12 Jangan menyerah, lawan hatimu

Sesuai janji Arya pada ibu Ratna, bahawa ia bersedia menemani Bagas selama kepergian ibu Ratna ke Jakarta. Hari itu Arya sedang bersiap-siap untuk pergi ke rumah Bagas.

Tentu saja Arya tidak merasa keberatan, mengingat bahwa ibu Ratna sudah terlampau baik padanya. Selain itu rasa pedulinya pada Bagas, membuat ia masih merasa khawatir jika Bagas akan merasakan sakit yang tiba-tiba di kakinya.

"Ayah itut," rengek Adnan saat Arya sedang menyisir rambutnya.

"Jangan le, ayah ndak lama, nanti juga pulang lagi." Ucap ibu Sumi. Ia sedang membujuk Adnan supaya mau ditinggal Arya.

"Mau ketemu om Bagas, sama ibu," ujar Adnan. Baru kemaren Bagas pergi dari rumah Arya, tapi Adnan sudah kangen lagi. Ia sudah merasa akrab dengan Bagas dan ibu Ratna.

Setelah merapihkan rambutnya Arya berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan anaknya. "Ayah bukan mau ke rumah om Bagas, ayah mau beli maianan buat dijual lagi."

Arya terpakasa berbohong. Sebenarnya bukan karena tidak ingin mengajak Adnan. Tapi ia akan tinggal di rumah bu Ratna lebih dari satu hari. Arya hanya merasa tidak enak, kalau-kalau nanti Adnan akan nakal di sana. Selain itu Arya tidak yakin Adnan tidak akan rewel. Sejauh ini Adnan lebih dekat dengan ibu Sumi, hanya bu Sumi yang bisa mendiamkan Adnan jika sedang merajuk. Arya juga tidak yakin kalau Adnan tidak akan menangis karena tidak tidur bareng simbahnya.

Sedangkan Adnan masih sangat polos, ia percaya saja dibohongi Ayah dan simbahnya. Walaupun sebenarnya ia pernah mendengar jika Arya akan pergi ketempat Bagas atau bu Ratna.

"Pulangnya beli jajan ya Yah," pintah Adnan.

"Sip..." jawab Arya sambil mengucak puncak kepala Adnan. Kemudian Arya berdiri, menatap ibu Sumi, "bu..." ucap Arya sambil menolehkan kepala ke arah luar. Kode atau isyarat suapaya membawa Adnan kebelakang. Arya tidak ingin Adnan melihatnya pergi. Biasa anak-anak suka labil, takutnya Adnan nangis, merengek pingin ikut lagi, jika melihat Arya pergi.

Ibu Sumi yang bisa langsung mengerti, ia menggendong Adnan seraya berkata. "Salam buat bu Ratna, sama dek Bagas." Ucap bu Sumi setengah berbisik agar tidak sampai terdengar oleh Adnan.

Arya hanya menganggukan kepalanya.

Setelah membaca catatan kecil, yang berisi alamat rumah ibu Ratna. Arya mengambil tas gendong berisi pakaiannya yang akan ia pakai selama tinggal beberapa hari di rumah Bagas.

Hari itu penampilan Arya lebih rapih dari biasanya. Ia memakai kemeja bermotive kotak berlengan panjang yang ia gulung sampai sepermat tangan. Kancing baju bagian atas sengaja ia buka, sehingga dadanya yang bidang dan berisi bisa sedikit terlihat. Kemudian celana jeans dan sepatu dengan warna yang senada, membuat Arya menjadi terlihat lebih muda dari usianya.

Melihat penampilan Arya hari itu, tidak ada yang percaya kalau ternyata pria gagah itu sudah mempunyai anak. Ditambah dengan parfum beraroma maskulin yang ia semprotkan di tubuhnya. Siapapun akan betah berada dekat dengan Arya. Ganteng, wangi.

Arya berjalan menuju ke luar gang, untuk menunggu angkot. Meski berada di satu Kabupaten, cuma tempat tinggal Arya dan Bagas berbeda kecamatan. Letaknya lumayan jauh, sehingga Arya harus naik angkot sebanyak dua kali untuk bisa sampai di rumah Bagas.

