webnovel

Ruang

Jangan lupa sarapan, Karena sarapan lebih sehat dari harapan.

-Anonym-

Acara makan siang yang cukup telat, pukul dua di restoran kawasan Menteng Tria menghabiskan sisa waktu sabtunya.

"Gue pikir Gean nggak akan bisa move on dari Aruna." timpal Pria berambut kriting yang sejak tadi sibuk membicarakan bisnis tambang yang baru ia geluti. "Bayangin aja udah berapa tahun dia ditinggal Aruna tapi nggak pernah punya pacar, sampai Aruna muncul lagi. Dia baru punya pacar."

Ini lebih terdengar seperti pidato yang berisi sindiran penuh tentang kehidupan cinta Gean.

"Padahal Aruna still single lho, gue pikir lo bakal balikan sama dia." seharusnya para pria yang berstatus teman Gean ini bisa lebih menghargai Tria, status Tria di sini adalah pacar Gean. Dan hell. Mereka ngomongin mantannya Gean dengan santai?

"Mulut lo Ben," Davin melempar pria yang bernama Ben itu dengan kacang polong dari piringnya.

"Tenang Tria," kata Davin. "Kalau Gean mutusin lo. Gue di sini, siap dijadikan sandaran. Bakalan langsung ngajakin lo ke KUA."

Senyum yang melengkung di wajah Tria kini membuat Davin merasa sedikit lega. Sejak tadi Tria terlihat bosan dengan kumpulan pria yang membawa pacarnya. Memamerkan seberapa keren pacarnya.

"Dasar playboy." geram lelaki berambut kriting yang ternyata bernama Pram. "Dari orok kelakuan lo nggak berubah."

Dalam percakapan yang mengatasnamakan pertemanan itu Tria hanya menjadi pendengar yang tak tahu kemana tujuan percakapan ini.

Aruna datang setelah satu jam terlewati, sendiri dalam balutan dress putih dengan motif bunga sakura.

Dan cantik.

Sapaan basa-basi Aruna sangat membuat Tria tak nyaman. Tatapan menyudutkan Aruna bahkan sedikit membuat Tria sulit bernapas, ia memandang penuh kecurigaan seolah Tria telah mencuri sesuatu darinya.

"I miss you, Ge." kata Aruna tenang, ia bahkan tak peduli saat Gean membuang muka.

"Sorry," Gean memandang jauh ke dalam mata Tria, jemari besarnya merapat pada setiap jari jemari mungil milik Tria. Rasa hangat yang menjalar membuat Tria membalas tatapan Gean. "Udah ngajak kamu ke tempat yang seharusnya tak kamu datangi, kamu pasti nggak nyaman."

Ini pura-pura atau acting? Tria tak cukup pintar membedakan sikap Gean.

Aruna mendengus, ia terlihat tak suka. Merorong Gean dengan pertanyaan yang bahkan hanya ditanggapi oleh Gean sebatas kata "Ya" "Tidak" dan "Mungkin".

"Can we go home?" tanya Gean pada teman-temannya yang masih sibuk mengobrol.

"Kamu nggak mau menghabiskan waktu lebih lama sama aku?" Aruna dengan nada manja seperti biasanya mencoba menarik perhatian Gean.

"I'm here. Kenapa harus menghabiskan waktu lebih lama dengan Mbak Aruna, kalau ada aku yang lebih bisa membuat Gean bahagia?" Tria mengusap pelan lengan Gean secara berulang.

"Kita pasangan yang lagi kasmaran, mau nya berduaan terus. Dari pada nanti aku sama Gean mengumbar kemesraan yang tak pantas dijadikan konsumsi publik," Tria tersenyum centil. Ia bahkan mengalihkan tangannya pada dada Gean. "Mending kita undur diri lanjut mesra-mesraan di tempat yang lebih privasi."

"Giilllaaaa," teriak Davin mendengar ucapan Tria. "Mending sama gue yuk Tria main mesra-mesraannya. Sekalian main sayang-sayangan juga gue mau."

