webnovel

ORAZIO

Malam itu menjadi malam terakhir bagi Lesya, dimana hidupnya berjalan dengan normal. Sejak gadis berusia 18 tahun itu membuka mata, semuanya telah berubah. Mulai dari kamar yang terlihat seperti kamar dari kerajaan mewah, sampai dirinya mendapat perlakuan istimewa dari seluruh penghuni istana. Sejak hari itu Lesya dipaksa untuk dipukul oleh nasibnya sendiri. Ia selalu berusaha memecahkan kehidupan apa yang sebenarnya tengah ia jalani. Transmigrasi? Tentunya bukan. Karena, dirinya masih ada dalam raga yang sama. Mereka menganggap Lesya sebagai seorang putri bangsawan kerajaan besar, dan yang lebih menariknya, rupanya gadis 18 tahun itu sedang berada di abad ke-22. Tidak berhenti disitu saja. Lesya semakin dibuat terkejut saat mengetahui jika Arsen, kekasihnya ada di sana, dengan sebuah fakta jika Arsen adalah Pangeran dari Kerajaan Prisam, atau Kerajaan berbentuk Monarki besar yang bisa menghancurkan Kerajaan lain kapanpun itu. Lantas, akankah Lesya berhasil menguak misteri yang sedang ia hadapi bersama kekasihnya?

Leni_Handayani_2611 · Fantasy
Not enough ratings
15 Chs

Cantik

LESYA POV

Diriku kembali dibuat bingung oleh keadaan. Sebuah tempat terakhir yang aku ingat itu adalah kelasku. Namun, mengapa sekarang aku sudah berada di kamar yang sama dengan tempo lalu?

Apakah jiwa-ku tengah dipermainkan oleh semesta? Ini begitu terasa jelas dan nyata. Semua gerakan yang ada di depanku, cukup berpengaruh pada kepala bagian belakangku.

Bahkan, saat wanita cantik itu menatapku, aku merasa terlingkupi oleh pupil matanya. Tubuhku terasa terguncang. Aku yakin ini bukanlah sebuah mimpi seperti yang sempat Arsen katakan.

Jika ini memang benar bukan sebuah halusinasi atau mimpi-ku, mengapa bisa aku berada di sini? Apa aku telah melewati sebuah portal dimensi lain? Tapi aku rasa, hidupku sama sekali tidak pernah menyinggung hal aneh semacam itu.

Mungkin jika nanti aku bertemu dengan Arsen, aku akan membicarakan ini padanya, dan berencana untuk memecahkan nasib apa yang tengah aku dan Arsen alami.

Aku tidak akan pernah membiarkan ini terjadi berkali-kali. Walaupun aku menyukai kehidupanku yang sekarang, tapi bukan berarti aku harus diam di tempat, tanpa menggali akar dari permasalahan tersebut.

"Princess, aku telah menunggumu hampir 2 jam lebih, dan rupanya kau tengah tertidur. Apa kau kelelahan? Tidak seperti biasanya kau seperti ini." Lamunanku buyar, dengan terpaksa atensiku berikan sepenuhnya pada wanita yang aku yakini adalah seorang Ratu.

"Ak-aku--" dan sial!

Mengapa lidahku terasa kelu?

"Ya, kau benar. Tubuhku terasa letih."

Aku memejamkan mataku, tidak terlalu erat. Aku merasa terancam. Tatapan lembut mereka membuatku merasa semakin dibuat bingung. Aku harus menjawab dan memanggil mereka dengan sebutan apa? Aku tidak ingin merusak reputasiku sebagai seorang Putri bangsawan. Walau aku sadari, ini semua hanyalah bersifat sementara. Setidaknya hanya itu yang aku ketahui sekarang.

"Baiklah, sayang. Mommy akan kembali."

"Mommy?" Aku menelan salivaku dengan sulit. Baiklah, mungkin satu-satunya hal yang harus aku lakukan sekarang adalah, menjalankan semua drama ini dengan sebaik mungkin.

