1 Part 1

"Kamu apa-apaan sih Revo? Dia teman aku."

"Tapi dia menggandeng tangan kamu sayang."

"Dia kan cewek juga, lagi pula Dena temanku. Masa iya kamu juga cemburu sama dia."

"Pokoknya tidak boleh. Kamu tidak boleh sembarangan digandeng sama orang. Tak terkecuali temanmu."

"Ih apaan sih?"

Revo terus saja melihat tak suka ke arah Dena karena telah menggandeng tanganku yang merupakan pacarnya itu. Lama-lama aku bisa gila punya pacar posesif begini. Huh!

"Tidak apa-apa Zi, salahku yang main gandeng tangan kamu sembarangan." Dena mencoba mencairkan suasana tapi dari nada bicaranya dia seperti mengejekku 'makan tuh pacar posesifmu'.

"Tidak apa-apa bagaimana? Kamu kan temanku."

"Udah daripada ribut, kalian ngobrol saja dulu. Aku ke kantin duluan yah, bye!"

Dena pun berlalu begitu saja, meninggalkan aku dengan Revo pacarku yang super posesif. Apa-apa dilarang, ruang gerakku seperti tak ada lagi. Bahkan untuk berteman pun sekarang harus seizin dia. Gila apa ya!

"Sayang, jangan cemberut gitu dong. Senyum! Aku kan cuma melindungi kamu, aku cuma gak mau ada yang nyentuh kamu sembarangan. Aku gak mau ada yang seenaknya megang-megang bagian dari tubuh kamu."

"Tapi dia cewek loh Yang, masa-- Ah sudahlah capek aku ngejelasin sama kamu. Ujung-ujungnya yang ada kita bertengkar terus."

"Makanya sekarang kamu senyum biar makin manis. Lagi pula, tidak ada yang boleh nyentuh kamu lagi. Aku saja pacarmu kamu, malah kamu tidak izinkan adanya kontak fisik. Maka dari itu aku gak mau ada satu orang pun yang nyentuh kamu. Kamu punya aturan aku juga punya aturan. Selama kamu belum bolehin adanya kontak fisik, maka kamu juga gak boleh ada kontak fisik dengan siapapun. Tahu kenapa?"

"Karena kamu cemburuan." Jawabku ketus.

"Nah itu tahu. Senyum dong Yang."

Akhirnya kupaksakan bibirku untuk senyum juga. Revo memang posesif orangnya tapi dia nurut sama apa yang aku katakan. Dari awal aku terima dia jadi pacar aku, harus ada aturan yang disetujui bersama. Salah satunya adalah peraturan yang disebutin Revo tadi, selama pacaran tidak boleh ada kontak fisik.

Kriinnnngggg!!!

Suara bel masuk menyadarkan aku dan Revo untuk segera masuk kelas. Aku dan Revo beda kelas, dia kelas sebelas B dan aku kelas sebelas A. Sebelum dia masuk kelasnya, dia mengantar aku sampai masuk kelas dulu. Dia memang seperti itu, selalu memastikan aku berada di kelas baru deh dia masuk kelasnya.

Dia sempat-sempatnya dadah-dadah dan tebar pesona sebelum pergi. Membuat teman-teman sekelas ber-ciee ria menggodaku. Membuat pipiku bersemu merah menahan malu.

Hampir semua orang di sekolahan tahu kalau aku dan Revo berpacaran. Katanya aku adalah pasangan terunik yang pernah ada di sekolah itu. Pacaran harus seizin orangtua, tidak boleh ada kontak fisik, terus jalan-jalan harus atas rekomendasi orangtua. Semisal nih malam Minggu, Revo mau ajak jalan tapi kedua orangtuanya harus saling telpon dulu untuk persetujuan apakah tempat mereka jalan ini aman dan termasuk tempat yang ramai. Tidak boleh berdua-duaan.

Aneh, unik bin ajaib kan? Tapi itulah kenyataannya. Aku Zida Ayunda Ramos, usia 16 tahun anak dari pasangan Bapak Ramos dan Rosa. Pacarku bernama Revo Fidel Marcel, anak dari Bapak Marcelino dan Amor. Kedua orangtua kami dulunya bersahabat, mereka adalah satu gank yang saling jatuh cinta pacaran sejak SMA dan memutuskan menikah setelah mereka semuanya sukses di bidang masing-masing.

Itu alasan di balik hubungan aku dan Revo. Namun meski orangtua kami bersahabat, tapi sejujurnya aku juga sayang pada Revo begitu juga sebaliknya. Jadi hubungan kami bukan semata-mata karena perjodohan tapi karena memang kami saling menyukai satu sama lain.

Sebelum aku tahu kedua orsngtua kami bersahabat, Revo dengan beraninya datang ke rumah dan mengatakan niatnya pada orangtuaku untuk berpacaran denganku. Aku shock dan cukup bangga dengan keberanian Revo. Dia memintaku langsung dari orangtuaku. Karena Papa dan Mama langsung takjub dengan keberanian Revo, sebelum menyetujui hubungan kami, Papa dan Mama harus tahu dulu latar belakang keluarga Revo.

Revo kemudian bercerita tentang siapa Papa dan Mamanya. Orangtuaku kaget mendengar Revo menyebutkan nama orang tuanya, Papa sampai meminta Revo untuk menyebutnya dua kali. Mama sampai melirik Papa sambil tersenyum penuh maksud terselubung.

"Kapan aku bisa menemui orang tua kamu?" Tanya Papa.

"Besok juga boleh Om, aku mengundang Om dan Tante makan malam di rumah. Pulang dari sini aku akan sampaikan ke Papa dan Mama tentang kedatangan Om dan Tante."

Papa manggut-manggut saking takjubnya, dia sampai bisik-bisik dengan Mama. Namun suaranya masih dapat kudengar, "Dia mirip sekali dengan Marcelino, caranya bicara, ketegasannya bahkan sikap pemberaninya. Ini sih duplikat Marcel banget."

Kurang lebih begitulah percakapan mereka yang kudengar. Mama lagi-lagi tersenyum penuh arti. Saat itu memang suka pada Revo karena dia termasuk berani menyatakan perasaannya, terlebih dia memintaku langsung di depan orangtuaku.

Saat makan malam di rumah Revo itulah akhirnya aku tahu jika mereka berempat, Kedua orang tua kami adalah sahabat. Mereka bahkan terlibat peluk-pelukan, cipika cipiki, ngobrol ngalor ngidul, sampai melupakan kami berdua bahwa kami ada di sana.

Itulah momen awal aku resmi berpacaran dengan Revo. Pacar pertamaku.

-------

Bersambung.

avataravatar
Next chapter