Setelah menaiki angkot pertama dan berhenti di pasar untuk berganti angkot, Arya terlebih dahulu mampir ke minimarket terdekat. Ia akan membeli sesuatu untuk keperluan mandi. Walaupun mungkin semua sudah tersedia di rumah Bagas. Tapi Arya lebih puas jika ia membelinya sendiri.

Setelah membeli semua keperluanya, Arya keluar untuk menunggu angkot tujuan kerumah Bagas. Tapi saat ia baru saja keluar, tiba-tiba kepalanya menoleh pada pedagang kaki lima yang menjual berbagai macam buku-buku. Arya melihat-lihat sejenak sambil menunggu angkot. Ada buku untuk anak-anak, teka-teki silang, kamus, komik, tabloid, majalah, dan buku-buku lainya.

Arya mengkerutkan kening saat tidak sengaja ia melihat salah satu majalah dewasa, yang gambar pada covernya adalah seorang wanita dengan pakaian sangat seksi. Bibirnya tersenyum simpul, dan ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebagi laki-laki normal, tentu saja matanya tidak bisa monalak untuk sekilas melihatnya. Hanya saja ia mempunyai rasa malu jika terlalu lama melihatnya. Oleh sebab itu ia langsung berbalik badan, dan meninanggalkan pedagang kaki lima itu.

Setelah melihat Majalah itu, entah kenapa tiba-tiba saja nama Bagas melintas dibenaknya. Terbesit ide dalam otaknya, untuk membeli Majalah tersebut. Arya berbalik badan, kembali mendekati pedagang kaki lima tadi.

"Pak itu harganya berapa?" Tanya Arya sambil menujuk Majalah dewasa tersebut.

"45rb mas," jawab pedagang itu.

"Kok mahal," keluh Arya.

"Ini edisi terbaru mas," jelas pedagang Majalah itu, kemudian mendekatkan mulutnya di telinga Arya. "Isinya cewe-cewe telanjang, montok, bahenol, dijamin nggak nyesel." Pedagang itu berbicara dengan expersi wajah yang mesum.

Arya hanya tersenyum nyengir melihat ekspersi mesum pedagang itu. Karena sebenarnya ia merasa malu untuk membelinya. Arya nekat membeli Majalah dewasa itu hanya untuk Bagas.

"Ya udah pak, aku beli."

Dengan wajah yang sumringah, pedagang itu mengambil Majalah yang akan dibeli Arya. Setelah memasukan Majalah kedalam plastik kresek, pedagang itu menyerahkannya pada Arya sambil kembali berbisik.

"Hati-hati sesek napas, jantung berdebar-debar, itu si dedek bakal berdiri terus." Goda pedagang itu.

Arya kembali nyengir dan menggelang-gelengkan kepala sambil memasukan Majalah itu kedalam tas gendongnya.

Setelah melakukan pembayaran, Arya berjalan meninggalkan pedagang itu, seraya berkata, "Makasih pak."

====

Di tempat berbeda, Bagas yang hari itu sudah mulai masuk sekolah sedang berada di kantin. Ada Anggun yang sedang nyaman nemplok, sambil menidurkan kepalanya di pundak Bagas. Ada juga bebrapa teman yang duduk satu meja dengannya. Mereka sedang menikmati waktu istirahat sambil memakan pesanan masing-masing.

"Seneng deh, akhirnya kamu bisa sekolah lagi," ucap Anggun dengan gaya manja yang dibuat-buat.

Bagas hanya menanggapinya dengan senyum yang sangat tipis. Sedangkan Ajenk, Era, dan Yadi nampak sedang asik dengan mie ayamnya masing-masing.

Suara bunyi notivikasi dari HP Bagas membuat Anggun menyingkir dari lendotannya di tubuh Bagas. Kemudian Bagas merogoh saku seragamnya untuk melihat bunyi pesan yang masuk. Saat melihat layar HPnya senyumnya mengembang, dan hatinya merasa sangat bahagia. Pada layar HP itu ia membaca ada nama 'Mas Arya' mengirimnya pesan.

