webnovel

Closer

Itu pintu hati apa pintu tol? Yang bisa masuk cuman yang bermobil aja.

-Unknown-

"Kenapa kamu ketawa?" tanya Gean saat Tria tak bisa menahan senyumnya. Menjelang sore Tria dan Gean ada pertemuan dengan pihak kontraktor yang akan membangun gerai baru, di sebuah restoran yang ada di Tebet. Ketika pertemuan selesai mereka terjebak hujan, Gean yang enggan beranjak dari duduknya dan Tria yang masih senang menikmati jutaan tetesan hujan yang menyapa bumi seolah tengah melepas rindu yang cukup berat.

"Lucu aja, saya tahu Pak Gean sayang saya. Tapi nggak mau pacaran sama Pak Gean."

"Memang saya ngajak kamu pacaran?" Gean menaikan sebelah alisnya, menyudutkan Tria dengan tatapannya.

Tria terbengong, bukannya kalau perempuan dan lelaki saling suka mereka akan menjalin hubungan pacaran?

"Terus? Pak Gean cuman sayang sama saya aja, nggak mau ngajak saya pacaran?" Tria berdecak menggelengkan kepalanya tak percaya, ia mendekap erat kedua lengannya di depan dada. "Untung saya nggak menerima pernyataan Pak Gean karena saya tau Pak Gean itu pasti cuman pura-pura."

"Lho kok kamu jadi sewot gitu, katanya nggak mau goyah dengan perkataan saya. Tapi kamu sendiri yang uring-uringan," jika kalian bisa melihat senyum Gean kali ini. Sudah pasti sekali lihat saja terlihat jelas jika Gean tengah mengejek Tria.

"Saya mau sama Hilman aja."

Gean menarik tangan Tria, sebenarnya tak ada yang spesial di tangan Tria kecuali remahan pastry yang menempel manis di punggung tangannya.

"Kamu sendiri yang menasehati saya, agar tidak menjadikan Asha pelampiasan atas perasaan yang tak terbalas. Saya lakukan itu," Tissu yang semula tergeletak nyaman di atas meja kini berpindah ke tangan Gean, ia membersihkan tangan Tria yang memang sedikit kotor karena coklat dan remahan pastry yang menempel. "Saya nggak mau kamu lakuin itu pada Hilman, tapi kalau perasaan kamu untuk Hilman memang tulus saya ikhlas."

"Karena ikhlas adalah pembuktian cinta yang paling dalam,"

Tria sulit mengedipkan kelopak matanya, ini Gean kan yang di depannya? Jangan-jangan yang ada di depan Tria adalah Shakespear atau Tere Liye?

"Udah ah, kamu dari kemaren bahasnya perasaan terus." kata Gean, tawanya terlihat begitu santai tanpa penuh tekanan. "Semua orang pernah tersesat, tapi bukan berarti mereka nggak punya kesempatan untuk kembali pulang."

Sejujurnya Tria sayang Gean, dia menyukai Gean. Perasaan yang tumbuh sejak lama memang takkan mudah dihapuskan, Tria meragu karena Hilman. Siapa Tria berani-beraninya menggantung perasaan dua pria yang mungkin bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik darinya.

"Anterin saya ke supermarket yah setelah ini, kulkas saya kosong."

Biasanya yang belanja kebutuhan Gean adalah asisten rumah tangganya, kadang juga Tria menghabiskan waktunya bersama Gean sekedar belanja bulanan. Namun tidak sering.

"Saya kangen dorong trolly bareng sama kamu, ekspresi kamu kalau ada diskon itu lucu. Butuh waktu untuk membuat orang sadar, kalau ada banyak hal berharga di dekatnya."

"Saya nggak akan goyah," Tria menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Gean hanya tersenyum menanggapi ucapan Tria. Ia beranjak dari duduknya, diikuti dengan Tria yang merasa kalau lututnya lemas. Ucapan Gean benar-benar bisa bikin khilaf.

*

"Pak Gean mau beli apa?" Tria berjalan di samping Gean yang mendorong trolly.

"Celana dalem," Gean memamerkan gigi putihnya. "Berat badan saya kayaknya naik, celana dalem saya rasanya agak sempit."

"Ngapain ngajak saya?" Tria memasang muka malasnya, memangnya Tria ini apa sampai urusan celana dalam saja dia yang urusi.

