webnovel

High School Love 4

Langkah Ben yang sedang menuju kantin terhenti ketika ia memergoki Bayu. Keduanya kini sama-sama berhadapan di belakang tembok kantin sekolah.

"Lu bisa ngga, bersikap lebih baik sama Devi? Gue denger semua yang lu omongin ke dia tadi," ujar Bayu.

"Masalah lu apa?" sahut Ben. "Lu kalo suka sama dia, samperin dia sekarang. Bukannya malah narik gue ke sini."

Bayu terdiam.

"Kenapa diam? Lu ngga berani nyamperin dia?" sergah Ben.

"Bukannya gitu," timpal Bayu.

"Terus apa?"

Bayu menghela nafas panjang. "Pokoknya ngga bisa."

"Takut? Devi aja berani nembak gue," ujar Ben. "Sekarang kesempatan lu buat menghibur dia setelah gue tolak. Pakai kesempatan itu dengan baik." Ben lalu meninggalkan Bayu yang masih berdiri di belakang dinding kantin sekolah mereka.

Bayu menatap Ben yang berjalan kembali menuju kantin sambil mengepalkan kepalanya. Setelah beberapa saat, ia mengalihkan perhatiannya ke tanah lapang tempat Devi mengutarakan perasaannya pada Ben.

Bayu memberanikan diri untuk mendekat. Ia mengintip Devi dari balik tumpukan kayu yang ada di tanah lapang tersebut. Remaja perempuan itu sedang berjongkok sambil memeluk kakinya.

Ia ragu-ragu untuk menghampiri Devi. Meskipun di dalam hatinya, ia ingin sekali menghampiri Devi.

"Udah samperin!"

Bayu terkesiap dan kembali menoleh. Ben ternyata sudah kembali berdiri di belakangnya. Ia pun kembali menegakkan tubuhnya dan berdecak pelan sambil menatap Ben.

"Gue pikir lu udah balik ke kelas," ujar Bayu.

Ben melirik sebentar ke arah Devi. "Gue mau mastiin, lu berani nyamperin dia apa ngga." Ia kemudian berdecak pelan. "Ternyata, lu masih ngintip-ngintip aja."

Ben tiba-tiba saja berteriak. "Devi!"

Setelah berteriak, Ben mendorong tubuh Bayu sementara dirinya bersembunyi. Bayu salah tingkah karena Ben yang tiba-tiba mendorong tubuhnya. Ia pun menjadi kikuk di hadapan Devi.

"Sana," gumam Ben.

Bayu berdecak pelan sambil melirik ke arah Ben. Setelah itu, ia memutuskan untuk menghampiri Devi.

Melihat Bayu yang sudah menghampiri Devi, Ben akhirnya bisa menghela nafas lega. Selanjutnya ia kembali menuju kantin sekolah.

----

Devi langsung menyeka air matanya ketika Bayu menghampirinya. Ia mencoba tersenyum pada Bayu. "Ada apa, Yu?"

Bayu menggelengkan kepalanya. "Ngga apa-apa."

"Kamu lihat Ben nolak aku, ya? Makanya kamu ke sini?" tanya Devi.

"Hmmm." Bayu menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.

Devi berdecak pelan."Udah, lah. Ngga perlu kaku begitu. Iya, aku ditolak sama Ben."

"Kamu ngga apa-apa, Dev?" tanya Bayu sedikit kikuk.

Devi tertawa setelah mendengarkan pertanyaan Bayu. "Lucu kamu ini, Bay. Kalau aku ngga apa-apa, ngga mungkin aku diam di sini sendirian."

"Ben emang begitu, Dev. Tapi sebenarnya dia baik," sahut Bayu.

"Iya, aku tahu. Mungkin waktunya aja belum pas. Kapan-kapan aku coba buat ngutarain perasaan aku lagi ke dia," ujar Devi.

Bayu terdiam sambil menghela nafas panjang. Ia tidak menyangka bahwa Devi ternyata belum menyerah untuk mendapatkan hati Ben. Ia kemudian tertawa pelan sambil menepuk-nepuk bahu Devi. "Mungkin kalau kamu terus deketin dia, dia lama-lama bakal luluh."

"Kamu mau bantuin aku kan, Yu?" tanya Devi tiba-tiba.

"Hmmm?" Bayu mengerjap-ngerjapkan matanya sambil menatap Devi. "Bantu apa?"

"Bantu aku supaya bisa dekat sama Ben. Kayaknya, meskipun selama ini aku udah sering main bareng kalian, Ben tetap acuh sama aku. Aku nembak aja ditolak," jawab Devi.