Dek, mas lagi di jalan mau ke rumah mu, tadi mas lewat depan sekolah.

Dengan cepat jari-jarinya langsung mengetik pesan balasan untuk Arya. Mulutnya tidak bisa menahan senyum yang selalu mengembang.

"Iya mas, hati-hati, aku udah bilang sama embak di rumah kalo mas Arya mau dateng, jam 4 sore aku udah pulang"

Setelah menyentuh tombol kirim, Bagas memasukan kembali HPnya di dalam saku. Anggun yang sejak tadi memperhatikan ekspresi Bagas saat membaca dan membalas pesan, ia terlihat sangat penasaran.

"Siapa sih?" Tanya Anggun. "Kamu selingkuh ya?" Anggun menatap dengan tatapan selidik.

"Eh... enggak, enggak kok," sadar karena diperhatikan oleh Anggun, Bagas merasa gugup. Kemudian ia meminum es teh manis yang ada di depannya melalui sedotan. Bagas berusaha rileks.

"Terus kenapa seneng gitu dapet sms, emang dari siapa sih?" Tanya Anggun penasaran.

"Oh, ini dari mas Arya?"

"Owh, cuma dapet sms dari mas Arya aja seneng gitu, emang kenapa mas Arya?" Tanya Anggun lagi. Kemudian ia juga meminum jus jeruk lewat sedotan. Ia terlihat cuek karna merasa legah ternyata cuma Arya yang mengirim pesan untuk Bagas. Bukan seorang wanita yang ia takutkan selingkuhannya Bagas.

"Enggak papa, cuma nanya kabar aja apa kakinya udah sembuh," jawab Bagas terpaksa berbohong. Karena ia tidak ingin banyak pertanyaan, kenapa Arya harus menemaninya selama kepergian ibu Ratna.

"Ee...! Bagas... udah masuk sekolah? Udah sembuh kakinya?"

Suara Yance yang manja dan tiba-tiba, membuat wajah Bagas dan Anggun berubah jadi malas. Begitupun Yadi, Ajenk, dan Era, mereka bertiga langsung kehilangan selera makan.

"Yance kamu ngapain sih kesini-sini? Masih banyak kursi kosong tu," tegur Era sambil menujuk kursi kosong untuk Yance.

"Iya nih, nimburung aja, udah kaya garem, nyemplung di semua sayur," ucap Ajenk, wajahnya terlihat bete. "Mending nyemplungnya pas, kebanyakan, bikin asin." Imbhnya sambil melirik malas.

Yance memicingkan mata dan mulutnya secara bersamaan, ia memperhatikan dua gadis yang baru saja mengoloknya itu, secara bergantian. Wajahnya tidak kalah bete dari Ajenk. "Yeeee... apaan sih?" Ucapnya kesal, kemudian ia memalingkan wajahnya dan menengok ke arah Bagas. Senyumnya langsung berubah manis. Manis yang dibuat-buat. "Eh Bagas, aku minta nomor hapenya mas Arya sih," pinta Yance tanpa basa-basi.

"Buat apa?" Tanya Bagas.

"Jangan dikasih Gas...!" Serga Era sambil menjulurkan lidah ke arah Yance.

"Ya ampuan...! Pelit amat sih, aku cuma minta nomor hape aja," jelas Yance kemudian ia tersenyum nyengir membayangkan Arya. "Aku baru tahu kemaren pas nengokin Bagas di rumahnya, ternyata dia duda ya?" Yace tersenyum mesum.

"Emang kenapa kalo dia duda?" Tanya Era dengan ketus. Meski Era wanita tapi ia terlihat lebih jantan dari Yance.

"Ya kali aja hasrat biologisnya yang lama terpendam butuh disalurkan, kasihan ka udah lama ngempet, kali aja mas Arya hilaf, pingin nyalurin nggak ada lawan, lari deh ke aku." Jelas Yance.

Bagas terdiam menatap Yance, ia memikirkan kata-kata Yance.

