20 Makan Siang Bersama

Semua pasang mata langsung melihat Raza saat mengatakan hal tersebut, bahkan tatapan Tiara merasa tidak enak karena Raza berkata seperti itu di depan Zaidan.

"Kalau Tiara tidak mau jangan dipaksa dong!" celetuk Raza.

"Kenapa jadi lo yang sewot, Za," timpal Zia.

"Gue sewot? Nggak lah, ngapain juga gue sewot. Cuma gue risih aja ada cowok ngajak pulang cewek padahal sudah jelas ditolak," cibir Raza.

'Nih anak mulutnya nggak bisa dijaga apa,' batin Tiara.

Tiara tersenyum canggung pada Zaidan, dia merasa tidak enak hati.

"Maaf, sepertinya ada salah paham di sini. Saya hanya mengajak Tiara dan tidak ada salahnya untuk memastikan sekali lagi, seperti yang Tiara katakan dia merasa tidak enak karena kalian selalu pulang bersama. Oleh sebab itu saya sekalian mengajak kalian agar pulang bersama dengan Tiara, lagi pula tidak ada salahnya saya memastikan hal tersebut," jelas Zaidan.

Katup bibir Tiara terbuka saat mendengar perkataan Zaidan yang panjang lebar, tapi masih bisa tersenyum. Memang umurnya yang terbilang dewasa bisa berkata dengan bijak seperti itu dan ini adalah poin penting mengapa Tiara mengagumi sosok Zaidan yang lemah lembut. Zia menyikut lengan Tiara untuk menyadarkan dari lamunannya dan berbisik pada Tiara.

"Kalau kalian merasa tidak nyaman dengan kehadiran mendadak ini saya minta maaf. Terlebih Tiara, maaf akak sudah membuatmu tidak nyaman dan tidak enak hati dengan teman kalian. Kalau begitu, akak permisi."

Zaidan kembali ke dalam mobil, tapi dengan cepat Tiara menghentikan aksi Zaidan yang akan membuka pintu mobil alhasil Zaidan pun menoleh ke arah Tiara.

"Aku ikut," ucap Tiara.

"Heu?" Zia terkejut akan ucapan Tiara, bagaimana bisa Tiara merubah pikirannya dengan cepat.

Raza pun tak kalah terkejut, itu artinya semua ucapan penolakan baginya sia-sia. Tidak ingin berada di situasi yang canggung, tanpa basa-basi Raza langsung masuk ke dalam angkutan umum tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada kedua sahabatnya. Tiara menyadari sikap Raza akan hal itu, dia tidak mungkin menarik kembali ucapannya pada Zaidan, Zia pun menjadi bingung harus mengambil sikap apa. Zaidan yang melihat itu langsung bertanya dan memastikan tentang perkataan Tiara. Tanpa pikir panjang Tiara langsung melangkah maju sambil menatap Zia yang berarti untuk ikut serta, tapi Zia tetap diam bergeming dan detik berikutnya masuk ke dalam angkutan umum dengan maksud tidak ingin mengganggu waktu Tiara dan Zaidan. Lain halnya pikiran Tiara justru dia mengumpat dalam hati tentang tindakan Zia yang mengambil keputusan untuk naik angkutan umum bahkan tatapannya seperti akan membunuh Zia. Tanpa wajah berdosanya Zia melambaikan tangan dan tersenyum ceria pada Tiara.

'Awas lo, Zi!' batin Tiara.

"Teman kamu nggak mau ikut bareng? Maaf ya, sudah membuatmu tidak nyaman," ucap Zaidan sambil memasang seat belt.

Tiara berusaha tersenyum dan menjawab, "Nggak kok, Kak. Memang teman aku saja yang rese."

Zaidan pun menancapkan gasnya dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

"Mmm … kamu mau akak ajak makan siang nggak," ajak Zaidan memecah keheningan.

Uhuk! Uhuk! 

Tiara tersedak salivanya sendiri karena mendengar ajakan Zaidan yang tiba-tiba. Saat ini jantung Tiara tidak sedang sehat karena detakkannya sangat cepat, begitupun dengan aliran darahnya yang terasa deras arusnya. Tiara mencoba untuk menyembunyikan rasa gugupnya sambil melipat bibirnya ke dalam dan sedang berpikir tentang ajakan Zaidan.

"Kalau tidak mau juga tidak apa-apa kok, Akak hanya mengajak saja dan tidak memaksa," ucap Zaidan, "sekali lagi maaf membuatmu tidak nyaman."

"Bu-bukan seperti itu, Kak. Hanya saja … aku bingung harus menjawab apa," balas Tiara malu-malu.

Dalam hatinya Tiara sangat senang dengan ajakan Zaidan, tapi dia juga malu jika harus makan siang berdua. Otaknya terus berkata untuk menyetujui ajakannya, tapi dia malu untuk mengatakannya.

