1 Berawal dari curhat

Malam berbalut sepi, dingin merayu hati. Cahaya bulan ikut menghiasi, nuansa misteri menyelimuti. Dekapan hangat penuh kemistri, tanganmu berjalan menyusuri hingga perlahan membuatku sadar ada gejolak di dalam hati yang sedang mencoba bangkit birahi.

Namaku Anna Gisella, gadis berumur 23 tahun. Berwajah oriental dengan kulit putih. Gadis yatim piatu, bekerja di sebuah klub malam milik sahabatku, dan inilah kisah ku. Semuanya terjadi dengan begitu cepat sampai aku tidak bisa lagi untuk mengelak. Sungguh diluar dugaan ku. Ingin aku berlari, namun kekuatanku tidaklah sebanding dengannya. Sampai akhirnya aku hanya bisa pasrah menerima pemerkosaan sekaligus kenikmatan dari orang yang selama ini ku kenal sebagai sahabatku.

Semuanya berawal dari sini hingga persahabatan kami mulai renggang. Namanya Nicole Alfian, pria berumur 26 tahun. Di umurnya yang masih terbilang muda dia sudah menjadi bos bahkan membuka beberapa cabang meskipun karir pertamanya di mulai dari meneruskan usaha milik keluarganya, namun siapa sangka dia sudah begitu sukses. Hingga aku bisa melanjutkan hidupku dengan bantuannya.

Beberapa saat sebelum kejadian.

Malam itu Nicole terlihat berbeda dari biasanya. Dia tidak banyak berbicara denganku, bahkan dia duduk termenung seorang diri. Tatapannya fokus kedepan seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku tidak tahu dia kenapa, hingga akhirnya aku mencoba untuk mendekatinya setelah aku selesai melayani beberapa pesanan dari para tamu yang datang. Tanpa menunggu sapaan darinya aku langsung memilih duduk di sampingnya.

"Um, sepertinya ada yang lagi galau," ketus ku sembari melirik kearahnya.

Tak ada sahutan darinya melainkan hembusan nafasnya yang begitu ... panjang sampai terdengar ditelinga ku. Lalu posisi duduknya mulai berubah hingga ia mulai menoleh ke arahku, tapi tiba-tiba ia bersandar dipundak ku tanpa meminta persetujuan.

"An, hibur aku, aku memang sedang galau," ucap Nicole.

"Jadi Tuan muda yang tampan ini bisa galau juga? Hem ... baiklah sini cerita, biar aku mendengarnya." Aku berusaha menjawab dengan sedikit senyuman agar dia bisa lebih rileks.

"Kamu ingat saat itu aku mencoba untuk melamar Jenny, tapi sayangnya aku ditolak mentah-mentah. Apa menurutmu aku ini sangat buruk, Anna?" Nicole mencoba menceritakan semuanya seraya ia bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dariku.

Aku menjawab dengan menggelengkan kepalaku, lalu aku berkata. "Menurutku, kamu pria yang paling sempurna yang pernah kutemui. Sudah tampan, baik, dan sukses lagi, ditambah kamu juga mau menolong orang lain. Mana ada wanita yang akan menolak mu. Mungkin saja dia menolak mu karena sesuatu, jadi jangan terlalu bersedih sampai melamun seperti tadi. Kamu sungguh sangat berharga."

'Aduh! Kenapa jawabanku seperti itu? Tapi, memang aku tidak sedang berbohong. Bahkan aku sendiri tergoda dengannya. Hanya saja ... aku harus tahu diri tentang siapa diriku, apalagi aku tidak seperti orang-orang yang sangat mementingkan good looking,' batinku sesudah menjawab ucapannya.

"Oh iya? Jika menurutmu semua wanita tidak akan menolak ku. Lalu bagaimana denganmu, apa kamu juga tidak akan menolak ku?" tanya Nicole.

"Ya tentu saja! Aku kan sahabatmu," sahutku dengan sedikit tersenyum.

Nicole tidak lagi menjawab, dia hanya tersenyum seraya menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Nicole, kalau begitu aku lanjut kerja lagi. Kamu tidak apa-apakan?"

"Aku tidak mengizinkannya. Lagipula aku ini bos mu jadi temani aku sekarang. Mari kita minum supaya beban masalahku ini bisa hilang," sahut Nicole sembari menahan lenganku.

"Ya sudah kalau begitu."

