webnovel

Hukuman Dari Robert

"Dasar wanita tak tahu diri!"

Tamparan keras mendarat di wajah Wilona saat Robert tiba di rumah persinggahan yang Wilona tempati bersama dengan Ken.

Ken hanya bisa diam tanpa mampu membantu Wilona yang tersungkur di lantai. Hatinya sungguh tak tega melihat wanita itu ditampar tepat di depan matanya.

"Kau berani-beraninya kabur ke rumahmu hah? Apa yang kau cari disana?" Amarah Robert berapi-api. Mendengar berita itu dari mulut anak buahnya yang lain membuat langsung mengambil keputusan menemui wanita itu untuk segera melampiaskan emosinya yang sudah menggebu.

Air mata Wilona berderai, ia menangis bukan karena sedih di tampar. Namun, mengasihi nasibnya yang teramat buruk. Terlebih matanya tak bisa bohong, ia berharap bantuan dari Ken.

"Kenapa dia tak membantuku?" Batin Wilona bertanya. Ia lebih memperdulikan itu daripada tamparan di wajahnya. Sakit bekas tangan Robert sungguh tak berarti saat Ken tak berkutik sedikitpun untuk menolongnya.

Wilona tahu betapa kejamnya Robert hingga Ken saja tak bisa melakukan apapun untuknya.

Bukan Ken tak mau menolong Wilona, ia sangat ingin. Hatinya sudah berlari lebih dulu. Namun, raganya tak bisa bergerak sejauh itu.

"Apa yang kau lakukan disana hah?" Robert mencengkram dagu Wilona dengan kuat. Menatapnya tajam seperti singa.

"Kau sudah menjadi milikku, bukan milik mereka lagi. Tempatmu disini bukan disana. Jika sampai terjadi lagi, kau akan menanggung akibatnya," gertak Robert tanpa pandang bulu. Pria itu sungguh menyeramkan ketika memperlihatkan wajah serius.

"Dan kau!" Robert menatap Ken. "Kenapa kau tak beritahukan aku mengenai hal ini?" Lanjutnya.

Wilona khawatir dan takut bila Ken akan menerima hukuman yang lebih buruk darinya.

"Maaf Tuan." Hanya dua kata saja yang keluar dari bibir Ken. Pria tersebut tak menjelaskan secara detail. Sangat disesali oleh Wilona. Wanita itu berharap Ken bisa menyudutkan dirinya atas kejadian ini.

"Aku peringatkan kau untuk selalu melapor pada saya kalau terjadi sesuatu. Kenapa akhir-akhir ini kau jarang melapor? Apa yang terjadi padamu? Saya sungguh kecewa," kata Robert yang kemudian membuang mukanya.

"Maafkan saya, Tuan."

Wilona mengumpat di dalam hatinya saat mendengar kata maaf dari Ken tanpa memberikan penjelasan apapun untuk membela dirinya sendiri.

"Kau akan saya hukum. Bawa dia ke ruang penjara bawah tanah. Jangan beri ia makan seharian penuh," perintah Robert pada dua pengawal yang berdiri di sampingnya.

Wilona yang mendengar hal itu langsung syok setengah mati. Ia bingung harus melakukan apa agar Ken tak dikurung.

"Jangan! Jangan bawa dia, Tuan. Lebih baik hukum saya saja." Wilona rela berlutut di depan Robert demi pria itu—pria yang ia anggap sebagai malaikat pelindung dirinya.

Robert tersenyum miring. "Sekalian dia juga," perintah Robert tak tanggung-tanggung. Ia tak menyukai tindakan Wilona yang berbau romansa cinta.

Kini giliran Ken yang membulatkan matanya. Ia sama sekali tak ingin melihat Wilona tersiksa untuk kesekian kalinya. Jika wanita itu tak makan, maka ia akan sakit seperti beberapa hari yang lalu. Ken tak ingin terjadi lagi.

"Tuan, biar saya saja. Dia memiliki penyakit lambung. Saya mohon jangan penjarakan dia," ucap Ken dengan tulus.

Robert tertawa terbahak-bahak mendengar dan melihat tingkah Wilona dan Ken saling peduli satu sama lain.

"Apa kalian saling jatuh cinta?" Tatapan Robert tajam. Silih berganti memandangi keduanya yang sudah tertunduk.

