1 Prolog

Gue Ariz. Cewek. Dibesarkan ayah, tanpa ibu selama tujuh belas tahun.

Hobi gue nonton semua genre anime yang ada di muka bumi ini. Dan main basket sama temen-temen cowok. Jangan mengharapkan hal yang lebih dari gue. Body rata kaya' triplek.

Dari cuitan tetangga yang gue denger, mereka bilang gue ini cantik. Tapi pujian mereka malah membuat gue bingung, cantik dari mana? Bahkan penampilan gue jauh dari cewek, malah mendekati penampilan cowok. Ah iya, muka gue mungkin.

Mereka bilang kalo gue mirip banget sama nyokap, karena dia cantik. Ah sudahlah, lama-lama satu bab penuh hanya membahas tentang kecantikan.

Akibat terlalu lama menatap layar laptop ataupun smartphone, akhirnya gue terpapar sinar birunya. Itulah asal-muasal gue kena mata minus. Untuk memperbaiki penampilan, gue make softlens di sekolah.

Ada suatu hal yang membuat gue selalu terkena sial, yaitu—gue suka nyebut penyakit—jahil. Setiap penyakit itu kambuh, gue nggak bisa nahan diri buat jahilin seseorang, bahkan guru sekalipun.

Setiap gue pulang sekolah pasti rumah sepi. Gue banting tas ke atas kasur, rebahan, mencari hiburan dari  2D.

Selembar foto mama kini gue pegang, biasanya terbawa kedramatisan, sehingga gue dekap foto itu. Selama ini gue cuman bisa ngelihat dia dari bidang datar ini. Kata papa dia masih hidup, cuma menghilang doang.

Cuma?!

Tiga kata. Tega banget dia.

Daripada berpikir bagaimana rasanya pulang sekolah ditawarin makan siang oleh mama—seperti cerita dari teman-teman gue, mending melakukan aksi kejahilan yang mengundang tawa, sampai otak gue ikut ngakak. Selalu membuat kerugian yang dirasakan oleh korban gue. Hingga berkali-kali gue dipanggil ke BK lengkap dengan kehadiran orang tua.

Dan berkali-kali gue dipanggil ke BK bersamaan dengan cowok terlaknat yang pernah gue kenal.

Gue Ariz. Dari dia yang selalu menjalankan misi sama gue soal jahil-perjahilan. Numbuhin cinta yang luar binasa.

***

avataravatar
Next chapter