webnovel

Melindungimu

"Maaf, saya lupa antar makanan untuk kau. Saya sama sekali tidak ingat bukan karena sengaja."

Penyesalan sangat tampak di raut wajah Ken. Pria tersebut bersyukur karena Wilona diijinkan pulang dengan beberapa obat yang telah diberikan.

"Sudahlah, aku ingin istirahat." Wilona tampak acuh, wanita itu enggan memandang Ken sejak pulang dari rumah sakit.

Kecewa? Perasaan itu memang ada. Namun, tidak jelas apa semua itu berasal dari Ken atau juga termasuk pada masalah dengan ayahnya.

"Makan dulu. Jika kau sakit, kau tidak akan cepat pulih." Ken terus membujuk. Ia memberi bubur ayam yang sudah dibelinya saat di tengah perjalanan pulang tadi.

Pria itu menyuapi Wilona dengan sangat hati-hati. Awalnya memang Wilona menolak, namun akhirnya mau juga.

"Kenapa tidak mau dihabiskan?" Masih tersisa separuh lagi. Ken menginginkan wanita itu untuk segera menghabiskannya meskipun sulit.

"Aku sudah kenyang. Kau saja yang lanjutkan lagi …"

Ken mengangguk, ia pun mengambil dan memberi air mineral untuk istri dari bosnya itu.

Tanpa disadari, Ken pun mulai terbiasa bersikap ramah dan akrab padanya.

"Aku tidak akan mengurungi kau lagi disini? Tapi ingat! Jangan sampai kau berani keluar dari rumah ini. Kemanapun kau pergi, aku akan tetap mendapatkanmu."

Ken meletakkan mangkuk itu diatas meja kemudian kembali duduk di tepi kasur sambil menatap Wilona yang masih tampak membuang muka padanya.

"Kau kesana untuk apa? Percuma kau marah-marah tak jelas karena mereka tak akan peduli. Ayahmu sudah menjualmu. Dia tidak akan membantumu meskipun kamu terluka dan sakit hati." Ken menasehatinya.

Rupanya mendengar ucapan itu membuat Wilona menatap Ken seperti hewan buas yang siap menerkam mangsanya.

"Jangan ikut campur dengan masalahku," katanya tegas dan lebih berwibawa.

"Aku tidak ikut campur. Tapi kepergian kau dari rumah ini sudah menjadi tanggung jawabku," balasnya santai.

Wilona terkekeh. "Kau sama saja. Tidak ada bedanya," ucapnya penuh penekanan dengan menyerang Ken tiba-tiba dengan kata-kata yang cukup berani.

"Maksudmu?" Ken mengerutkan keningnya karena tak tahu apa arti dari ucapan itu.

"Tidak usah pura-pura bodoh, Ken. Kau suka, 'kan dengan rencana Robert?" Wilona tersenyum miring. "Aku tahu kau tak bisa menolak bukan karena takut padanya. Namun, kau ingin memanfaatkan situasi yang ada."

"Hah? Darimana kau bisa menyimpulkan seperti ini?" Ken tergelak. Tak percaya dengan ucapan Wilona yang asal menurutnya.

"Kau tahu jawabannya sendiri. Seorang pria tak akan menolak kesempatan yang terbuka di depan matanya. Apalagi kau akan melakukannya berkali-kali padaku hingga aku hamil. Kau bisa pergi setelahnya, tapi aku … aku yang akan gila karena semua ini. Tolong cari jalan keluar agar aku bisa terhindar dari semua ide gila darinya."

"Tetap aku tak bisa. Aku tidak bisa mengorbankan keluargaku demi perintahnya." Ken masih teguh pada pendiriannya.

"Jika kau hamil, aku janji akan melindungimu dari apapun juga."

Wilona menutup wajahnya, ia semakin pasrah dengan keadaan yang kian menjepitnya hingga rasanya sulit untuk berteriak meminta pertolongan pada orang lain.

"Cepat lakukan sekarang!" Ucapnya frustasi.

"Tidak bisa. Kau harus istirahat hari ini. Aku tidak mau melakukannya disaat tubuhmu tidak sehat."

"Lakukan sekarang … aku muak dengan diriku sendiri yang tidak bisa memiliki tubuhku seutuhnya. Lakukan, Ken …"

Wilona melepas pakaian yang melekat pada tubuhnya. Mungkin gila? Ya ia sudah sangat gila dengan semua yang terjadi. Ia sudah tak mau lagi berpikir keras untuk menghindar.

