webnovel

Pertemuan

Suara dentuman musik menyeruak di gendang telinga seluruh pasang mata yang hadir di tengah-tengah keramaian sebuah klub mewah.

Terlihat seorang wanita dengan wajah gusar. Tampilannya begitu seksi dengan memakai gaun hitam tanpa lengan. Sedari tadi ia menjadi pusat perhatian para lelaki hidung belang. Beberapa di antaranya telah mencoba menggodanya. Namun, ia tak sedikitpun menghiraukannya. Wanita itu ialah Wilona.

Wilona menenggak whisky hingga beberapa gelas. Matanya sayu. Kepalanya sudah berat. Akan tetapi, ia masih tak ingin pulang ke rumah.

Ekor mata Wilona menyapu sekelilingnya dengan pandangan yang semakin kabur. Ia tak mampu menikmati dunia malam yang semakin menambah kalut pikirannya.

"Apa Nona ingin saya bantu untuk menghubungi taksi?" tanya seorang bartender yang sejak tadi memandangnya.

"Tambah lagi," ucap Wilona tak memperdulikan kata wanita tersebut.

"Tapi Anda sudah sangat mabuk, Nona." Bartender itu menolak permintaan Wilona secara tak langsung.

Wajah Wilona merah. Matanya menatap tajam ke wanita itu kemudian berdiri—mendekati wanita yang berani menolak pesanannya.

"Aku disini bayar, tidak gratis," tandasnya kemudian.

"Baik." Bartender itu pun tak mampu berkata-kata lagi. Ia langsung memberikan pesanan Wilona yang kesekian kalinya.

Saat tangan Wilona ingin menenggak kembali minuman beralkohol itu, tiba-tiba tangan seseorang menahannya.

Spontan Wilona menoleh. "Siapa kau?" Keningnya mengerut dalam dengan mata yang semakin sipit.

"Mari pulang Nona Wilona," kata seorang pria dengan setelan jas lengkap. Tubuhnya begitu gagah dengan parfum maskulin yang tercium aromanya sampai ke hidung Wilona.

Wilona sampai terpana melihat ketampanan pria itu tanpa berkedip. Dalam keadaan setengah mabuk pun ia masih bisa membedakan pria tampan dan tidak.

"Siapa kau? Aku tidak mau pulang dengan orang asing sepertimu. Apa kau ingin mencari kesempatan sekarang?" Nada suara Wilona sedikit lebih keras. Pantang baginya untuk kembali pulang dengan orang yang sama sekali tak dikenal olehnya.

Wilona sangat yakin orang tersebut sama seperti pria sebelumnya yang berusaha mendekatinya dengan cara yang berbeda-beda.

"Saya Ken Alkano. Asisten pribadi Tuan Robert Abimana," jawabnya tanpa ragu memperkenalkan diri.

Wilona mendekati wajahnya ke wajah pria tersebut. "Aku tidak tahu siapa itu. Lebih baik kau pulang!" Wilona mendorong tubuh pria itu untuk menjauh darinya.

Tatapan dingin Wilona tak membuat Ken pergi juga dari sana. Ia akan tetap menunggu sampai wanita tersebut ingin pulang tanpa paksaan. Meskipun Ken tampan tapi ia tak mau menyerahkan dirinya pada pria tersebut.

"Saya akan tetap disini, Nona." Ken berdiri tegak tanpa peduli perlakuan Wilona padanya.

Wilona terkekeh. "Kau tidak mau pergi juga? Apa kau ingin aku berteriak?" Sambil mengancam Wilona semakin mengikis jarak di antara mereka.

Aroma alkohol menguar di wajah Ken. Pria itu memalingkan wajahnya karena sangat menyengat di indera penciumannya.

"Kenapa kau menghindar?" tanya Wilona kembali dengan sorot mata lekat. Merasa aneh dengan sikap spontan Ken padanya.

"Tidak," jawab Ken yang kembali menghadapkan wajahnya pada Wilona. Mata keduanya saling bertemu. Cukup lama memandang, Ken menunduk. Dalam keadaan mabuk, aura kecantikan Wilona semakin bertambah.

"Maaf," ujarnya seperti salah melakukan hal tersebut. Ia tak boleh sampai menatap hazel calon istri dari Robert Abimana terlalu dalam.

Wilona tertawa. Ia merasa lucu dengan sikap Ken yang mendadak salah tingkah.

Ken berdehem untuk menetralkan suasana yang terasa tak menentu di dalam dadanya. "Saya ditugaskan untuk menjaga Nona selama seminggu ini sebelum Anda resmi menikah. Apapun yang Nona lakukan harus saya sampaikan pada Tuan Robert," terang Ken penuh wibawa menjelaskan maksud kedatangannya.

