webnovel

Dilarang Parkir (2)

Odette telah putus asa! Dia sudah kehilangan harapan bahwa dia akan keluar dari sana sebagai perawan dan ia mulai menangis.

Rion yang sudah bersiap melakukan eksekusi terakhir mendadak membeku ketika melihat air mata mengalir dari sudut kedua mata wanita tersebut. Ia seketika terbayang kedua mata Rose yang menangis saat menatapnya dari balik jeruji sel.

Rion tertegun. Dia cepat-cepat menyingkirkan tubuhnya dari wanita itu dan segera melangkah mundur, seolah ia baru saja mendapat peringatan dilarang parkir oleh Rose.

Dengan langkah terhuyung, ia terus berjalan mundur sehingga tanpa sadar terjatuh ke dalam muara yang berada di belakangnya

Glug glug glug.

Sensasi dingin dari air muara memadamkan api di dalam dirinya dan menghilangkan semua efek afrodisiak yang ia rasakan.

Sementara itu, Odette terlihat sudah terduduk. Napasnya terengah-engah. Seluruh tubuhnya sangat gemetar dan terasa kebas. Dia mengalami shock berat.

Setelah beberapa detik mengatur napas, Odette berdiri dan ingin segera lari. Namun, ia berhenti saat dia melihat air di permukaan muara menggelembung.

Dia terbayang ketika pria brengsek itu berjalan mundur dengan terhuyung sebelum akhirnya jatuh ke air.

Itu karma yang harus pria itu terima, tapi … bagaimana jika pria itu mati? Odette bisa dilaporkan ke polisi karena dituduh membunuh.

Tidak!

Di sana tidak ada saksi mata dan pria itu jatuh dengan sendirinya, lagi pula yang seharusnya membuat laporan penangkapan adalah Odette.

Odette tidak perlu peduli bahkan akan lebih bagus jika pria itu mati.

Namun, lagi-lagi hati dan akalnya bertentangan.

'Tugas seorang dokter adalah membantu dan menolong orang lain sekalipun orang tersebut adalah penjahat.'

Dia teringat dengan kata-kata seniornya dan selama ini ia berpegang pada kata-kata itu tetapi karena mengikuti kata-kata tersebut, dia hampir kehilangan masa depannya.

Odette memutuskan bahwa kali ini dia akan mengikuti akalnya.

Dia berpaling untuk pergi dan di saat yang bersamaan, Rion keluar dari air.

Menyadari hal tersebut, Odette berbalik dan segera memungut ranting lalu memasang kuda-kuda siap tempur.

Dia memperhatikan pria itu merangkak naik ke daratan. Jantung Odette kembali memukul dadanya dengan keras.

Hembusan angin membuat daun-daun bergemerisik.

Beberapa detik telah berlalu, Rion terlihat membatu dalam pose merangkaknya sementara itu, Odette merasa sangat ingin lari namun ia takut bagaimana jika pria itu menarik kakinya ketika ia sedang memanjat lereng.

Tanpa menurunkan kewaspadaan, Odette melirik ke kanan dan ke kiri, mencari rute lain untuk melarikan diri namun keadaan di sekitar nampak gelap dan menyeramkan tetapi tidak lebih menyeramkan jika dia tertangkap lagi oleh pria itu.

Setelah melakukan pertimbangan, ia memutuskan untuk memilh rute yang kanan. Dengan sangat hati-hati, ia mulai membuat langkah ke samping namun tiba-tiba ....

Guk!

"Huh?" Odette terkejut. Dia baru saja mendengar suara gonggongan seekor anak anjing. Apa tidak salah? Memangnya ada anak anjing di sekitar sini?

Dia melihat ke sekitar. Namun, di sana tidak terlihat apa pun selain semak belukar yang rimbun. Sekarang dia menatap intens pada pria yang ada di hadapannya.

Dia ingat jika gonggongan yang ia dengar barusan sama seperti suara gonggongan yang dikeluarkan pria itu beberapa waktu lalu.

"Huh." Napas Odette terhentak saat wajah pria itu menghadap ke arahnya.

GUK!

"A-apa?" Odette mundur selangkah dan seketika itu juga pria itu menggonggong ke arahnya dengan keras seolah-olah Odette adalah seorang pencuri yang membobol brankas.

***

Sementara itu, Trish dan Anwen nampak panik mencari Rion. Mereka sudah mencari ke sana ke mari tetapi tidak kunjung menemukan Rion.

"KAKAAAAAK!"

"YANG MULIAAA!"

Suara keduanya menggema di dalam hutan. Trish sungguh diliputi oleh rasa cemas. Bagaimana jika saat ini Raja Rion sedang melakukan itu dengan monyet atau saat ini 'roh jahat' sedang mengambil alih kesadarannya.

Dalam keadaan seperti itu, akan sangat berbahaya jika Raja Rion bertemu dengan musuh. Musuh bisa dengan mudah membunuhnya. Kadang-kadang Trish merasa otak Tuan Putri Anwen itu tidak ada di kepala tetapi di anus.

Menyebalkan!

***

Kembali ke tempat sebelumnya, Odette nampak sedang mengibas-ngibaskan ranting di tangannya saat pria berambut abu-abu tersebut memajuinya sambil menggonggong sangat lantang.

