webnovel

Kencan

Pilihan kami akhirnya jatuh di restoran cina tidak jauh dari theme park. Tempatnya cukup besar dan ada di ujung jalan. Saat kami datang parkiran masih kosong. Hanya ada beberapa sedan dan wagon terparkir di sana. Dengan mudah mobilku menemukan spot kosong.

Kami memilih menu dengan cepat karena perutku sudah keroncongan.

Interior bagian dalam restoran tidak mewah tapi rapi dan didominasi dengan warna merah dan kuning emas.

Dindingnya dihiasi wallpaper ala oriental dan ada sebuah lampion tergantung di atas setiap mejanya. Ada sebuah boneka kucing besar di meja kasirnya.

Meja kami ada di pojok dekat jendela yang menghadap ke jalan tempatku memarkir mobil. Kebanyakan meja yang di tengah ruangan berbentuk bulat dengan sepuluh kursi di setiap meja. Sedangkan meja yang ada di pinggir berbentuk kotak dengan empat buah kursi di setiap mejanya. Seperti meja yang kami tempati sekarang.

"Tempat ini mengingatkanku akan pertama kalinya aku menyatakan cintaku."

"Oh ya? Kamu berumur berapa saat itu James?"

"Waktu itu aku masih berumur dua puluh dua tahun dan dia berumur tujuh belas tahun."

"Waaah… kamu termasuk polos juga James. Kebanyakan orang sudah jatuh cinta sejak masih sekolah menengah atas."

"Aku hampir tidak pernah tertarik pada gadis waktu sekolah Anne."

"Kenapa?"

"Hmmm… aku juga tidak tahu tapi aku merasa mereka seperti boneka. Cantik di luar dan kosong di dalam"

"Apakah dia cantik? Cinta pertamamu"

"Cantik. Dia sangat cantik. Dan kami merasa sangat nyaman saat berdua. Kami bertemu saat keluarga kami berlibur ke Bali." Aku menatap mata Anne dengan intens.

"Oh sama dengan saat kita bertemu juga di Bali, James." Katanya riang sambil tertawa.

"Itu benar Anne. Dua puluh tahun sudah berlalu dan hari ini aku bersama dengan cinta pertamaku dulu." Sahutku sambil menggenggam tangannya yang ada di atas meja.

Anne menunduk, "James… aku tidak tahu kalau akulah yang kau maksud. Dan kau sudah berjanji James." Anne menatapku sungguh-sungguh.

"Iya Anne aku tahu. Aku berusaha tidak akan berbuat apapun hingga perceraianku selesai."

"Good."

"Aku berkata aku akan berusaha Anne. Tapi aku sendiri tidak yakin akan diriku sendiri," kataku sambil mengelus bagian dalam pergelangan tangan Anne.

Tiba-tiba ada pelayan datang mengantarkan makanan yang kami pesan. Anne langsung menarik tangannya dan mukanya langsung memerah. Aku tertawa lebar.

Sudah lama aku tidak bertemu gadis secantik Anne yang masih mempunyai rasa malu seperti remaja polos. Kebanyakan wanita cantik selalu menggunakan kecantikannya untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Kebanyakan dari mereka sudah tidak memiliki rasa malu dan kepolosan hati.

Sebagai contoh istriku sendiri, mantan sekretarisku yang merayuku ataupun wanita-wanita cantik di klub malam. Mereka semua tahu persis bagaimana menggunakan kecantikan dan tubuh mereka untuk meraih keinginannya.

Makanan kamu telah keluar semua. Ada piring berbentuk oval yang berisikan potongan daging ayam berbalut tepung yang disiram saus asam manis yang kental. Lalu ada pula mie yang digoreng kering lalu disiram saus sayur gurih yang kental pula. Di sampingnya ada udang berbalut tepung yang disiram dengan saus mayonaise. Lalu ada pula ayam muda yang digoreng sampai kecoklatan dengan bumbu lada garam di sebelahnya. Semua hidangan kami dilengkapi dengan acar mentimun dan cabai kecil hijau yang rasanya asam.

"Wah sepertinya kita memesan terlalu banyak James."

"Tidak juga. Nanti kamu akan lihat seberapa besar porsi makanku." Aku memberikan semangkuk nasi kepada Lucy dan membuka sumpit sekali pakai.

Dalam sekejap dua hidangan di depan kami sudah kosong. Aku memesan tambahan nasi putih dan kembali mengosongkannya.

"Makanmu ternyata masih tetap sama banyak."

Aku tertegun mendengarnya, "jadi kau masih ingat porsi makanku?"

"Tentu saja James. Waktu kita di Bali, kita pernah makan bersama adik-adik dan sepupumu, kamu menghabiskan empat piring sekaligus. Katanya sambil tergelak.

"Waktu itu kan masa pertumbuhan. Sekarang aku cukup dengan dua piring saja."

Anne tertawa semakin lebar.

"Umur berapa anakmu sekarang James?"

"Mike baru saja berulang tahun ke delapan belas tahun ini dan bulan depan dia akan mulai tinggal di asrama dan kuliah di Southern College."