Terpaksa mengiyakan ajakannya hingga kami berdua memutuskan untuk minum-minum bersama. Aku sibuk menghabiskan beberapa gelas minuman ku tanpa berbicara apapun, namun berbeda dengan Nicole, dia terus mengeluarkan celotehannya tanpa mengenal rasa lelah. Dia terus menceritakan masalah pendekatan yang belum kelar itu bersama dengan Jenny. Memang, yang kutahu Jenny adalah wanita yang sangat Nicole cintai. Bahkan sejak mereka masih duduk di bangku kuliah.

Hampir empat botol kami habiskan bersama, hingga membuatku tidak mengingat apapun lagi. Hanya saja aku teringat jika sedang di gendong oleh seseorang, namun mataku tidak terlihat jelas siapa orang yang sedang membawaku. Sampai akhirnya tiba disebuah kamar yang cukup luas.

Kesadaran ku masih terjaga meskipun mataku sudah tertutup, namun aku bisa merasakan apapun yang sedang terjadi di tubuhku. Entah kenapa tiba-tiba aku merasakan sensasi yang begitu aneh. Tubuhku seperti sedang disentuh oleh sesuatu, hingga aku menyadari bahwa perlahan pakaianku mulai terlepas. Ingin rasanya bangkit, namun aku terlalu enggan justru aku merenggangkan tubuhku agar pakaianku bisa lebih mudah terlepas.

Hawa dingin perlahan menyusup masuk kedalam tubuhku. Aku mulai merengkuh tubuhku yang sudah tidak memakai sehelai benangpun. Mencoba untuk mencari kehangatan, tapi sesaat kemudian aku merasakan jika ada seseorang yang sedang mencoba untuk memelukku. Dengan sangat ku paksakan mencoba melihat siapa itu meskipun kesadaran ku hanya sekedar saja.

Wajahku tersenyum saat melihat sosok pria yang selama ini telah menjadi sahabatku. Hingga akhirnya yang hanya kurasakan sentuhan dari setiap sentuhannya yang mulai bergejolak di dalam tubuhku. Desahan pun ikut serta saat dirinya mulai merenggut mahkotaku, tapi tiba-tiba rasa sakit begitu terasa lemas sampai membuat setengah tubuhku seperti berhenti berfungsi. Namun, semakin lama sensasi lain yang kurasakan, hingga membuatku ingin terbang apalagi di saat tangannya menggenggam erat tanganku.

Mataku terpejam menikmati sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya, sampai membuatku berteriak di bawah tubuhnya yang gagah. Ia bahkan memelukku di saat sesuatu di dalam tubuhnya akan keluar, namun dalam sekejap kebahagiaan dan kenikmatan berganti dengan kesedihan.

"Jenny ... Jenny, oh yeah," desah Nicole di saat dirinya hampir sampai puncak.

Kupikir dia sedang mengingatku, tapi ternyata dia menghayal tentang orang lain. Bisa-bisanya saat seperti ini dia mengingat orang lain padahal saat ini dia sedang berhubungan denganku. Hatiku bahagia telah dipilih olehmu walau aku tahu pilihan ini sampai membuatku terlihat tidak berharga. Tanpa kusadari air mata membasahi pipiku.

Semuanya telah terjadi dengan sahabatku sendiri, yang awalnya membuatku bahagia, namun sekarang tubuhku seperti tertusuk duri hingga membuatku tidak dapat menahan tangis. Aku mencoba untuk tetap terdiam agar tidak membuatnya terbangun. Tapi, setelah ku pikir-pikir alangkah baiknya aku pergi sebelum ia terjaga.

Mencoba bangkit dari ranjang ternyaman yang baru saja kurasakan, mengutip dengan perlahan pakaianku hingga akhirnya aku berlari keluar dengan tangis yang tidak dapat ku bendung lagi. Tanpa tahu arah, aku terus berlari hingga kurasakan kakiku mulai kelelahan. Sebelum akhirnya sebuah taksi yang tidak jauh terlihat di pelupuk mataku.

'Apa yang harus kulakukan sekarang? Bagaimana aku harus bersikap jika nanti bertemu denganmu, Nicole? Apalagi kamu adalah atasanku, tapi kamu juga sahabatku sekaligus orang yang kucintai dan orang yang telah mengambil mahkotaku,' batin ku kebingungan di saat taksi mulai melaju pergi.

avataravatar
Next chapter