"Tidak, Tuan. Saya tak akan mungkin jatuh cinta pada wanita yang Tuan miliki," jawab Ken tegas tanpa menghiraukan tatapan Wilona yang berharap sebaliknya.

"Maaf, saya tak bisa mengatakan yang sejujurnya. Saya khawatir kita akan semakin berbahaya," gumam Ken dalam hatinya.

Wilona hanya pasrah, ia tak ingin ngotot pada Ken untuk mengakui jika ia memang jatuh cinta karena Wilona sendiri tak tahu bagaimana perasaan Ken padanya.

"Bagus! Jika kalian saling mencintai, maka satu dari kalian berdua akan mengalami penderitaan yang berat. Camkanlah ucapan saya ini. Jangan kalian abaikan begitu saja. Siapa yang berani melanggar, maka jangan harap saya akan memberi ampun."

Ken menganggukkan kepalanya. Ia tak ada pilihan lain demi bisa tetap hidup dan melihat Wilona.

Dalam hati pria itu, ia ingin sekali membuat melihat Wilona bisa merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Bebas kemana saja sesuai keinginannya. Keinginan yang sederhana dari Ken, tapi sulit untuk direalisasikan dalam waktu dekat.

Ken kemudian dibawa ke ruang bawah tanah. Disanalah ia akan tinggal bersama gelapnya ruangan itu.

"Bawa dia juga. Aku muak melihat wajahnya," ucap Robert setelah Ken sudah pergi jauh.

Entah mengapa Wilona bersyukur saat Robert memberi perintah itu. Itu menandakan kalau ia tak ingin jauh-jauh dari Ken meski dalam keadaan yang sulit dan terhimpit.

"Kenapa dia ditahan disini juga?" Tanya Ken pada kedua pengawal itu.

"Kami hanya menjalankan perintah Tuan Robert."

Kedua pengawal itu pergi meninggalkan Wilona dan Ken di ruangan yang hanya disinari dengan cahaya lampu remang.

"Kenapa kau kesini juga? Bagaimana dengan keadaanmu esok hari, Nona? Kau akan jatuh sakit karena tidak makan," ucap Ken khawatir.

Wilona tak bisa berkata-kata, ia hanya ingin memeluk Ken lebih lama.

"Aku sangat sayang padamu," ucap Wilona sambil terisak. "Jika aku tidak makan tidak apa-apa, bagiku yang terpenting kau ada disini bersamaku," lanjutnya.

Ken menutup matanya mendengar ucapan tikus Wilona padanya.

"Nona, aku harap kau bisa mengontrol perasaanmu. Kau dengar sendiri apa yang Tuan Robert katakan tadi, bukan? Aku tidak ingin kau terluka. Lebih baik menahan diri masing-masing demi esok hari yang lebih cerah."

"Aku ingin tidak peduli … tapi aku telah membayangkan hidup bersamamu di pertengahan jalan nanti." Wilona tersenyum sambil melepas pelukannya.

"Jangan terlalu jujur padanya. Berbicara secukupnya saja tanpa banyak mengutarakan. Itu semua akan sia-sia, karena berakhir pada kesalahan dan hukuman. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa aku akan berusaha untuk membuat kau terlepas dari jeratan Tuan Robert."

"Aku?" Tunjuk Wilona pada dirinya sendiri. Ia tersenyum lebar. "Apa aku berarti untukmu?"

Ken membalas senyuman itu. "Aku ingin kau bahagia, Nona."

"Aku ingin bahagia denganmu, Ken."

"Jika nanti kita tidak bisa bersatu, maka jangan salahkan takdir. Itu namanya kita tidak diinginkan semesta bersama," kata Ken lebih realistis.

Seandainya ini ingin bersama wanita itu lebih lama. Ia harus merelakan banyak hal termasuk orang tuanya. Ken tak mau mengorbankan orang yang telah melahirkan dan membesarkan dirinya.

"Kenapa kamu berkata seperti itu? Aku ingin menangis sekarang."

Belum semenit, Wilona benar-benar menangis. Ken menepuk pundak Wilona tanpa memberikan sentuhan lain layaknya pasangan dengan sebuah pelukan.

"Aku tak yakin kalau hanya ada kita berdua disini." Mata Ken mulai kesana-kemari. Robert tak mungkin melepasnya begitu saja saat menjalankan masa hukuman. Jika ia terlalu banyak berinteraksi dengan Wilona melalui sentuhan, pasti akan membuat masalah baru.