"Tunggu." Aku menghentikan wanita yang katanya Mommy-ku itu, membuatnya kembali menatapku.

Untuk sekarang, satu-satunya hal yang mencolok dari diri wanita itu adalah senyumannya. Aku merasa tersihir, dan semakin terpana karena senyuman itu. Benar-benar sangat manis dan cantik.

"Apa ada hal yang ingin kau lakukan, saat menghampiriku?"

Wanita itu mengangguk kecil. "Malam ini kita akan melakukan makan malam bersama dengan keluarga Kerajaan Prisam. Karena itu, kau harus memilih gaun terbaikmu, Sayang."

Terdengar menyenangkan.

"Baiklah. Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang?"

"Jika kau siap, kita akan pergi menemui Aunty Marry di ruangannya."

"Untuk?"

"Tentu saja memintanya untuk memilihkan gaun terbaikmu." Wanita itu tersenyum semakin lebar, dan lagi-lagi mampu membuatku terpana.

"Apa kita bisa pergi sekarang?"

-o0o-

Ini adalah kali pertamanya aku pergi menginjakan kaki diluar Istana. Terlihat sangat menakjubkan, dan berbeda jauh dari yang pernah aku bayangkan.

Dari arah luar, Istana ini akan terlihat megah dan mewah menyerupai bangunan kerajaan Inggris. Namun, dari dalamnya tidak akan kalah menarik. Semuanya tertata dengan rapih, seperti Istana pada umumnya.

Pondasi yang dibuat setinggi mungkin, lantai yang mendukung bangunan, serta arsitektur persis Istana-istana yang sering aku lihat dimedia sosial, atau televisi.

Ini benar-benar sangat menakjubkan. Aku masih belum bisa mempercayai ini semua. Aku sendiri tidak tau, hal apa yang mengantarkan aku sampai aku bisa melangkah di lorong Istana ini, diiringi oleh beberapa pelayan di belakangku.

Mataku masih mengamati keadaan sekitar yang nampak terlihat asri. Namun tidak lama kemudian, salah satu pelayan membukakan pintu yang bisa aku tebak, itu adalah ruangan yang menjadi tujuan kami.

"Baginda Ratu, Tuan Putri." Seorang wanita muda memberi hormat pada kehadiran kami di sana.

"Hai Marry," balas Ratu-- Aku tidak tau siapa nama wanita itu. Aku pun terdengar sangat tidak sopan, karena tidak berhenti memanggilnya dengan sebutan, 'wanita itu' mungkin nanti aku akan mencari tau tentangnya, dan sekaligus tentang Istana ini.

"Apa Putri Lesya akan memilih gaunnya sekarang?"

Aku tersenyum manis. "Tentu saja Mrs."

"Mrs?" beo mereka serentak.

Aku meringis kecil. Aku benar-benar terlihat seperti seseorang yang baru saja terlahir kembali.

"Biasanya kau memanggil Marry dengan panggilan Aunty."

"Apa kau melupakan itu, Princess?"

Aku menghembuskan napas lega. Aku tidak perduli lagi jika mereka menatapku dengan tatapan aneh. Persetan dengan semuanya. Yang sekarang aku perdulikan hanyalah, bagaimana caranya agar aku tidak terlihat bodoh pada petualangan kali ini.

"Setelah melakukan tidur siang tadi, kepalaku terasa sedikit pusing, Mom."

"Ratu Delfina, aku rasa Tuan Putri butuh seorang tabib untuk menangani rasa sakit di kepalanya. Apa aku harus memanggil tabib itu sekarang?"

Ratu Delfina? Oke, kerja yang bagus Aunty Marry!

Aku menggeleng kecil. "Tidak perlu, Mom, Aunty. Rasa sakit ini hanya sedikit. Kalian tidak perlu cemas."

