webnovel

Arion Dan Odette Di Hutan Randle

Odette yang lari terbirit-birit sedikit terkejut saat melihat seorang pria berambut abu-abu berdiri di depan sana.

Matanya bisa melihat dengan jelas wajah dari pria itu. Dia si pria brengsek. Entah kenapa dia merasa sangat lega melihat pria itu ada di tempat tersebut.

"Aaagh! Tolong aku!" teriaknya berlari dan langsung bersembunyi di belakang Rion sementara chimera segera melompat untuk menerkam namun dengan cepat Rion pun ikut melompat dan menendang makhluk itu sehingga terlempar dan membentur pohon.

Rion mendarat dan memijakkan kakinya di tanah dengan mulus.

Odette yang menyaksikan hal tersebut menatap punggung Rion sambil terperangah. 'Dia kuat sekali, pantas saja Anwen bilang kalau dia lebih menyeramkan dari monster saat dia marah,' Odette membatin.

Chimera kembali bangun dan memandang marah ke arah Rion.

"Pergi dari sini dan cari tempat yang aman," kata Rion tanpa berbalik sambil mengangkat pedangnya dan memasang kuda-kuda.

"Um." Odette segera mengangguk dan berlari ke salah satu pohon. Dari balik pohon dia menyaksikan pertarungan Rion melawan chimera.

Rion berlari menyambut serangan chimera yang datang dari depan, menghindar dan dalam waktu singkat dia berhasil memberikan sebuah luka fatal di tubuh makhluk tersebut.

Dia cepat, sangat gesit, setiap ayunan pedangnya terlihat tidak memiliki keraguan sama sekali dan setiap serangan yang dia lakukan sangat terarah. Dia seorang pendekar dan seorang petarung sejati.

Melihat Rion yang seperti itu, tiba-tiba saja Odette merasa kagum.

Kegaduhan terdengar di area tersebut ketika Rion membuat tubuh monster itu terlempar dan terpelanting ke tanah. Saat monster itu masih berusaha untuk menegakkan tubuhnya, Rion sudah berlari dan menerjang dengan pedang yang siap untuk menebas.

Seketika darah menyembur keluar bagai pancuran air saat Rion berhasil menebas leher makhluk tersebut namun makhluk itu masih meraung dan berusaha menyerang padahal lehernya sudah hampir putus.

Saat itulah Odette merasa kasihan kepada chimera yang beberapa waktu lalu ingin memangsanya dan ia hanya bisa terbelalak saat Rion menendang kepala makhluk itu sehingga terlepas dan terlempar jauh ke depan.

Glug.

Odette menelan ludah. Pria itu benar-benar kejam.

"Apa kau ingin tetap di sana atau pulang?" Rion berucap sambil berbalik lalu berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Odette segera keluar dari persembunyiannya dan berjalan mengikuti Rion. "Rion, apa kau sudah bertemu Anwen?" tanyanya ketika ia telah berjalan beriringan dengan Rion.

"Sudah."

"Dia baik-baik sajakan?" Odette bertanya khawatir.

"Tidak.." Mata Rion agak menyipit."Dia terluka parah," ucapnya yang membuat Odette membeku. Seketika dia diliputi oleh rasa bersalah. Dia merasa bertanggung jawab atas hal yang menimpa Anwen, jika Anwen sampsi tidak selamat maka dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

Rion melirik Odette yang kini berjalan menunduk. "Adikku adalah gadis yang kuat, luka seperti itu tidak akan bisa membunuhnya," ucap Rion seolah membaca pikiran Odette. Dia terdengar meyakinkan Odette bahwa Anwen akan baik-baik saja padahal yang sebenarnya adalah dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa Anwen akan baik-baik saja.

Odette tertegun mendengar ucapan tersebut lalu menoleh menatap Rion yang menatap lurus ke depan. Secara tiba-tiba Odette teringat dengan Anwen yang menangis sambil berkata bahwa dia sangat merindukan Rion dan mengingat perkataan Anwen yang mengatakan bahwa sejak kejahatan Ratu Helen terbongkar, Rion sama sekali tidak pernah berbicara kepada Anwen.