"Jurusan apa yang diambilnya?"

"Manajemen bisnis."

"Ooh ya ya. Karena nantinya Mike akan meneruskan perusahaanmu ya? Kamu sekarang juga meneruskan perusahaan ayahmu kan James"

Anne mengetahui perusahaan ayah sejak kami di Bali dua puluh tahun yang lalu. Anne bahkan pernah bercanda akan mengajukan permohonan kerja magang di perusahaan ayah. Dan aku menunggu-nunggu hal itu terjadi hingga akhirnya tragedi itu terjadi. Pupus sudah harapanku bertemu Anne kembali.

"Tidak juga. Aku akan lebih tenang kalau Mike memilih pekerjaan yang disukainya nanti setelah lulus."

"Kenapa begitu?"

"Entahlah Anne… Tidakkah kau berpikir kalau kita akan lebih bahagia dengan pilihan kita sendiri?"

"Yah itu mungkin benar." Sahutnya pelan.

Saat semua piring kami telah kosong, seorang pelayan laki-laki yang sudah paruh baya menghampiri kami dan mengambil piring-piring kosong di depan kami. Lalu dia kembali dan membawa sebuah piring berisikan dua buah fortune cookie bersamanya.

Fortune cookie adalah sebuah kue yang dipanggang hingga kering yang berbentuk hati terlipat. Dan biasanya ada selembar kertas kecil di dalamnya. Kertas tersebut biasanya berisikan ramalan atau pesan.

Aku mengambil sebuah kue dan memecahnya menjadi dua. Di dalamnya ada sebuah kertas kecil. Aku menariknya keluar sebelum memakan kuenya. Kuenya renyah dan dipanggang sampai kecoklatan. Rasanya manis. Aku membaca kertas itu.

"Yang kau inginkan akan terjadi. Hidupmu akan berubah."

Aku tertawa. Mungkin tulisan dalam setiap kertasnya sama. Aku tidak pernah mempercayai ramalan seumur hidupku. Tapi karena kata-kata ramalan hari ini sesuai dengan harapanku maka aku berharap hal itu benar.

"Apa isi kertas itu Anne?"

Anne terlihat membaca dengan seksama kertas kecil di dalam fortune cookie nya. Anne membacanya pelan.

"Kejujuran adalah kunci segalanya. Apa maksudnya? Apakah ada yang tidak jujur?" Anne mengernyitkan dahinya saat berpikir.

Aku tertawa, "itu kan hanya ramalan Anne. Tidak semuanya benar-benar untuk kita. Mereka membuat beberapa tulisan yang sama dan memasukkannya ke dalam kue"

"Begitu ya?"

"Tentu saja! Mana ada orang yang masih percaya dengan ramalan hari ini?"

Lalu aku menaruh kertas itu di atas meja dan menyelesaikan pembayaran di meja kasir. Gerakan tangan kucing yang melambai-lambai di sebelah kasir begitu menghipnotis. Kasirnya berkata padaku, "datang lagi ya!"

Aku tersenyum dan menuntun Anne kembali ke dalam mobil. Mata si kasir terus mengikutiku. Mungkin dia hanya penasaran dengan mobil yang kukendarai.

Hari mulai gelap dan aku mengantarkan Anne ke depan rumahnya. Kali ini aku bersikap gentleman dan tidak melakukan apapun. Aku menunggunya masuk ke dalam rumah lalu menyalakan mesin mobilku lalu pulang ke rumahku.

Setelah sampai di rumah, aku melihat mobil Mike telah ada di tempat parkirnya. Aku masuk ke dalam rumah dan mengetuk kamarnya.

"Mike."

Mike membuka pintu dan ternyata ada Lucy di dalam kamarnya.

"Ya ayah."

"Ayah cuma ingin tanya satu hal, kamu yakin lebih suka membawa mobil hitam ke kampusmu?"

"Yeah kenapa tidak."

"Well… kalau-kalau kamu lupa Mike, ayah membelikan mobil sport merah saat kamu lulus ujian mengemudi."

"Iya sih… tapi aku merasa tidak nyaman dengan mobil itu. Aku tidak ingin menjadi pusat perhatian karena membawa mobil itu ke kampus."

Benar-benar anakku. Aku tersenyum. Kesederhanaan dan cara berpikirnya sangat mirip denganku.

"Well oke kalau begitu Mike. Ayah hanya ingin memastikan."

"Aku akan memakainya saat berada di rumah saja. Mungkin kalau suatu saat ingin berkendara di saat jalanan sepi. Ayah tahu kan kalau jalanan macet, sangat tidak nyaman mengendarai mobil sport." Mike meringis.

"Baiklah anak muda." Aku mengacak-acak rambutnya. Lalu berpamitan naik ke atas.

Aku tidak menyapa Lucy bukan karena marah tapi memang aku merasa tidak lagi perlu berurusan dengannya. Ada rasa tidak peduli lagi atas makhluk yang suka memanipulasi disaat aku lemah. Hari ini aku merasa kebal terhadapnya.