webnovel

Dewa Weeboo

Kimansu masih memandang curiga. Sosok yang mengaku dewa itu lebih mirip salesman panci daripada dewa seperti yang ada di TV. Setelah duduk di kursi pun, Dewa bersetelan rapi itu masih juga menawarinya seperti pelaku MLM.

"Bagaimana penawaranku? Menarik bukan?"

"Ogah!"

Seberapa kalipun Kimansu menolak, dewa itu justru semakin cerewet.

"Kamu nanti dapat kekuatan besar, dapat skill, sihir, mecha! Kapan lagi bisa dapat mecha?"

Kimansu diam. Dia menengok kesana kemari untuk memberi kesan bahwa dia sedang pura-pura tuli.

"Ayolah, kapan lagi bisa ke dunia lain? ketemu loli!"

Kimansu tidak tahan. Dia menggebrak meja dan melontarkan satu-persatu pertanyaannya.

"Jawab pertanyaanku dulu! Apa aku benar-benar sudah mati?"

"Iya."

"Kenapa aku melihat barang-barang ini?" Kimansu menunjuk kalender bergambar anime loli. " Dan ini juga!?" Dia berganti menunjuk action figur loli berpakaian seksi. Penuh kesal, dia juga menunjuk layar komputer yang tadi sempat dia otak atik. "Dan apa ini? Ini apaaa!?"

Sang dewa masih bersikap tenang meski Kimansu menunjuk history situs 'loli hentai.' Sang dewa menaruh tiga jari di jidatnya sendiri, dan tertawa seperti pria keren di anime-anime.

"Fu fu fu fu ... hahahahaha! Kamu pikir dewa ini pria tua bangkotan berpakaian putih, Anak muda?"

"Iya. Kamu pikir aku tidak terkejut ditawari isekai sama dewa wibu?"

Tawa sang dewa sejenak terjeda. Dia melanjutkan lagi tawanya tanpa mempedulikan wajah ketus bocah itu.

"Kamu pikir dewa ini mahluk ketinggalan jaman? Apa kamu pikir aku menunggumu sambil menawari teh hangat dan onde-onde? Kamu picik sekali, Anak muda. Fu fu fu fu ... Hahahaaha!"

Kimansu langsung menunjuk kertas minyak di atas piring plastik.

"Kamu ini dewa apa anak kost? Mana ada dewa makan nasi kucing?"

Sang dewa berhenti tertawa. Cepat-cepat dia merapikan mejanya yang berantakan. Dia juga menyembunyikan bungkus mie instans sebelum Kimansu menyindirnya lagi dengan kata-kata yang lebih kejam.

"Baiklah, kita lupakan itu. Kamu mati karena aku membuat kesalahan. Seharusnya kamu tetap hidup dan menjadi gembel."

"Terima kasih sindirannya, Tuan Dewa." Kimansu bertepuk tangan sarkastik. "Apa tanggung jawabmu? Apa kamu mau menghidupkanku lagi?"

"Tidak ada. Kalau pun ada, aku malas bertanggung jawab." Si dewa menjawab ketus.

Dari nada suaranya, Kimansu tahu sang dewa masih ngambek karena sindirannya.

"Apa kamu benar-benar dewa? Kenapa kamu tidak dipecat saja?"

"Hampir. Kamu klien terakhirku sebelum aku dipecat dan jadi dewa gelandangan"

Kimansu menjabak-jambak rambutnya sendiri. Dia tidak percaya nasibnya lebih sial lagi setelah dia mati.

"Aku dilayani dewa pecatan? Ak-aku dilayani dewa wibu pedofil mesum yang suka mbolos kerja demi nonton hentai?"

"Iya. Selamat, Kimansu!" Si dewa menjabat tangannya. Dia menyodorkan sebuah buku saku yang Kimansu langsung tahu apa isinya. "Pernah baca light novel ini? Ini kesukaanku."

"Iya, dunia lain, bla-bla-bla-bla. Jangan basa basi, apa maumu?"