Ratu Delfina mengusap kepala bagian belakangku dengan sangat lembut. "Daddy-mu pasti akan lebih khawatir jika mengetahuimu menyembunyikan rasa sakit ini, Dear."

Lagi-lagi aku harus menerima ucapan, yang seakan-akan aku ini adalah kesayangan seorang Raja. Jika benar begitu, aku akan sangat merasa senang.

Setelah sekian lama tidak menerima kasih sayang dari kedua orangtuaku, sekarang aku harus melewati perjalanan yang melingkupi sesuatu yang sudah lama tidak aku dapatkan.

Selama ini aku benar-benar mengandalkan Arsen. Hanya Arsen yang memberiku kasih sayang, dan mencintaiku dengan cinta terbaik yang ia miliki.

Mommy-ku meninggal saat aku berusia 11 tahun. Saat itu Daddy kembali menikah dengan wanita yang sangat aku benci, Elisa. Sebenarnya, Mommy meninggal karena terkena serangan jantung saat mengetahui jika Daddy berselingkuh dengan Elisa.

Hal yang benar-benar membuatku hancur. Saat itu usiaku terbilang masih kecil, tapi bakat dari kepekaanku terhadap sesuatu, aku bisa memahami semuanya dengan begitu jelas.

Saat itu juga kasih sayang Daddy untukku lenyap. Elisa selalu mengatakan hal yang tidak-tidak tentangku pada Daddy. Tidak jarang juga aku mendapat amukan dari Daddy, dan pukulan yang sungguh menyiksa fisik dan mentalku.

Setelah semua kisah menyakitkan itu berhasil aku lewati, sekarang Tuhan memberiku kesempatan untuk menjadi seorang gadis yang istimewa.

Tatapan Ratu Delfina dan Aunty Marry sungguh jelas menyiratkan kekhawatirannya padaku.

"Jika rasanya sangat sakit, jangan menghalau lagi, Putri."

Aku mengangguk, memberikan jawaban pada Aunty Marry.

"Baiklah, Aunty."

"Marry, tolong bawakan gaun itu sekarang. Setelah memilihnya, Putri Lesya harus pergi ke Tabib. Aku tidak ingin rasa sakit anakku semakin parah, dan membuat suamiku khawatir nantinya."

Aku kembali menggeleng. Padahal tadi itu hanyalah sebuah kebohongan. Aku tidak sepenuhnya merasa sakit kepala. Yang sebenarnya aku rasakan adalah, rasa canggung dan bingung harus mengambil sikap yang seperti apa saat menghadapi mereka semua.

Aku memandang Aunty Marry aneh. Wanita itu tidak berhenti menatapku, seakan tengah menggodaku lewat tatapannya.

"Apa ada yang aneh, Aunty?"

Aunty Marry menggeleng kecil, dan menahan senyumannya. "Aku telah mendengar sebuah berita yang manis dan langka."

"Apa?" Ratu Delfina ikut menimpali.

"Oh, rupanya Ratu belum mendengar berita besar ini, ya?"

"Padahal sekarang Istana sedang dibuat gempar oleh berita tersebut."

"Aku juga yakin jika berita baik ini telah sampai ke telinga King Avery."

Aku dan Ratu Delfina mengerutkan dahi. Aku sungguh tidak tau apa yang sedang terjadi di sini.

"Beberapa jam sebelum Putri Lesya tertidur..."

Aku sangat benci ini. Andai saja Aunty Marry hidup di duniaku, maka aku tidak akan segan-segan melemparkan buket bunga ke wajahnya.

"Katakan dengan benar, Aunty. Kau hanya membuatku penasaran saja."

Aunty Marry terkekeh. "Apa Dewi angin telah merubah perasaanmu, Putri?"

"Maksudmu?" tanyaku yang semakin dibuat penasaran.

"Jelas-jelas kau memeluk Pangeran, saat Pangeran melakukan kunjungan ke kamarmu!!" serunya, yang seperkian detik kemudian menimbulkan pertanyaan besar dibenakku.