"Akak hanya mengajak makan siang kebetulan sudah masuk jam makan siang juga, kan. Akak nggak maksa kok, Dek," jawab Zaidan sambil fokus mengemudikan mobilnya.

"Kalau kamu mau, nanti di persimpangan Akak mau belok kiri kita makan siang di lesehan mie ayam, disitu bakso dan mie ayamnya enak loh, Dek," tambahnya lagi bersemangat.

"Mie ayam?" seru Tiara.

"Iya, Dek. Mie ayam, akak bisa menjamin kalau kamu pasti suka."

"Ya sudah, aku mau, Kak," balas Tiara antusias.

Mie ayam adalah salah satu makanan favorit Tiara, dia tidak bisa menolak makanan tersebut bahkan rasa gugup dan malu Tiara berubah menjadi semangat karena mendengar kata mie ayam. Senyum Zaidan pun terukir di bibirnya karena dia berhasil mencairkan suasana canggung serta tidak nyaman pada diri Tiara. Sesuai perkataan Zaidan saat di persimpangan mobilnya dibelokkan ke arah kiri.

"Oh iya, apa sikap akak tadi keterlaluan ya?" tanya Zaidan.

"Keterlaluan bagaimana maksudnya, Kak?" Tiara balik bertanya dengan mengerutkan dahinya.

"Raza. Sepertinya dia tidak suka kehadiran Akak tadi."

"Aku nggak tau, mungkin dia lagi datang bulan," celetuk Tiara.

Tiara langsung tertawa dan detik berikutnya Zaidan pun ikut tertawa.

"Mana ada cowok yang seperti itu, Dek," kekeh Zaidan.

Tawa Tiara dan Zaidan berhenti karena sudah sampai di pondok makanan yang dimaksud Zaidan. Keduanya pun turun dari mobil dan masuk ke dalam. Zaidan mengambil tempat duduk di belakang dengan pemandangan seperti kolam dan pohon serta bunga-bunga tertata rapi. Tiara kagum melihat pemandangan tersebut, ini kali pertamanya dia mendatangi pondok makanan seperti itu.

"Kamu mau pesan apa, Dek?" tanya Zaidan memberikan menu pada Tiara.

"Mmm …." Tiara tengah berpikir untuk memesan makanan tersebut bahkan dia menelan salivanya karena tergiur melihat gambar-gambar berbagai macam menu mie ayam. Zaidan yang melihat tingkah Tiara merasa gemas dan memanggil namanya karena pramusaji sudah berdiri lama dekat meja untuk mencatat pesanan.

"Heu? Maaf, Mas. Saya pesan yang ini saja," tunjuk Tiara.

"Eh, tapi nggak jadi deh. Harganya lumayan," ucapnya kemudian.

Zaidan pun terkekeh dibuatnya dan berkata, "Nggak apa-apa, Dek. Kamu pesan apa saja. Kami pesan itu dua ya, Mas."

"Baik, saya ulangi ya. Mie ayam bakso telur dua, es jeruk dua," kata pramusaji mengulangi pesanan.

"Oh iya, es tawarnya juga dua, Mas," ucap Zaidan.

"Baik. Silahkan ditunggu." Pramusaji pun undur diri.

"Pesan minum kok sampai segitu, Kak," kata Tiara terkejut.

"Es jeruk untuk pendamping, es tawar setelah makan," jelas Zaidan.

Mulut Tiara sedikit terbuka karena terkejut dengan jawaban Zaidan, detik berikutnya Tiara melihat serta mengatakan akan kekaguman pemandangan di depannya.

"Aku kok baru tahu ya ada pondok seperti ini?" tanya Tiara.

"Jelas, ini pondok baru buka seminggu yang lalu. Akak makan di sini juga tahu dari ibu. Pulang dari seminar ibu mengajak akak makan di sini," jawab Zaidan.

Tidak ingin membuang kesempatan Tiara mengambil handphone di dalam tasnya, dia berniat untuk mengambil potret dengan latar belakang pemandangan tersebut. Sebelum mengambil gambar, Tiara malu-malu untuk mengatakan jangan ilfeel tentang sikap eksisnya tersebut.

"Akak juga ambil foto di sini kok, sayang banget pemandangan indah harus dilewatkan begitu saja," jawab Zaidan.

Mendengar jawaban Zaidan, Tiara pun langsung mengambil potret dirinya dengan berbagai gaya andalannya bak model profesional.

"Kamu nggak mau ambil foto bersama?"

Seketika Tiara menghentikan aksi memotret dirinya, dia langsung terdiam dan melihat Zaidan yang tengah tersenyum.

avataravatar
Next chapter