webnovel

Can't go

Tria sibuk menyiapkan notulen meeting bulanan dengan Tim Sales, belum sempat ia menutup laptopnya Gean sudah keluar ruangan.

"Minta tim perencanaan untuk kasih saya data trend pasar bulan ini," Gean memijat kepalanya pelan. Sebelum melangkah ke ruangannya ia sudah dikagetkan dengan kehadiran Ibunya.

"Mamah udah lama?" Gean menyapa Ibunya yang memang baru saja akan masuk ke ruangannya. "Kenapa nggak langsung masuk ke dalem?"

"Mama mau nunggu di luar ruangan kamu aja memang nggak boleh?" Ibu Prita mengapit lengan Gean, mengajak anaknya untuk segera masuk ruang kerjanya.

Tria tersenyum menyapa Bu Prita, ia segera menyiapkan teh hangat dan kudapan.

"Kamu nggak coba jalani dengan Asha?" Prita memang paling antusias dalam hal menjodohkan Gean, "Kalau kamu merasa tidak cocok Mama coba kenalkan dengan Winduri, dia lawyer. Mama rasa kepribadiannya yang tegas cocok untuk kamu."

Lagi-lagi senyum Tria mengembang di wajahnya, akan bagaimana nasib pasangan Gean kelak. Mengingat Gean yang mempunyai banyak keinginan dan terkadang sedikit egois.

Mungkin benar apa kata Bu Prita, jika Perempuan tegas dan berpendirian kukuh akan cocok dengan Gean.

"Makasih ya, Tria." Bu Prita menyambut senyuman Tria, ia mengajak Tria untuk bergabung duduk di sofa membicarakan perjodohan Gean.

"Tria, menurut kamu tempat yang cocok untuk pertemuan Asha dan Gean di mana?"

Gean menunggu jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Ibunya, ia menatap Tria penasaran.

"Di Pastry and Eat aja, Bu." Tria ingat di sekitar Cikini ada Cafe yang sangat nyaman. Menu utama mereka adalah berbagai macam Pastry dengan Pie. "Di sana tempatnya privasi, jadi enak untuk Mbak Asha yang notabenya artis. Lagi pula di sana Pastrynya cukup enak, Pak Gean sudah lama tidak makan Pie buah. Bapak bisa makan Pie Buah yang enak di sana."

"Great!" puji Prita pada Tria, Tria memang paling bisa diandalkan dalam hal apapun.

"Jam tujuh bagaimana? Saya akan lakukan reservasi malam ini jam tujuh." usul Tria. Prita mengangguk setuju, namun Gean masih terfokus menatap gelagat Tria yang di luar kebiasaannya. Ada yang disembunyikan dari raut wajahnya.

"Saya undur diri lebih dulu," Tria membungkukan tubuhnya sebelum pergi meninggalkan ruangan Gean.

Untuk sekedar berjaga-jaga, Tria menuliskan beberapa catatan untuk Gean. Tentang apa saja yang tak boleh dilakukan Gean saat bertemu dengan Asha.

"Kenapa memangnya?" Gean memandang secarik kertas di tangannya, "Kenapa saya tidak boleh mendengus?" Kenapa saya harus banyak tersenyum? Saya tahu kapan harus tersenyum dan tidak."

"Karena Mbak Asha berbeda dengan saya," Tria mencoba menjelaskan dengan simpel. Meski ia tahu pada akhirnya Gean tidak akan pernah mendengar nasehatnya. "Pak Gean harus bersikap lebih lembut, ingat bagaimana Pak Gean memperlakukan Aruna dulu? Bagaimana Pak Gean menyayangi Aruna, sekarang saatnya Pak Gean mencoba menyayangi perempuan dengan sepenuh hati. Sama seperti dulu."

Tria menunjuk dada Gean dengan jarinya, "Ada banyak perempuan di luar sana yang bersedia memberikan cintanya untuk Pak Gean. Jadi, belajar menerima rasa sayang dari orang lain itu bisa membuat hati Pak Gean berdebar."

"Kamu ikut?" suara Gean terdengar lebih rendah dari biasanya, ada nada memohon yang terselip. Berharap Tria menepati janjinya.

"Saya sedang tidak enak badan, Pak." Tria menyadarinya, sejak tadi pagi ada yang salah dengan tubuhnya. Suhu tubuhnya sedikit hangat.

"Kamu hanya perlu duduk nyaman di sana," bujuk Gean, entah untuk apa keberadaan Tria di sana. Karena sesungguhnya Tria tak mengerti jalan pikiran Gean kali ini. "Mau ya?"