"Yang disayang cuman gue," ucap Gean tak rela. "Pacarnya Tria itu cuman gue, yang berhak disayang sama Tria cuman gue seorang."

"Ayo sayang pulang," Tria menggandeng tangan Gean lalu tersenyum pamit pada Davin yang hanya memandang kepergian mereka dengan gelengan kepala.

Di dalam mobil Tria membisu. Gean fokus dengan setirnya.

Jalanan kota Jakarta yang cukup ramai menjelang senja sungguh membuat perhatian Tria teralihkan, ia memandangi jalanan ramai yang melewati beberapa tempat yang sering dikunjungi pasangan muda-mudi Jakarta.

"Saya sebenernya nggak ngerti," ucap Tria. Jauh dari dalam pikirannya sejak awal ia tak mengerti kenapa Gean harus menjadikan Tria pacar pura-puranya? Karena Gean terlalu pengecut untuk melukai Aruna? "Kenapa kita harus pura-pura pacaran? Bukannya nanti ini semua cuman memperumit keadaan? Kalau Pak Gean memang nggak mau balikan dengan Aruna cukup tolak saja, kalau pendirian Pak Gean teguh Aruna pasti nyerah nantinya."

Tria melirik Gean lewat ekor matanya. Bosnya itu masih memandang dengan tenang jalanan kota Jakarta.

"Beda cerita kalau Pak Gean masih sayang, takut hati Pak Gean luluh dengan Aruna. Tapi di sisi lain juga Pak Gean takut terluka lagi sama Aruna, Pak Gean payah."

Mana peduli Tria dimarahi Gean, dia sudah dijatuhkan di titik terendahnya. Dengan mengatakan lebih baik kembali pada Aruna dibanding dirinya? Ya memang Aruna mungkin lebih berhak dibanding Tria.

"Setelah kita ketahuan kalau bohongan siapa yang malu?" Tria menyipitkan matanya, ia tidak emosi hanya sedikit geram. Cibiran orang lain bisa Tria jadikan camilan kalau misalnya beredar gosip tak baik tentangnya karena ulah Gean. "Pasti saya, dikira mereka pasti saya pengen banget punya pacar bos. Padahal yang mulai Pak Gean, yang salah Pak Gean. Di mata mereka bakalan saya yang tetep terlihat menyedihkan."

Satu tarikan rem, dan semuanya terhenti nyaris membuat kening Tria menyapa dashboard jika saja reflek Tria kurang cepat.

"Shit," umpat Tria. "Are you crazy, sir?"

"Kamu bicara terus, saya capek dengernya."

"What?" Tria menarik napas kasar, kalau dia bisa murka sekarang mungkin Gean bisa dijadikan isian bapau. "Capek? Seriusan deh Pak, saya lagi mikirin nasib saya ke depannya. Dan Pak Gean bilang capek."

"Ya udah kita udahan. Nggak usah dilanjutin," kata Gean tenang. Bahkan menatap Tria saja Gean enggan. "Kamu mending ambil cuti segera, kebanyakan kerja kamu jadi sensitif."

"Saya, sensitif?" Tria hampir kehabisan kata-kata, yang sensitif sejak tadi pagi memangnya siapa.

"Libur aja. Biar kamu tahu ada banyak batas di antara kita yang nggak bisa kamu lewati seenaknya," Gean menggenggam erat setir kemudinya. "Kita butuh ruang untuk menjernihkan pikiran masing-masing."

"Sebanyak apapun jeda dan ruang yang kita ambil, kalau Pak Gean masih saja pengecut menghadapi Aruna." Tria menahan kata-kata yang akan melantun dengan perlahan.

"Pak Gean akan tetap menjadi orang yang menyedihkan, yang selalu menyalahkan keadaan," lanjut Tria. "Sebelum Aruna kembali, Pak Gean menjalani hidup dengan tenang. Sekarang Pak Gean selalu takut, takut Aruna berhasil merebut hati Pak Gean kembali. Dan terluka lagi."

"Permasalahannya cuman satu, Pak Gean melupakan atau menyambut kembali cinta yang dulu pernah meninggalkan luka."

...

TBC

06-03-2019