webnovel

The Lost Child 1

Mata anak laki-laki itu membulat ketakutan ketika ia melihat tubuh ibunya tergeletak di lantai. Ia memeluk kedua kakinya di bawah meja tempatnya bersembunyi dan gemetar ketakutan.

Di usianya yang masih tujuh tahun ia harus menyaksikan ibunya dianiaya oleh ayahnya sendiri yang merupakan seorang tentara tidak aktif. Bertugas sebagai tentara perdamaian nyatanya membuat ayahnya mengalami banyak kejadian traumatis. Dan ketika pria itu akhirnya selesai bertugas dan kembali ke rumah mereka di Adelaide, ia mulai menunjukkan gejala sindrom stress pasca trauma.

"Don't touch Ben!" Suara lirih ibunya membuat Ben kecil tidak kuasa menahan tangisnya.

Bahkan ketika ia sudah tidak mampu bergerak di lantai, ia masih bisa menahan tangan suaminya agar tidak melukai anak mereka. Ben hanya bisa gemetar ketakutan sambil menatap ibunya.

"Mom—"

Ibunya menatap Ben. "Run, Ben! Call the police!"

"No one can't run from this house!" teriak Ayah Ben.

Ben masih di tempatnya. Gemetar ketakutan.

"Run!" teriak ibu Ben.

----

Ben terkesiap dan langsung bangkit di tempat duduknya. Ia kemudian mengerjap-ngerjapkan matanya sambil memperhatikan situasi warung internet tempatnya bekerja.

Tiba-tiba dari belakang ada yang memukul kepalanya. Ben lalu melirik kesal pada pria yang memukul kepalanya. "Apa sih, Bli?"

"Ngga sekolah kamu, Ben?" tanya pria yang memukul kepalanya sembari duduk di hadapannya.

Ben langsung menggelengkan kepalanya.

"Terus mau ngapain kamu kalo ngga sekolah?"

"Jaga warnet," jawab Ben sekenanya. Ia kemudian mencomot pisang goreng yang sedang dipegang oleh pria yang ada di hadapannya.

"Saya nggak bakal naikin gaji kamu kalau kamu bolos sekolah," sahut pria pemilik warnet.

"Yang penting saya bisa main. Lagian yang saya pelajari nggak diajarin di sekolah," sahut Ben.

"Emang kamu lagi belajar apa?"

"Ada, deh. Bli ngga bakal ngerti."

Pemilik warnet tempat Ben bekerja hanya bisa menghela napas panjang. "Ya sudah kalau kamu nggak mau sekolah. Saya nggak mau ikut campur kalau nanti Aji atau Embok kamu datang ke sini."

"Mbok nggak akan ke sini. Dia lagi nganter anak pertamanya ke Surabaya," sahut Ben.

"Ya sudah kalau begitu." Pria itu lalu pergi meninggalkan Ben di meja pengawas warnet.

Ben menghela napas panjang ketika pria itu kembali meninggalkannya. Matanya kemudian menatap layar monitor yang ada di hadapannya. Berita dari salah satu media di Australia yang memberitakan seorang tentara yang baru saja dibebaskan setelah dipenjara karena membunuh istrinya sendiri.

Ia menatap wajah pria yang ada di dalam berita tersebut. Meski ia membenci pria itu, namun Ben tidak bisa memungkiri jika darah pria itu mengalir di tubuhnya. Membuatnya sedikit berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. Bahkan Ben mewarisi warna mata kehijauan milik pria itu. Tidak ada yang menyadari kalau selama ini ia menggunakan lensa kontak untuk menyembunyikan warna asli matanya.

----

"Run, Ben. Please," lirih ibunya terus meminta Ben untuk keluar dari persembunyiannya dan berlari keluar meninggalkan rumah mereka.

Ben masih bergeming di tempatnya. Gemetar ketakutan.

"Hei, look at me," ujar ibunya.

Ben perlahan menoleh pada ibunya yang sudah hampir tidak berdaya. Ia menatap ke dalam mata ibunya.

"I need you to go," ucap ibunya.

"I said no one can't go!" teriak Ayah Ben. Pria itu tiba-tiba saja menancapkan pisau dapur yang ia pegang ke tubuh istrinya.