Sedangkan Yadi yang dari tadi hanya diam, akhirnya berdiri dan mengumpat pada Yance. "Eh mahluk astral, urat malu kamu udah putus ya, sengempet-ngempetnya mas Arya dia bakal mikir sejuta kali buat nyalurin hasrtanya sama kamu, dia bakal lebih milih senam lima jari."

"Senam lima jari apaan?" Tanya Ajenk, sambil mencolek Era.

"Nggak tahu," jawab Era.

"Udah ah masuk kelas, nggak ada habisnya ngeladenin sepesis langka ini," ujar Ajenk sambil berdiri dari tempat duduknya.

Kemudian, kelima anak berseragam putih abu-abu itu pergi meninggalkan Yance dengan segala kejengkelannya.

"Bagas, ya udah kalo nggak mau kasih nomor mas Arya, aku cari sendiri, udah tahu rumahnya ini," teriak Yance pada lima anak itu.

Semua tidak ada yang menggubris, namun Bagas yang mendengar kata-kata Yance, ia sedikit merasa gelisah di hatinya. Bagas khawatir.

====

Malam itu Bagas terlihat sangat segar. Ia baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya acak-acakan dan semi basah. Tidak seperti di rumah Arya, jika di rumah sendiri Bagas lebih nayaman hanya memakai celana Boxer yang panjangnya hanya di atas lutut, dan kaos tipis tanpa lengan.

Setelah melempar handuk di atas ranjangnya yang besar, Bagas terlihat celingukan mencari keberadaan Arya. Pasalnya Arya masih duduk di sofa sambil menonton TV saat ia tinggal masuk ke kamar mandi. Tapi saat ia keluar, pemilik tubuh gagah itu sudah tidak ada, dengan TV yang dibiarkan tetap menyalah. Bagas keluar dari kamar untuk mencari di mana Arya sekarang.

"Mbak Jum...!" Bagas membanggil salah satu pembantunya yang kebetulan lewat di depannya.

"Ada apa mas Bagas?" Tanya mbak Jum.

"Liat mas Arya nggak?"

"Oh... mas Arya lagi di terasa depan," jawab mbak Jum sambil tangannya menunjuk ke arah teras.

"Oh, ya udah makasih ya," Bagas langsung berjalan cepat. Untuk sampai di teras depan depan, Bagas harus menuruni anak tangga, karena kamarnya berada di lantai tiga. Kemudian ia melewati ruang makan, ruang keluarga, dan akhirnya ia berdiri mematung di ruang tamunya yang sangat besar.

Dari ruang tamu Bagas dapat melihat Arya seperti sedang mengobrol lewat HP jadul milik Arya. Ia berhenti karena tidak ingin mengganggu Arya yang terlihat sedang asik berbincang-bincang, dengan orang yang belum Bagas ketahui. Arya terlihat sangat bahagia, dan selalu tertawa ketika sedang mengobrol.

Bagas merasa penasaran dengan siapa Arya berbicara. Tapi di balik rasa penasarannya itu Bagas tertegun. Melihat senyum Arya yang memamerkan deretan giginya yang putih, senyum yang begitu tulus, alami, dan ikhlas tanpa dibuat-buat. Senyum yang sangat manis, yang selalu membuat hatinya berdesir, jantungnya berdetak kecang, dan aliran darah menjadi lebih deras. Bagas diam dan terbuai, ia tidak berkedip memperhatikan senyum yang seakan bisa mencairkan gunug ES di kutub selatan.

Bagas tersadar saat melihat Arya sudah mengahiri telfonya, dan sedang berjalan masuk ke ruang tamu.

"Udah selesai dek mandinya?" Tanya Arya. Senyumnya masih mengembang.

"Udah mas," jawab Bagas, "barusan telfonan sama siapa?" Imbuhnya bertanya.

"Oh... sama ibumu," jawab Arya santai.

"Ibu? Ngapain?" Bagas mengkerutkan kening menatap penuh selidik ke wajah Arya.

"Ibumu cuma tanya, apa mas udah di rumah? Apa kamu kambuh lagi? Sama tanya kamu nakal apa enggak?" Jelas Arya.

"Owh," wajah Bagas nampak datar mengamati mimik wajah Arya yang masih saja tersenyum manis.