"Menjagaku? Seperti apa kau akan menjagaku?" Sambil memegang pipi Ken dengan senyum menggoda.

Ken refleks memegang tangan Wilona. "Maaf Nona jangan seperti ini. Jika ada yang melihat, bisa terjadi kesalahpahaman." Raut wajah Ken terlihat gelisah. Matanya tak bisa fokus ke satu arah.

Semakin Ken ingin melepaskannya, semakin keras Wilona menangkupkan kedua tangannya di pipi Ken.

Wilona berjinjit—mendekati telinga Ken. "Apa kau masih sendiri?" Pertanyaan yang seketika membulatkan mata Ken. Suara yang begitu seksi menggelitik hatinya. Ken tak bisa menampik, jika ia sangat tergoda dengan bisikan itu.

Jantung Ken seolah tak mampu memompa darah ke seluruh tubuhnya. Nafasnya tak beraturan saat tak ada jarak di antara mereka.

"Jangan menggoda saya, Nona. Saya ini pria," kata Ken masih mampu mengontrol dirinya. Ia belum pernah bertemu wanita seagresif ini sebelumnya.

Bukannya berhenti, Wilona semakin menjadi-jadi. Kini sasarannya pada lengan Ken. Ia memainkan jari jemarinya di lengan kekar pria itu. Tubuh Ken pun panas dingin dibuatnya.

"Nona ..." Suara Ken seperti meminta untuk segera diakhiri.

Wilona tergelak rendah. "Aku hanya ingin main-main saja."

Wilona memberi jarak pada Ken. Tubuhnya tak seimbang. Ia terus meracau tak jelas. Semakin malam, Wilona tak mampu mengendalikan dirinya lagi.

Tak banyak bicara, pria itu langsung membawa Wilona pergi dari sana. Ia menggendong tubuh Wilona hingga sampai ke dalam mobilnya.

"Huuuh ... Pantas saja Tuan Robert ragu padamu," gumam Ken rendah yang tentu tak dapat ditangkap oleh pendengaran Wilona yang berada di sebelahnya kini.

"Aku tidak ingin menikah dengannya. Aku ingin bebas. Aku masih muda. Kenapa harus dijodohkan dengan pria yang tak aku cintai?" racau Wilona yang kian tak sadar akan apa yang ia katakan sekarang.

Ken hanya menjadi pendengar. Sesekali ia melirik wajah Wilona yang tampak begitu cantik dan berkelas. Wajar saja, Wilona adalah salah satu anak petinggi perusahaan kosmetik terbesar di negeri ini.

"Aku tidak mau menikah dengannya ... Tidak mau ..." Suara Wilona masih bergerilya di telinga Ken. Ia juga tak berhak berkomentar atas hal itu. Tapi satu hal yang dapat dibacanya dari raut wajah Wilona terpancar kesedihan dan frustasi yang mendalam.

Ken paham dengan posisi Wilona. Tidak mudah menikah dengan seorang pria yang bahkan belum pernah bertemu dengannya. Jangankan untuk membicarakan rencana pernikahan, menyapa saja tidak pernah mereka lakukan. Wilona teramat acuh dengan pria yang akan dijodohkan dengannya.

Semua informasi tentang Wilona sudah diketahui oleh Ken. Sedikit banyak tentang wanita itu telah tersemat dalam ingatannya.

"Tolong hentikan mobilnya!" perintah Wilona tiba-tiba.

Kening Ken mengerut tak paham dengan perintah itu.

"Untuk apa Nona? Kita belum sampai," kata Ken menjawab tanpa mau menuruti keinginan wanita tersebut.

Wilona tak menanggapi. Akan tetapi, wajahnya semakin maju untuk mengecilkan jarak di antara mereka. Dengan mendadak Ken menghentikan mobilnya.

Sejurus kemudian, Wilona dengan berani mengecup bibir Ken. Mendapat serangan mendadak, tubuh Ken refleks mundur ke belakang.

"Jangan seperti ini Nona. Kita sebatas bawahan dan atasan. Jika Anda melakukan ini lagi, bisa-bisa saya mati di tangan Tuan Robert." Wajah cemas Ken terbingkai nyata. Ia sangat takut jika berani menyentuh milik bos-nya itu.

"Temani aku malam ini," racau Wilona kembali. Tak peduli betapa rendahnya dirinya malam ini di depan Ken. Kepalanya sudah tak berfungsi dengan normal.

Next chapter