Tria memejamkan matanya erat-erat, berapa lama ia harus menunggu untuk sebuah pertemuan kencan? Padahal rasanya ia ingin segera menyapa kasurnya.

"Okay."

****

"Sebelum Pak Gean memesan sesuatu, Bapak harus pastikan kalau kue itu tak memakai kayu manis." Tria memperingatkan Gean sebelum turun dari mobil, ia menarik lengan Gean. Mengancingkan lengan kemeja milik Gean yang memang belum terkancingkan, "Jangan pesan espresso, ini sudah malam. Nanti Pak Gean tidak bisa tidur."

Gean menatap lamat-lamat perempuan di depannya, dalam balutan blouse pink Tria terlihat cantik hari ini. "Kamu jangan kemana-mana sebelum saya selesai, pastikan ponsel kamu tidak disilent."

"Baik, Mister." Tria menepuk bahu Gean pelan, memberi semangat pada atasannya seolah akan mempresentasikan hal penting. "Berbahagialah."

Gean menatap Tria sejenak, mencerna kata berbahagialah yang menyapa hatinya. Apa dirinya memang terlihat sebegitu menyedihkankannya di mata Tria?

"You too," ucap Gean pelan. Namun sebelum ia masuk ke dalam Tria kembali menahan lengannya.

Dua telunjuk Tria berada di dua sisi sudut bibir Gean, ia kemudian menarik sudut bibir Gean dengan telunjuknya. "Jangan lupa senyum."

Tria berada di sudut cafe yang tak terlalu ramai, ia bisa melihat Asha dan Gean yang mengobrol. Meski tidak terdengar apa yang mereka bicarakan, namun sepertinya mereka nyaman satu sama lain. Dilihat dari bagaimana Gean tersenyum, sudah berapa kali Gean tersenyum sejak satu jam lalu duduk di sana.

Ternyata pertemuan mereka tak seperti yang Tria khawatirkan, Gean tak seburuk yang Tria kira. Tria ingat perempuan terakhir yang mengajak Gean kencan ditolak mentah-mentah oleh Gean dengan kejamnya.

Mungkin Gean sudah mulai membuka hatinya, lalu kenapa sekarang ada perasaan tak rela di hati Tria. Melihat bagaimana Gean terlihat menikmati pertemuannya dengan Asha, Tria yakin jika semuanya berjalan dengan baik.

Semuanya hanya tinggal menunggu waktu sampai Gean kembali jatuh cinta.

Rasa kantuk menyerang Tria, sebelum ia benar-benar jatuh tertidur Tria memutuskan untuk menonton ulang film disney lewat ponselnya.

What's your favorite disney movie?

Tria akan menjawab Cinderella, meski terdengar klise tapi kisah Cinderella memberi Tria banyak pelajaran. Bahwa harapan itu nyata, melihat bagaimana perjuangan Cinderella untuk menghadiri pesta dansa yang tak mudah mengajarkan Tria bahwa akan selalu ada perjuangan untuk meraih apapun.

Selanjutnya hanya ada nyanyian yang seperti lulaby menghantar Tria pada alam mimpi. Entah berapa lama Tria terpejam karena rasa bosan yang merenggut.

Ketika tersadar Gean sudah di depannya, menatapnya seraya menopang dagu. Masih terlihat samar tapi Tria yakin jika Gean menatapnya dengan senyum-senyum kecil dengan mata berbinar seolah menemukan oasis di tengah gurun.

"Jam berapa?" Tria mengucek pelan matanya, tanya yang ia lontarkan tak mendapat jawaban. Tria menoleh pada jam yang melingkar di tangannya. "Setengah sebelas?"

Kali ini Gean mengangguk, ia kembali tersenyum melihat ekspresi terkejut Tria. "Kamu ketiduran."

"Kenapa nggak dibangunin?" Tria terlihat kesal, padahal ini salahnya sendiri tertidur tapi ia merasa kesal pada Gean. "Asha sudah pulang?"

"Sudah," jawab Gean singkat.

Tria menghela napas, ia kembali menangkupkan wajahnya di atas meja. Rasanya tidur di sini lebih menggiurkan dibanding harus pulang.

"Keliatannya Pak Gean cocok dengan Mbak Asha," suara Tria terdengar lebih serak. Mungkin akibat tidur sesaat tadi. "Buktinya Pak Gean bisa bertahan lebih dari tiga jam duduk berdua dengan Mbak Asha."

Gean justru tertawa ringan, ia menggelengkan kepalanya mendengar ocehan Tria. "Cuman satu jam setengah aja, sisanya saya nungguin kamu yang ketiduran."

BERSAMBUNG

20-01-2019

Follow me on instagram : @sashalia28