"Eh mas, mamas tidur di kamarku aja ya? Soalnya kamar yang lain belum pada diberersin sama embak!" Usul Bagas beralasan.

"Mas tidur di mana aja dek, yang penting merem," jawab Arya santai.

Bagas hanya tersenyum simpul menanggapi kalimat Arya.

"Dek mas lanjut nonton film tadi ya? Lagi seru, kalo di rumah ndak bisa nonton, kalah sama ibu, sinetron terus acaranya," keluh Arya.

Bagas kembali tersenyum, " ya udah aku juga mau belajar, lama libur ketinggalan materi jauh mas." Ujar Bagas. Ia merupakan salah satu murid paling berprestasi di sekolahnya.

Beberapa saat kemudian kedua pria itu berjalan beriringan untuk menuju kamar Bagas.

Satu jam telah berlalu, filem yang sedang ditonton Arya sudah selesai. Sedangkan Bagas masih terlihat sedang bergelut dengan buku-buku tebal di atas ranjangnya.

Arya yang sedang duduk di sofa, kemudian menoleh dan melihat Bags yang sedang asik belajar. "Belum selesai pa dek?"

"Bentar lagi mas," jawab Bagas santai tanpa melihat Arya. Ia masih sibuk membaca.

"Oh ya udah," Arya melanjutkan menonton TV, terlihat ia sibuk memencet-mencet remote untuk mencari program yang bagus.

Kemudian Bagas menoleh pada jam dinding, ternayata sudah larut malam. Kemudian ia melihat Arya yang masih sibuk mencari program TV.

"Mas udah ngantuk ya?" Tanya Bagas.

"Belum," jawab Arya tanpa menoleh, ia masih sibuk dengan remotnya, "mas cuma mau kasih kamu sesuatu, tapi diselesaikan dulu belajarnya." Imbuh Arya.

Mendengar itu Bagas langsung mengembangkan senyum, ia merasa sangat bahagia dan penasaran. Kira-kira apa yang akan diberikan oleh Arya untuknya. Kemudian tanpa pikir panjang ia menutup buku tebal yang sedang ia baca, "mas aku udah selesai," ucap Bagas penuh semangat.

Arya menoleh kebelakang melihat Bagas,"lho katanya belum."

"Udah, udah banyak ni yang masuk ke otak," ucap Bagas sambil menyusun buku-buku pelajaran yang ada di depannya. "Emang mas mau kasih apa?" Tanya Bagas mengingatkan. Ia sudah tidak sabar.

"Beneran? Soalnya mas ndak mau ganggu kamu belajar," Arya nampak ragu.

"Iya mas udah, tenang aja IQ ku itu di atas rata-rata, aku aja udah dapet tawaran beasiswa kuliah di luar negeri, cuma sama ibu nggak boleh," ujar Bagas sedikit sombong.

"Wah... hebat kamu dek," Arya nampak begitu bangga, "kenapa nggak boleh? Sayang lho," tanya Arya.

"Sama ibu nggak boleh jauh-jauh, tadinya aku mau, tapi sekarang enggak."

Arya berdiri dari sofa, kemudian ia berjalan mendekati Bagas seraya berkata,"sayang banget."

"Udah nggak usah dipikirin, kuliah di mana aja_" Bagas menggantungkan kalimatnya dan melanjutkannya di dalam hati. "Yang penging bisa deket mas."

"Udah mas mau kasih apa sama aku?" Bagas semakin tidak sabar.

Arya terdiam, dan nampak sedang berpikir. Sebenarnya ia merasa ragu, dan malu untuk memberikannya. Tapi ia merasa perlu mencobanya.

"Mas...!"

Lamunan Arya memubuyar karena Bagas mengagetkannya.

"Kok palah ngelamun," keluh Bagas.

"Oh.. iya sebentar," Arya terlihat gugup. Kemudian ia kembali berjalan kearah sofa tempat ia duduk tadi. Kemudian ia membuka tas, lalu mengambil Majalah yang ia beli tadi siang.

Bagas memperhatikannya penuh dengan rasa penasaran.

