joko ini tidak di gubris oleh pucuk pimpinan sekolah di SMK PANCASILA. Katanya itu terlalu teoritis karena keadaannya daerah ini berpenduduk yang masih kurang cara pandangnya terhadap pendidikan, dan pernyataan itu memang benar.

"Kesadaran itu memang membutuhkan waktu." Kata Joko meredam hati.

Penduduk daerah ini masih terlalu kolot mengenai cara pandamg dunia pendidikan. Daripada uang untuk membiyai sekolah anak mending untuk beli ladang karet, yang nanti bisa digunakan untuk modal jika sudah menikah. Tapi kalau membiayai pendidikan anaknya sayang, mereka pikir uang itu hilang sia-sia.

Adakalanya orang tua pengen menyekolahkan anaknya dan cukup mampu tapi anaknya malas sekolah karena di lingkungannya banyak anak putus sekolah dan lebih senang dengan kehidupan bebas tanpa batas yang bergelar "sampah masyarakat".

Inilah sebab daerah Sumatra rawan karena tingkat social dan pendidikan begitu rendah. Kesadaran untuk kerja keras lemah, sebagian penduduk asli merasa cemburu dengan para pendatang, sebagian penduduk pendatang mencari jalan pintas keberhasilan.

Majemuk memang suku budaya dan agama tapi pemikiran mengenai pendidikan masih belum berkembang. Banyak guru datang dari Jawa dan dari kota-kota seperti Kayu Agung, bahkan dari Palembang.

##

Ranti adalah salah satu guru di SMK Pacasila yang dekat dengan Joko. Dia gadis keturunan Jawa. Lahir di Sumatra membuatnya tidak memahami bahasa Jawa dengan baik. Taunya hanya nggih dan mboten. Ya atau tidak.

Masyarakat Jawa yang tinggal disini umunya tidak menggunakan bahasa kromo atau Jawa Halus hanya orang-orang tua dan beberapa pemuka yang masih menggunakannya. Jika ada pengajian di daerah, ustad atau penceramahnya akan menggukana bahasa Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan kaum muda di sini tidak fasih menggunakan bahasa Jawa halus atau yang dikenal kromo inggil.

Ranti sangat perhatian dan perduli pada Joko.

Sudah menjadi gossip bahwa mereka pacaran. Dimanapun Joko ada maka Ranti akan berusaha mengikutinya. Dia adalah adik kelas Joko.

Karena perhatian dan kebaikan Ranti akhirnya Jokopun menyukainya. Hingga kahirnya mereka jadian.

Jika keduanya berjalan atau sedang ada raopat maka mereka bersebelahan. Guru-guru di sekolah ini memanggil mereka bapak dan ibu neegara.

Pada suatu pertemuan jika Joko mendapat banyak tekanan atau sanggahan atas pernyataan ataupun kinerjanya dipertanyakan oleh rekan guru lain. Maka di forum itulah Ranti melindunginya.

Mereka saling menjaga dan melindungi.

Ranti adalah wanita yang cantik, tidak suka bermake-up tebal. Dia pandai bergaul dan memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik, dengan siapapun.

Hubungan mereka nampaknya semakin akrap. Baik Ranti maupun Joko sudah saling mengenal antar keluarga. Sejauh ini belum ada tanda-tanda untuk lebih serius.

Mereka nampaknya masih menikmatiperan mereka masing-masing. Karena keduanya masih sama-sama honorer.

Pada segi ekonomi bukan hal yang berat sesungguhnya namun. Pendirian Joko yang tidak ingin menyusahkan orang tua yang telah membesarkan hingga mengkuliahkannya. Dia ingin dalam pernikahannya kelak dia tdak lagi membebani keluarga secara ekonomi. Sesungguhnya gajinya juga lumayan. Namun bukan hanya sekedar gaji, dia ingin membanggakan orang tua terlebih dahulu. Kesannya puas jika sudah mendapatkan NIP.

####

Masyarakat suku Jawa yang datang sejak tahun 1970-an atau 1980-an baik transmigrasi maupun pindah sendiri dan merambah hutan sendiri rata-rata berpendidikan SD atau bahkan tidak tamat SD. Hingga beranak pinak di Sumatra khususnya Lempuing-Lempuing Jaya ini kurang memperhatikan pendidikan yang menjadi kepentingan utama adalah kekayaan.