GUGUK! GUGUK! GUK! GUK! GUK! GUK!

"Hussh. Hussh. Jangan mendekat!" Odette mundur dengan takut. Pikirannya kalut, dia bahkan mulai menganggap makhluk yang menggonggong di hadapannya adalah anjing sungguhan. Namun, yang ia lakukan membuat makhluk tersebut semakin menggonggonginya.

GUK! GUK! GUK! GUK!

Stuk! Punggung Odette membentur sebuah pohon besar. Sekarang ia tidak bisa mundur lagi. Dia terjebak sementara makhluk di hadapannya terus maju sambil mengerang marah.

"Berhenti di sana atau aku akan memukulmu!" Odette memperingatkan dan entah kenapa makhluk itu tiba-tiba terdiam.

Sekilas perubahan terlihat di sorot mata dan ekspresi wajahnya. Mata Rion mengerjap-ngerjap dan terlihat kebingungan saat ia mendapati dirinya dalam pose merangkak. Setelah itu ia duduk bersimpuh sambil menatap kedua telapak tangannya yang berdebu. Kemudian ia menatap wanita berbaju putih yang sedang menodongkan ranting ke arahnya.

"Kau ... wanita penggoda?"

Mendengar kalimat itu, Odette membuka mulutnya. Dia ingin mengatakan sesuatu tetapi suaranya tidak keluar. Rion menghembuskan napas lelah lalu berdiri. Setelah itu, ia menatap wanita di depannya dengan sangat lekat.

Dia mengingat apa yang sudah dia lakukan kepada wanita itu dan ini membuat wajahnya memerah karena malu.. Namun ia dengan cepat menetralkan kembali ekspresinya.

"Ahem. Aku memaafkanmu, tetapi lain kali jangan menerima pekerjaan seperti ini lagi," katanya dengan wajah datar.

"Huh? Apa?" Keterkejutan yang tipis terlihat di mata Odette. Telinga Odette pasti bermasalah entah karena dimasuki oleh air atau karena benturan saat jatuh. Kenapa justru laki-laki ini yang ‘memaafkannya’? Bukannya Odette yang dirugikan di sini?

Setelah menatap Odette sekitar lima detik, Rion mulai berjalan mendekati kaki lereng.

Odette memperketat kewaspadaan dan Rion yang melihat hal tersebut menekuk alis karena merasa heran.

Wanita itu menunjukkan sikap yang akan dilakukan oleh sebagian besar wanita saat berhadapan dengan pria yang telah mencoba melecehkannya tetapi bukankah wanita itu adalah wanita penggoda utusan neneknya?

Rion mengingat lagi, saat ia mencium wanita itu dengan rakus, wanita itu berusaha keras untuk mengakhiri ciuman dan mati-matian berusaha melepaskan diri darinya.

Apa alasannya?

Rion berusaha mencari jawaban sendiri.

Apakah wanita itu sedang terhimpit oleh masalah ekonomi lalu dengan terpaksa dia menerima pekerjaan sebagai wanita penggoda tetapi di saat terakhir ia berubah pikiran.

Yah, pasti begitu!

Kasus seperti itu bukanlah kasus baru dan sudah sering terjadi. Rion merasa miris, padahal dia telah bekerja keras siang dan malam untuk mensejahterakan kehidupan rakyatnya tetapi masih ada saja dari rakyatnya yang hidup melarat dan terpaksa harus melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bertentangan dengan hukum dan moral yang berlaku.

Sekarang Rion menengadah melihat puncak lereng serta awan putih yang tersusun acak di atas sana. Angin mengayun-ayunkan rambutnya.

"Jika kau butuh uang, ikutlah denganku ke Green Castle. Aku akan melupakan apa yang terjadi hari ini dan tidak akan menghukummu. Jadi sebaiknya kau juga melupakan apa yang terjadi hari ini. Apa pun yang kau lihat dan apa pun yang kau dengar, lupakan semuanya," ucapnya sambil menoleh untuk melihat Odette yang masih terlihat waspada.

"Kau tidak perlu khawatir soal apa pun sekarang.," ia menambahkan lalu mulai menaiki lereng meninggalkan Odette yang terpaku.

***

Di sebuah daratan yang jauh dari peradaban manusia, seorang pria tampan nampak berdiri di atas puncak sebuah gunung. Hembusan angin di ketinggian membuat rambut hitam panjangnya berkibar sementara mata ruby-nya menyorot daratan di bawah.

Seorang peri yang berambut merah muda dan berbaju hijau nampak melayang di atas bahu lebar sang pria tampan.

"Athreya, apa kau yakin wanita itu bisa mennyembuhkan raja?" tanya sang peri kecil.

"Tentu saja," jawab pria yang bernama Athreya itu dengan yakin.

"Kenapa kau sangat yakin?"

"Hanya firasat."

"Apa? Jadi hanya mengandalkan firasat tumpul yang tidak berguna itu." Sang peri nampak menampilkan wajah kecewa.

"Kali ini aku yakin, Kevin."

"Namaku Narine."

"Benarkah? Lalu Kevin itu siapa?"

" …"