Saat itu Odette mengira bahwa alasan Rion tidak berbicara kepada Anwen adalah karena Rion marah atau membenci Anwen karena Anwen adalah anak dari wanita yang telah membuatnya menjatuhkan hukuman mati kepada wanita yang sangst dia cintai dan sahabat baiknya tetapi setelah mendengar ucapan Rion barusan, Odette bisa merasakan bahwa Rion menyayangi Anwen.

Odette kembali melihat ke depan. "Aku sangat merindukan Kak Rion," ucapnya yang membuat Rion berhenti secara mendadak. Garis keterkejutan yang tipis terlihat di matanya saat dia mendengar ucapan Odette.

Dia menoleh dan menatap wanita berambut cokelat yang berada di sebelahnya dengan alis tertekuk. "Kau bilang apa barusan?"

Sesaat Odette tersenyum.

"Saat menginap di Kota Vibes, Anwen menangis sambil berkata bahwa dia sangat merindukan Kak Rion," ucapnya menatap Rion.

Mata Rion terbelalak dan dia menahan napas. Dadanya terasa mengencang.

"A-Anwen bilang begitu dan dia menangis? Adikku menangis?" Napas Rion terasa berat. Matanya menatap Odette menuntut kepastian.

Odette mengangguk.

"Benarkah dia merindukanku?" Rion bertanya dengan wajah yang datar namun matanya terlihat berharap Odette memberinya jawaban 'ya' tetapi Odette hanya tersenyum tipis dan berkata, "Soal itu kau tanyakan saja sendiri." Odette lalu berjalan mendahului Rion namun segera berteriak sambil berbalik memeluk Rion karena mendengar suara raungan yang menggema dan terasa menggetarkan hutan.

ROAAR!

"AAAGH! APA ITU?!" teriaknya memeluk Rion seperti seekor piton namun Rion segera melepas pelukan Odette. Pria itu terlihat tidak senang.

"Kau mengambil kesempatan dalam kesempitan," ucap Rion hendak berjalan namun dia berhenti saat dia menyadari bahwa area di sekitarnya terlihat berbeda dari jalan sebelumnya yang dia lewati. Bahkan bercak-bercak darah yang sebelumnya dia ikuti sudah tidak ada.

"Ada apa?" Odette mendongak menatap Rion dengan mata mengerjap-ngerjap.

"Sepertinya kita tersesat," ucap Rion sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.

"Huh?" Odette ikut memperhatikan area di sekitarnya. Lingkungan di sekitar memang terlihat asing tetapi Odette ragu karena sebelumnya dia berlari tanpa memperhatikan area yang ada di sekitarnya. Dia hanya tahu bahwa dia berlari ke arah barat.

"Mungkin itu hanya perasaanmu. Aku ingat kalau tadi aku hanya berlari lurus ke barat dan dari tadi kita berjalan ke timurkan? Kita sudah berada di jalan yang benar. Ayo jalan," ucapnya berjalan melewati Rion namun Rion segera mengait dan menarik mundur kerah baju Odette yang membuat Odette mau tidak mau melangkah mundur dengan terpaksa.

"Apa masalahmu?" Odette menatap kesal. "Sudah kubilang kita sudah mengambil jalan yang benar," ucapnya dengan yakin.

Rion akhirnya menjelaskan bahwa sebelumnya dia mencari Odette dengan mengikuti bercak-bercak darah yang tersebar di permukaan tanah dan sekarang darah itu sudah tidak terlihat. Rion juga mengatakan dengan yakin bahwa area yang ada di sekitar mereka bukan area yang sebelumnya mereka lewati.

"Kalau begitu kita pilih jalan yang kanan," kata Odette setelah mendengar penjelasan Rion.

"Kenapa begitu?"

"Karena kanan adalah jalan kebenaran."

"Bodoh."

"Lalu apa kau tahu harus ke mana? Apa kita harus diam di sini sampai malam?"

"Jangan gegabah tetapi kalau kau ingin bertemu dengan monster lagi kau bisa pergi." Rion berjalan lalu menebas batang pohon dan membuat tanda di sana. Dia juga memeriksa area di balik semak-semak, mencari bercak-bercak darah yang sebelumnya dia ikuti tetapi sejauh matanya memandang dia tidak menemukan yang dia cari.

"Huh?" Matanya sedikit melebar ketika area di sekitar mereka tiba-tiba berkabut, otaknya dengan cepat bekerja.

Dia bergegas menghampiri Odette dan meraih tangan wanita itu kemudian membawanya berlari.