Atau kalau bisa dijelaskan kegiatan untuk mencari makan dan harta benda menjadi sangat utama baik melalui sektor pertanian maupun perkebunan.

Apalagi sejak dirintisnya perkebunan karet mulai akhir tahun 1990-an atau awal tahun 2000. Dan sebelum tahun 2010 lalu harga karet perkilonya mencapai 20 ribuan. Orang tua meninggalkan anak-anak usia dini maupun usia sekolah sebelum Adzan Subuh untuk pergi menyadap ke kebun karet, baik buruh maupun ladang sendiri. Banyak anak-anak usia sekolah SD harus berkemas untuk kesekolah sendiri. Sebagian mungkin dari mereka ini ada yang bisa mandiri, tapi sebagian lagi mandiri tapi tidak rapi. Kondisi ini mungkin bisa menyebabkan siswa jadi malas sekolah karena control dan pengawasan orang tua yang kurang. Bahkan bisa jadi untuk anak sekolah setara SMP dan SMA menjadi malas sekolah. Karena kalaupun mereka bolos orang tua mereka juga tidak tau.

Hal inilah yang menyebabkan banyak anak malas sekolah toh pada akhirnya pendidikan juga untuk mencari pekerjaan (bagi sebagian orang).

Karena background di ataslah Pak Joko sangat berharap untuk meningkatkan jumlah siswa masuk pertahun sekolah mampu meningkatkan kedisiplinan dalam pembelajaran.

Mungkin bila dianggap perlu bisa secara bertahap. Contoh disiplin dalam masuk sekolah dan minimal 3 kali alpa mendapat teguran dari wali kelas. Kalau tidak di indahkan oleh siswa maka guru bisa minta bantuan pada guru BK untuk menindak lanjuti.

Tapi bila tidak jera maka wali kelas memanggil orang tua siswa. Maksimal panggilan adalah 3 kali dan terakhir adalah perjanjian bila siswa tidak berubah maka dikelurkan oleh sekolah.

Berikutnya tertib dalam belajar,bila sudah waktu belajar harus sudah siap di kelas bukan guru yang menunggu tapi siswa. Begitu juga sebaliknya guru harus member contoh kedisiplinan kepada siswa. Guru harus datang tepat waktu, waktunya masuk ya segera masuk, intinya lebih meningkatkan kesadaran dan kwalitas diri sebagai guru.

Ide ini sudah disampaikannya di saat rapat pembinaan KepalaSekolah.

"Ya ditunggu saja peerkembangan masyarakatnya Pak Joko, pasti nanti kalau sudah maju bisa mewujudkan sekolah yang dimaksud. Pastinya sesuai perkembangan zaman." Kata kepala sekolah.

Itu artinya kita menunggu bukan berusaha dan menyongsong masa depan lebih baik lagi. Yah…. Sudahlah memang sudah tradisi…

Dari tahun ketahun sekolah tempat Pak Joko mengajar kurang ada peningkatan. Sekarang sudah 14 tahun berdiri dari 2 lokal menjadi 6 lokal saja. Yaitu 5 lokal kelas, dan 1 lokal ruang guru dan kepala sekolah. Memang jumlah siswa bertambah untuk 2 tahun ajaran ini. Tapi tidak seberapa dibanding sekolah swasta lain apalagi sekolah negri. Karena laju pertumbuhan penduduk di sini sangat pesat hampir 50% pertahun. Mulai dari pendatang , pindahan dan kelahiran. Usia perkawinan rata-rata penduduk suku Jawa antara 16-20 tahun, sedang penduduk asli antara 23-35 tahun baru menikah. Kelahiran inilah yang cepat meningkatkan pertambahan penduduk. Tapi buktinya siswa yang masuk tidak sebanding dengan laju pertumbuhan penduduk.