"Hahahaha. Muka-muka wibu sepertimu pasti tahu maksudku. Tapi kau tahu, sudah banyak yang pergi ke dunia lain. Aku tidak bisa menjadikanmu seperti mereka, atau memiliki kekuatan yang sama."

"Kata-katamu tidak konsisten dengan penawaran pertamamu."

"Kamu akan terkejut, Anak muda. Kamu beruntung bertemu dewa sepertiku."

Kimansu mengernyitkan dahinya. Dia mulai berfirasat buruk ketika dewa menyebalkan itu menunjukan senyum mencurigakan.

"Jadi dewa itu susah. Prestasi mereka ditentukan oleh orang bumi yang dikirim ke dunia lain. Banyak dewa yang cari aman dengan cara mencontek keberhasilan dewa lain. Tapi lihatlah aku, aku berbeda. Aku dewa kreatif. Aku mau menciptakan sesuatu yang beda, Anak muda."

"Dan aku kelinci percobaannya?"

"Iya."

Sekilas, Kimansu terpana dewa mesum itu tidak mau repot-repot mempermanis kata-katanya.

"Pertama kalinya aku benci dengan orang jujur. Sudahlah, beri aku waktu untuk berpikir."

Kimansu berusaha menyembunyikan senyum. Sekalipun dewa itu menyebalkan, tapi penawarannya sangat menggiurkan.

Siapa yang tidak tertarik jadi pahlawan di dunia lain?

Siapa yang tidak mau jadi pahlawan overpowered?

Apalagi ... dia bisa dikelilingi puluhan gadis cantik.

Harem ...

"Berhenti berkhayal yang mesum-mesum. Ekspresimu mengerikan!"

Kimansu membenahi cara duduknya begitu mendapat teguran. Dia menatap sang dewa dengan elegan seperti seorang pebisnis betulan.

"Ehem, apa kelebihanku di dunia itu? Apa kamu akan memberiku kekuatan sihir?"

"Enggak."

"Artifak keren?"

"Jangan mimpi."

"Hmmm ... Kemampuan berpedang? Telekinesis? Hipnosis? Skill mencopet? Tukang sulap?"

"Enggak sama sekali. Bersikaplah realistis, Anak muda."

Muka Kimansu berubah masam. Dia menghampiri sang dewa dan menggebrak lagi mejanya.

"Kamu membuatku mati lebih awal demi jadi kelinci percobaanmu, bukan?"

"Iya."

"Dan sekarang kamu tidak memberiku kekuatan apa-apa? Kamu sudah gila?"

"Kata siapa?" Sejenak, sang dewa menoleh kiri dan kanan. Dia mendekati telinga Kimansu dan berbisik pelan. "Aku tidak sengaja mengotak atik server dewa pusat. Kamu tahu? Lupakan jadi pahlawan. Aku bisa membuatmu jadi dewa sepertiku."

"Dewa miskin seperti kamu? Dih, maaf, makasih."

"Ayolah, nanti aku miskin beneran kalau kamu tidak membantuku."

Kimansu mulai jual mahal ketika dewa itu memohon. Dia duduk lagi di kursinya dan melontarkan pertanyaan lain.

"Apa dunia lain itu seperti eropa abad pertengahan?"

"Iya."

Kimansu mulai gembira jawaban itu sesuai dugaannya. Walaupun dia tidak punya kekuatan apa-apa, tapi setidaknya, di dunia primitif itu dia masih bisa memakai otaknya. Kimansu cukup percaya diri bahwa pengetahuannya di dunia modern pasti akan menguntungkannya di dunia itu.

Kimansu semakin tertarik. Dia melontarkan pertanyaan lain.

"Apa di dunia itu ada ras elf, demi human?"

"Iya. Ada neko-neko loli juga."

"Baiklah-baiklah, berhenti bicara loli. Aku bukan pedofil sepertimu."

Sang dewa langsung menyodorkan selembar kertas dan sebuah pulpen.

"Bagaimana? Kamu setuju?"