"Pasang sekarang!!!" Sentak Ken keras.

Wilona semakin tak peduli, pria itu kemudian memasangkan satu persatu pakaian wanita tersebut ke asalnya.

"Jangan bertindak sesukamu. Aku akan minta padamu sebelum hal itu terjadi. Aku akan katakan padamu terlebih dahulu, bukan seperti ini. Aku tahu kamu hanya terbawa emosi saja. Biarpun kamu sekarang tak berbusana di depanku, namun aku tetap tak bisa melakukannya."

Ken dengan amarah bercampur sedih melihat Wilona yang tak bisa mengontrol dirinya sendiri.

"Pegang ini, kau akan cepat terangsang," kata Wilona yang menarik tangan Ken untuk menyentuh dadanya.

"Maaf, Nona." Ken menarik kembali tangannya. Ia sama sekali tidak bisa dengan paksaan seperti itu.

Daripada pusing dan terus berdebat, Ken pun keluar dari sana. Ia mengunci kembali Wilona sebelum wanita itu bisa meredam emosi di dalam dirinya dengan baik.

"Lebih baik aku mati jika seperti ini." Wilona melempar mangkuk dan gelas yang ada di atas meja ke lantai hingga semuanya pecah berhamburan.

Ken yang mendengar suara itu pun bergegas lari dari dalam kamarnya. Secepat kilat kakinya untuk melihat keadaan Wilona.

"Apa yang Nona lakukan?" Ken melihat sekeliling kamar.

"Aku benci diriku!" Teriaknya begitu keras. Wanita itu menunduk dan terjatuh di lantai begitu saja karena kakinya sudah sangat lemas untuk menopang tubuhnya.

Tak sampai disitu saja, Wilona juga melepas kembali pakaiannya setelah Ken membantunya beberapa menit yang lalu. Sungguh Ken dibuat geleng-geleng kepala.

"Jika kau seperti ini, maka akan terluka." Ken mengangkat tubuh Wilona lalu menutupnya dengan selimut saat sudah berbaring di atas tempat tidur.

"Kelakuanmu seperti anak kecil. Jika kau seperti ini terus, kau tidak pernah dewasa. Jangan hanya marah-marah pada dirimu sendiri, tapi mulailah menerima semua kenyataan yang ada di dunia ini."

"Kau berlaga seperti orang tua saja padahal usiamu tak beda jauh dariku," gumamnya.

Seusai membersihkan pecahan kaca tersebut, Ken kemudian mengunci kamar dan tidur di samping Wilona malam ini.

"Cctv?" Tanya Wilona.

"Sudah aku lepaskan. Di dalam kamar ini kau bebas melakukan apapun karena tak ada yang melihat. Semua cctv yang kemungkinan tempat kita bertemu, sudah aku putuskan. Hanya di tempat tertentu saja yang ada."

"Apa ada bagian tubuhmu yang terluka?" Wilona menggeleng. "Jangan peduli padaku," jawabnya.

"Cctv hanya ada di ruang tamu, tengah, teras rumah, dan ruangan-ruangan yang jarang kita datangi seperti kamar kosong lainnya. Disini ada sekitar 10 kamar dan hanya dua yang ditempati. Tuan Robert sengaja ingin melihat gerak-gerik kita."

"Kenapa kau melakukannya? Bukankah itu hanya akan mendatangkan masalah?"

"Karena aku tidak ingin tubuhmu dilihat oleh orang lain," jawabnya yang membuat Wilona membuka mulutnya lebar. Ya, ia sampai tak percaya. Alasan seperti itu dijadikan Ken sebagai alasannya sekarang.

"Ya tidak apa-apa juga kalau orang lain lihat. Di dunia ini bebas, mau seperti apa juga bebas."

"Ya, wanita bisa melakukan apapun yang dia mau. Tapi aku sendiri tidak ingin tubuhmu terekspos dimanapun. Beberapa file sebelumnya, sudah aku hapus. Jadi tak ada yang bisa melihat apa yang terjadi pada kita."

"Kenapa kau begitu peduli?"

Ken memandangnya sekilas. "Aku hanya ingin melindungimu."

"Aku tidak butuh bodyguard," balas Wilona yang membuat Ken melototkan matanya.

"Aku bukan seorang bodyguard."

"Lantas kau ingin aku sebutkan apa? Pengawal?" Wilona terkekeh. "Sikap melindungi itu hanya ada pada profesi itu."

"Kau salah …" makin penasaran saja Wilona terhadap perkataan Ken.