Sebagai wakil kesiswaan di sekolah ini Pak Joko merasa cemas. Bagaimana tidak pertambahan anak-anak di sini harusnya secara otomatis menambah jumlah peserta didiknya. Sayangnya anak-anak tadi memilih sekolah lain yang memang bagus lebih satu tingkat dari sekolahnya. Tapi dia hanya bisa berharap ada kesempatan untuk memajukannya. Tiap rapat tak hentinya dia mengumandangkan pendapatnya agar kepala sekolah dan teman-teman bisa sedikit ingat dan berkenan memikirkannya. Walau pendapatnya sering jadi perbantahan di ruang rapat maupun di balik dinding kantor atau bahan gosip. Makin kuat keinginan Pak Joko untuk menggolkan prinsipnya makin ganas pula tendangan-tendangan super dari rekan-rekan maupun kepala sekolah. Rata-rata guru-guru di SMK PANCASILA ini prioritasnya sederhana datang ngajar sebagai kewajiban dan menjalaninya sambil menunggu gajian. Tak ada greget untuk menunjukkan professional mengikuti perkembangan pendidikan dan membuat gebrakan agar mengidentifikasi sekolah yang beda dengan yang lain.

#####

"Sebenarnya saya setuju dengan keinginan Pak Joko, itu bagus berarti kita mengikuti perkembangan dan bisa jadi daya tarik untuk input…"kata salah satu di antaranya.

"Iyo Buk Ines, saya juga tau maksudnya, tapi alangkah ribetnya. Bikin RPP beserta lampiran-lampirannya ditambah harus nyiapin materi dan alat peraga. Gaji kita tak cukup untuk itu semua…"

"Dilema memang Buk Tari yooo…"

"Coba Ibuk pikir, harusnya yang ikut pelatihan-pelatihan itu tidak tertumpu pada Pak Nandar selaku wakil kurikulum. Guru MAPEL harusnya ada yang diikutkan. Kalau guru maple tidak ada yang pernah ikut mana mungkin bisa terlaksana. Taunya hanya dari katanya-katanya…." Terang Bu Tari Nampak menahan diri agar tidak ada yang dengar.

Tapi Pak Joko tersenyum karena mendengar di belakang ada barisan yang sesungguhnya mendukung itu. Sambil berlalu dia melangkah dengan mantap dan lebih yakin

"Jangan keras-keras Buk Tari gek dinding sekolah ini bersuara….."seru Bu Ines sambil merangkul Bu Tari.

"Hahahahahaha…." Tapi berdua mereka malah kompak tertawa.

Hidup memang unik apapun komunitasnya sesungguhnya watak dan perangai manusia sama. Di antara orang-orang yang otoriter ada orang-orang yang mengalah demi kebaikan. Bukan hanya karena takut. Cari aman istilahnya. Dengan mengalah situasi akan kembali menjadi normal. Bukankah Allah adil dalam membagi riskinya, takkan terhalang maupun tertukar dengan siapa saja. Subhanallah…

Hingga pada suatu rapat pembinaan kepala sekolah, setelah kepala sekolah bertele-tele menceritakan kembali berulang-ulang tentang perjuangannya merintis sekolah dan mempertahankannya sampai sekarang. Sungguh beliau, Pak Ibrahim namanya, adalah seorang yang memahami cultural masyarakat di Jamantras ini.

"Syair lama dilantunkan kembali!" bisik seorang guru pada kawannya

Dan kawannya menjawab dengan senyuman.

Kemudian Wakil Kurikulum mengumumkan bahwa ada pelatihan kurikulum 2013 di SMK N I LEMPUING JAYA sebagai tuan rumah pelaksanaan karena di sekolah itu yang sudah melaksanakan K-13 sejak 2014

"Mungkin yang mewakili sekolah cukup saya dan Pak Joko saja." tegas Pak Nandar.

Kontan Bu Ines dan Bu Tari saling berpandangan sambil mencibirkan bibirnya.

"Cak takut nian kalau kito ni lebih pandai dari dio! Galo-galo dio tulah…!"

"Iyolah Bu Ines biar pacak dio membanggakan diri cak pahlawan sekolah!"