"Memangnya kenapa saya nggak boleh ajak kamu, kan cuma beli celana dalem. Kalau jadi istri saya juga nanti kamu tau," Gean berlalu berjalan mendahului Tria yang mematung kesal.

"Kenapa Pak Gean beli beras, kan Pak Gean nggak pernah masak?" tanya Tria saat Gean memasukan beras lima kilogram kedalam keranjang.

"Buat kamu, saya ingat minggu lalu kamu nggak makan malem cuman karena malas keluar kostan dan nggak punya beras." Gean kembali mendorong Trollynya. Padahal Tria bisa pesan makanan lewat online, karena memang Tria malas makan jadi ia hanya berdiam diri di atas kasur enggan menggerakkan tubuhnya.

"Saya pernah bahas soal perempuan yang cantik dengan Hilman, kebanyakan semua perempuan sekarang rela menghabiskan uang demi membeli skincare untuk merawat kulitnya." Tria membantu Gean mengambil beberapa kebutuhan sehari-hari Gean, seperti sabun dan sampoo.

"Kamu pasti kagum dengan pemikiran terbukanya Hilman, dia orangnya enak diajak berdiskusi."

Gean tidak salah. Hilman memang orang yang open minded memandang sesuatu, biasanya orang akan cenderung lebih berat sebelah atau menjudge sesuatu. Hilman tidak, ia dan pikiran terbukanya.

"Ngobrol sama Mas Hilman itu enak, asyik walaupun lama-lama nggak bikin sport jantung." ucap Tria, ia melirik Gean lewat ekor matanya yang terlihat biasa saja.

"Itu saya ya?" tanya Gean saat ia menghentikan trollynya di area buah dan sayur. "Yang bikin kamu olahraga jantung terus."

"Iya, apalagi kalau Pak Gean lagi pusing setelah meeting bulanan review kinerja divisi. Pak Gean suka merengut, terus mengerut, udah gitu kerjanya serius banget," Tria menirukan ekspresi wajah Gean.

"Ya namanya juga kerja, ada senang dan seriusnya." Gean mengambil beberapa buah apel, menaruhnya dalam plastik bening yang sudah di sediakan.

Mata Gean menatap lurus ke arah seorang Ibu yang tengah memunguti jeruk karena terjatuh dari plastiknya, Gean langsung membantu Ibu paruh baya itu. Padahal tadi yang menabrak ibu itu adalah perempuan muda yang berjalan sembrono. Jangankan membantu kembali memunguti jeruk yang jatuh, minta maaf saja tidak.

Tria hanya memperhatikan sampai Gean kembali, senyuman Tria tanpa malu-malu menyambut Gean yang melangkah mendekat ke arahnya.

"Saya baru sadar, senyum kamu manis." kata Gean, ia kemudian mengantongi jeruk di dalam plastik yang berbeda. "Jeruk buat Tria dan Apel buat saya."

"Padahal tadi yang nabrak itu cantik lho Pak, kok dia nggak ada niatan minta maaf," keluh Tria.

"Penampilan yang luar biasa cantik memang tidak selalu menunjang kepribadian, orang terlalu mudah jatuh hati pada penampilan sampai lupa kalau kepribadian itu nomor satu."

"Kayak kepribadian Pak Gean normal aja," ejek Tria.

"Saya memang bukan orang baik, tapi saya tau caranya meminta maaf."

Gean membeli banyak sekali makanan, lalu beberapa jenis buah. Dan tak lupa celana dalam.

"Kenapa banyak banget?"

"Buat kamu," Gean dengan repot memisahkan belanjaan untuk Tria dan untuknya. "Saya ingat waktu itu kamu mau makan sup kacang merah, ini saya beli dua kaleng."

"Nggak sekalian beliin saya LED TV Pak? Dikostan saya nggak ada TV."

"Dikasih perhatian malah ngelunjak, untung saya baik. Saya beliin." Gean melangkah kembali setelah memisahkan belanjaanya.

"Beneran Pak?" Tria bertanya penuh antusias.

"Iya, nanti saya potong gaji kamu."

"Itu namanya bukan dibeliin," decak Tria. "Dasar pelit."

"Lama-lama mulut kamu kaya Paracetamol, pahit." kata Gean, namun setelahnya Gean justru mengusap rambut Tria, "Tapi saya sayang."

.............

Susah emang punya bos kayak Gean, bawaanya pengen sayang-sayangan terus.