Setelah sampai kembali di dekat Bagas, Arya duduk di sisi ranjang. Arya menghela napas, kemudian ia menyodorkan Majalah yang masih berada di dalam plastik kresek berwarna hitam, seraya berkata, "ini dek, mas harap kamu ndak tersinggung, mas ndak ada maksud apa-apa."

"Apa ini?" Bagas menatap datar benda itu.

"Buka aja, tapi kamu jangan marah ya dek?"

Setelah mengambil isi dalam majalah itu, Bagas mengkerutkan kening, "Majalah?"

"Iya dek, itu Majalah dewasa, kata yang dagang isinya cewek-cewek tanpa busana," ujar Arya.

"Buat apa mas beli kaya beginian?" Tanya Bagas.

"Itu bukan buat mas dek, tapi buat kamu," jelas Arya.

"Buat Aku?" Rasa bahagia dan penasaran Bagas seketika sirna. Ia merasa sangat kecewa.

"Jangan marah dek, mas cuma pingin kamu berubah, pas liat Majalah itu mas ke inget kamu, kali aja kalo kamu sering liat gambar-gambar cewek di Majalah itu kamu bisa sembuh." Jelas Arya.

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya Bagas hembuskan secara perlahan. Ia nampak tertegun mendengar kata-kata Arya. Ia tidak menyangka sejauh itu Arya memikirkan dirinya. Tapi anehnya itu semakin membuat Bagas jatuh hati.

"Mas..." Bagas berbicara dengan lembut. "Terima Kasih udah peduli sama aku, tapi percuma mas, aku sudah mencobanya, dan aku bener-bener nggak bisa," Bagas terdiam ia menatap lekat-lekat wajah Arya dan berbicara dalam hati. "Justru aku lebih terangsang melihatmu berpakaian lengkap, dari pada melihat gambar wanita telanjang di majalah itu."

"Apa kamu nggak mau mencobanya lagi?" Bujuk Arya.

Bagas mendengus, ia meletakan majalah itu di atas pangkuan Arya. "Dari pada aku liat begitu, mending aku belajar lagi mas," ucap Bagas kemudian ia tidur tengkurap dan kembali membuka buku pelajarannya.

Arya memandang Bagas, ia memikirkan kata-kata anak remaja pintar itu, kemudian ia tersenyum meringis. "Kamu bener juga dek, ya udah belajar lagi." Ucap Arya sambil menyandarakan punggung di sandaran ranjang.

Beberapa saat kemudian Arya yang masih duduk menyandar, ia melihat Bagas yang sedang tengkurap sambil membaca buku. Lalu Sekilas matanya melihat majalah dewasa yang masih ada di pangkuannya. Merasa penasaran dengan isi di dalamnya kemudian ia mengambil majalah itu dan membukanya.

Lembar demi lembar ia buka, sambil membaca artikel yang ada di samping gambar itu. Ternyata benar apa yang di sampaikan pedagang Majalah itu. Hampir semua gambar dan tulisan di Majalah itu mebuat aliran darah Arya mengalir deras. Jantungnya berdetak lebih kencang, dan napasnya memburu. Bagaimana tidak, hampir semua gambar yang ada di majalah itu adalah wanita seksi dan nyaris telanjang.

Melihat itu, sebagai laki-laki normal libidonya langsung naik, kejantanannya yang masih di dalam celana menggeliat dan mengeras. Hasrat biologis yang lama terpendam meronta-ronta seakan ingin di lampiaskan.

Merasa tidak kuat Arya menutup kembali majalah itu, ia menghela napas panjang. Kemudian matanya melihat Bagas yang ternyata sudah tertidur menggunakan buku sebagai bantalan.

Saat melihat bagian bokong Bagas jantungnya tiba-tiba kembali berdetak. Ia melihat paha Bagas yang hanya memakai celana Boxer. Arya tidak menyangka ternyata anak remaja SMA itu memiliki paha yang tidak kalah mulus dengan wanita yang ada di gambar itu.

Arya menelan ludah, jantungnya berdebar kencang.

avataravatar
Next chapter