Saat itu juga, Ben merasa seluruh waktunya terhenti. Ibunya masih sempat memanggil namanya sebelum akhirnya ia diam terpaku dengan mata yang menatap ke arah Ben. Belum sempat Ben menyadari apa yang baru saja terjadi, tiba-tiba sebuah tangan besar menariknya dari bawah meja dapur.

"Let me go!" teriak Ben sambil berusaha melepaskan dirinya dari tangan ayahnya yang menarik kerah pakaiannya. Tangannya yang besar membuatnya dengan mudah mengangkat tubuh Ben yang masih berusia tujuh tahun.

Pria itu lalu melepaskan tubuh Ben sambil melemparnya ke tembok. Setelah itu ia berjalan menghampiri Ben yang mengaduh kesakitan dan mencekiknya. "Nor you or your mother can go from this house."

"Hmff." Tangan kecil Ben memukul-mukul tangan ayahnya yang mencekiknya.

"No one can't help you. Just like other can't help me," ucap Ayah Ben sambil menatap Ben dengan tatapan penuh amarah.

Ben menatap nanar ayahnya. "Ddd—"

"Freeze!Put your hands on the ground." teriak seorang Polisi yang baru saja masuk ke dalam rumah.

Ben sudah hampir kehilangan kesadarannya ketika ia melihat dua Polisi menarik paksa tubuh ayahnya agar melepaskan cekikannya. Ketika akhirnya ia terbebas dari cekikan tersebut, Ben terkulai di lantai.

Ia menatap ayahnya yang ditarik menjauh darinya. "Dad—"

Selanjutnya, ia tidak tahu lagi apa yang terjadi. Karena begitu ia terbangun, ia sudah berada di rumah sakit dengan ditemani oleh seorang wanita dari dinas sosial.

"What happen?" tanya Ben pada Petugas dinas sosial yang menemaninya.

Petugas dinas sosial itu menoleh dan tersenyum pada Ben yang baru saja terbangun. "How do you feel? Are you hurt?"

Ben terdiam sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. "Mom?"

"I'm sorry for you. We can't help your mom," jawab Petugas Dinas Sosial tersebut.

"Dad?"

"After all that happened, his guardianship over you was removed. Now, we are trying to contact your mother's family in Indonesia," terang Petugas dinas sosial itu pada Ben.

Pada saat itu, Ben kecil tidak tahu reaksi apa yang harus ia berikan. Ia tidak menangis atau marah. Dia hanya diam dan menatap Petugas dinas sosial yang menemaninya dan menawarinya sebatang coklat.

Ben menerima coklat itu dan langsung memakannya. Apa yang terjadi masih diluar nalarnya sebagai anak kecil. Keluarganya yang semula baik-baik saja, mendadak berubah ketika Sang Ayah mulai bersikap aneh.

Ia harus mendengar pertengkaran demi pertengkaran yang terjadi di antara Ibu dan ayahnya. Awalnya ibunya mencoba untuk bersabar. Namun, lama kelamaan kesabaran itu habis dan mereka bertengkar hebat.

Pada saat itu, ayahnya yang sudah gelap mata, menganiaya ibunya setelah ia mengancam akan pergi meninggalkan rumah bersama Ben. Kini, ibunya benar-benar pergi. Bukan hanya meninggalkan ayahnya, tapi juga meninggalkan Ben.

Sehari setelah sadar, Ben akhirnya dibawa ke rumah penitipan sebelum ada keluarga yang menjemputnya. Pihak dinas sosial masih berusaha untuk menghubungi keluarga ibunya karena tidak ada seorang pun yang bisa dihubungi dari keluarga ayahnya.

Sampai suatu hari, wanita dari dinas sosial datang menemui Ben dan mengatakan mereka berhasil berkomunikasi dengan pihak keluarga ibunya yang berada di Indonesia melalui kedutaan besar. Sekali lagi Ben tidak bisa mengetahui apakah ia harus senang atau sedih dengan kabar tersebut.

Tidak lama setelah pihak dinas sosial menghubungi keluarga ibunya, dengan ditemani oleh wanita dari dinas sosial yang menanganinya, Ben terbang ke Indonesia. Mereka membawa dirinya ke pulau yang keindahannya sudah terdengar ke seluruh dunia. Setelah perjalanan udara selama beberapa jam, Ben akhirnya menginjakkan kakinya di tanah kelahiran ibunya, Bali.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. You could share your thought in the comment section, and don't forget to give your support through votes and reviews. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
Next chapter