Begitulah kebiasaan di sekolah ini. Belum siap betul atasan menerima keterbukaan dan demokrasi guru. Hak prerogative merupakan monopoli yang mengakar tanpa batas menjadi budaya. Guru biasa tidak punya kekuatan apa-apa. Akan lebih baik mencari jalan aman dengan diam dan pura-pura tidak tau apa-apa, dari pada dicurigai mengincar kedudukan yang mengancam kekuasaan atasan. Memang cenderung pasif tidak ada persaingan antar guru yang menunjukkan keprofesionalismenya atau kemahiran masing-masing atau hanya sekedar nebeng tenar dengan atasan. Nampak sederhana dan tenang. Ya…memang bagus itu nampak terlihat bahwa sebagai bawahan mereka yakin akan kemampuan mereka menjadi pemimpin.

Memang hidup pada sisi tertentu seperti pembohongan terhadap diri sendiri. Kebaikan dan keburukan itu tergantung yang menilai pada sisi masyarakat. Namun dengan dasar keimanan bahwasannya dilarang su'udzon atau berprasangka buruk pada orang lain. Bahkan menilai seseorang itu burukpun tidak diperbolehkan. Sebagai monitor hati berpegang teguh pada prinsip-prinsip keimanan hati agar selalu berfikir positif. Subhanallah…..

Sebegitu mudahnya hidup jika bertumpu pada Qur'an dan Hadist yang menjadi dasar Islam itu. Namun tidak mudah bagi badan untuk menjalaninya. Karena hati yang hanya segumpal darah yang kedudukannya selalu berubah, dan tak bisa dijajaki. Bahkan diriwayatkan bahwasannya tidak ada seseorang yang mampu membaca isi hati seseorang dengan benar. Mudahnya hati tertutup dari hidayah Allah, maka diwajibkan bagi hamba Allah untuk istikomah, senantiasa menyebut Asma Allah. Agar hati dan lisannya senantiasa dibimbing Allah. Sehingga terpelihara keimanannya. Aamiin.

######

Beberapa guru di OKI selesai mengikuti tes CPNS K2. Tahun 2014, hasil seleksi K2 diumumkan. Beberapa orang tidak lulus. Salah satunya Pak Muhaimin, guru senior SMK PANCASILA yang sudah berusia 45 tahun. Rekan-rekan seumuran yang masuk pada tahun-tahun 2008an akan dilantik pada tahun 2015 mendatang.

Akhir periode pemerintahan SBY ini juga ada tes CPNS jalur umum yang di adakan tiap tahun. Tapi semua guru SMK PANCASILA yang sudah ikut tes dari yang tahun 2014, atau yang sebelum-sebelumnya juga belum ada yang lulus. Beberapa tahun kemudian diadakan tes lagi, dan beberapa guru ada yang lulus. Namun karena formasi yang dipilihnya akhirnya mereka pindah pada instansi yang dipilih itu.namun beberapa juga belum lulus.

Waktu itu Joko sudah passing grade, namun saying dia gagal pada tahap wawncara. Tahun berikutnya ada tes CPNS untuk pendidikan namun sayangnya formasinya banyak yang tidak sesuai. Banyak guru yang tidak dapat mengikuti tes karena formasi tidak linier dengan pendidikan mereka.

Kalau dibilang guru ini tidak kompeten, tentulah tidak terima. Karena kemampuan kita mengajar bukan tergantung dari kelulusan tes. Kadang juga unsur keberuntungan. Walaupun tesnya tertulis biasa bukan sistem CAT. Hanya di daerah-daerah tertentu saja yang sudah CAT.

Keberuntungan belum berpihak kepada guru-guru honorer baik pada sekolah ini maupun seluruh INDONESIA. Karena setelah 2014 dan bergulirnya pemerintahan SBY , dan dilantiknya Jokowi sebagai presiden dan Yusuf Kalla sebagai wakilnya, dihapuskanlah tes CPNS. Hmmmm…..ini sungguh berat untuk guru honorer. Bahkan lebih berat untuk guru honorer di luar Jawa. Seperti di Sumatera Selatan Kabupaten OKI ini, termasuk di daerah Lempuing Jaya ini. Selain medan yang kurang mendukung kultur masyarakat juga kurang berminat pada pendidikan.

Pada tahun 2018 CPNS untuk Pendidkan terakhir, setelah itu entah kapan akan dibuka lagi. Sayang sekali Joko belum beruntung karena formasi tidak tersedia.

avataravatar
Next chapter