Bayu kembali menghela nafas panjang. Meski berat hati, akhirnya ia menyanggupi permintaan Devi untuk membantunya mendekati Ben. "Aku bakal bantuin kamu. Tapi, aku ngga jamin kamu dan Ben bisa jadian. Ben itu bukan orang yang gampang berubah pendiriannya."

"Mungkin kalau aku lebih berusaha lagi, dia bakal merubah pendiriannya," timpal Devi.

"Saran aku cuma satu buat kamu, Dev." Bayu menatap Devi dalam-dalam. "Siapin diri kamu buat patah hati lagi."

Devi tersenyum sambil menatap Bayu. Ia kemudian menganggukkan kepalanya. "Aku bakal ingat saran kamu."

"Mau balik ke kelas, ngga?" tanya Bayu.

"Kamu aja duluan. Nanti aku nyusul," jawab Devi.

Bayu menganggukkan kepalanya. "Ya udah, aku duluan."

Devi ikut menganggukkan kepalanya. Selanjutnya, Bayu berjalan pergi meninggalkan tanah lapang yang ada di belakang kantin sekolah mereka. Beberapa kali Bayu menendang batu-batu kecil yang ada di depannya hingga terpental jauh. Meskipun menyanggupi permintaan Devi untuk membantunya, namun di dalam hatinya ia merasa sedikit kesal dengan keputusannya itu.

----

Sepulang sekolah, Ben langsung merangkul Bayu setelah mereka keluar dari kelas. Sejak setelah istirahat, Bayu terlihat tidak bersemangat. "Lu kenapa, Bay?"

Bayu hanya menghela nafas panjang menanggapi pertanyaan Ben.

"Devi gimana tadi?" tanya Ben.

Bayu berdecak pelan. "Ngga usah ditanya soal itu. Kayaknya dia masih mau berusaha buat deketin lu."

Ben tertawa pelan. "Terus lu mau nyerah deketin dia?"

Bayu melirik Ben dengan sedikit sinis. "Gue belum apa-apa udah dimintain tolong buat bantuin dia."

"Buat deketin gue?"

"Ya, menurut lu aja gimana?" sahut Bayu.

Ben menghela nafas panjang. "Udahlah, daripada mikirin perempuan, mending kita main CS aja. Gimana?" ajak Ben sambil memainkan alisnya.

"Traktir?" sahut Bayu.

Ben menepuk badan Bayu. "Santai. Penjaga warnetnya ada di sini."

Bayu langsung terkekeh. "Ngga nolak kalo gitu."

Keduanya lalu berjalan sambil berangkulan menuju halaman sekolah yang digunakan untuk parkir kendaraan siswa-siswa yang ada di sekolah tersebut.

----

Australia.

"Sekarang aku harus mencari tahu di mana anak itu berada," ujar David Haris sambil memandangi foto keluarga kecilnya.

Setelah menghuni penjara selama lebih dari sepuluh tahun, ia akhirnya dibebaskan karena sikap baik yang ia tunjukkan selama menjadi tahanan. Pria itu pun langsung pulang ke rumahnya di Adelaide.

Rumah itu terasa pengap ketika ia menginjakkan kakinya lagi untuk pertama kalinya. Bagian dalam rumah itu masih sama dengan saat ketika ia ditangkap Polisi karena keributan di rumah mereka. Keributan yang berakhir dengan istrinya yang meregang nyawa di tangannya sendiri.

David tertawa pelan sambil menatap wajah anak laki-lakinya. "Siapa yang merawatnya sekarang? Apa dia tumbuh dengan baik? Seperti apa dia sekarang? Apa dia masih jadi anak laki-laki penakut seperti dulu?"

Pria itu mendesah pelan lalu kembali meletakkan foto yang sedang ia pegang ke dinding yang ada di hadapannya. "Aku akan mencari tahu dimana dia berada sekarang."

David lalu melangkah menuju kamarnya. Ia sudah bertekad untuk mengumpulkan informasi tentang keberadaan anak laki-lakinya itu. Setelah apa yang terjadi di rumah tersebut, ia kehilangan hak perwalian atas putranya.

Selama ia berada di dalam penjara, ia tidak mendapatkan informasi apapun tentang anak laki-lakinya itu. Meskipun ia sudah mencoba menghubungi dinas sosial melalui Pengacara yang ia tunjuk, namun pihak dinas sosial tetap tidak memberitahunya. Mereka berpikir itu untuk melindungi anak tersebut. Kini, setelah ia keluar dari penjara, ia membulatkan tekadnya untuk mencari anaknya yang bagai hilang ditelan bumi tersebut.

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Thank you for reading my work, hope you guys enjoy it. Share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

pearl_amethyscreators' thoughts
Next chapter