webnovel

Sanksi

"Jadi … bukti apa yang kamu miliki?" tanya kepala sekolah pada Vero yang begitu yakin.

Vero pun merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya. Vero menghidupkan ponselnya, dan menunjukkan bukti rekaman yang ia rekam kemarin.

Sherin dan teman-temannya terlihat sangat ketakutan, namun beberapa saat, Sherin nampak menyamarkan wajah ketakutannya, dan berusaha membuat teman-temannya untuk dapat lebih relax.

Vero memutar rekaman yang ada di ponselnya. Kemudian semua orang yang ada di sana mendengarkan dengan seksama bukti rekaman itu, terdengar suara Sherin dan teman-temannya dengan jelas sedang membicarakan rencana untuk mengerjai Kirana kembali.

Saat rekaman berakhir, Vero menatap kepala sekolah seolah menantang, sedangkan Kirana, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Vero, itu akan membuat Vero terancam.

"Sekarang kita semua sudah mendengar semua rencana jahat yang ingin dilakukan oleh Sherin bersama teman-temannya, yang mereka lakukan hari ini," ucap Vero menjelaskan situasi saat itu.

"Vero…." sela Kirana yang tidak mau Vero ikut dalam masalahnya.

"Kirana kamu harus mengaku kalau bukan ini saja tindakan pembullyan yang dilakukan Sherin dan teman-temannya," ucap Vero tanpa takut sedikit pun.

Kirana terlihat menggigit bibir bawahnya, ia benar-benar melupakan sesuatu yang paling penting, ia lupa memberitahu Vero, bahwa kepala sekolah yang ada di hadapannya saat ini adalah Paman Sherin.

"Vero … aku harap kamu ke kelas saja," ucap Kirana yang sudah bingung harus memberitahu Vero bagaimana lagi.

Vero mengerutkan keningnya bingung, kenapa Kirana malah menyuruhnya pergi ke kelas, sedangkan jelas-jelas, Vero sedang membelanya.

"Kenapa kamu malah menyuruhku ke kelas, Kirana? Apakah kamu takut dan merasa terancam disini?" tanya Vero seperti tanpa dosa.

Sherin yang melihat itu pun, hanya menyeringai, dan berpikir ia tidak akan kalah dari siapa pun.

"Apa-apaan ini? Kenapa kamu menuduh Sherin melakukan tindakan pembullyan, apa kamu ada buktinya?" tanya kepala sekolah dengan nada yang mulai terpancing emosi.

Kini mulailah Sherin dapat berakting dengan sempurna, keadaan yang tadinya membuatnya takut, justru membuatnya terlihat akan menang sekarang.

"Ya ampun Kirana … kenapa kamu tega memfitnahku dan menyebarkan berita yang tidak benar kepada murid baru seperti Vero?" Sherin memulai aktingnya dengan wajah memelas.

Membuat Sherin nampak sekali merasa sangat bersedih dengan tuduhan yang tidak berbukti dari Vero.

"Tidak bapak sangka, Kirana yang bapak kenal sebagai anak murid terbaik di sekolah ini, memiliki sifat yang sangat tidak baik untuk dicontoh," ucap kepala sekolah, setelah mendengar ucapan Sherin.

Vero yang mendengar itu pun, langsung membelalakkan matanya lebar-lebar, karena kaget dengan ucapan kepala sekolah yang justru tidak percaya dengan ucapan dan semua bukti Vero.

"Tapi … pak--" belum selesai Vero menyelesaikan sanggahannya pada kepala sekolah, ucapannya langsung disela oleh kepala sekolah.

"Dan kamu Vero … sebagai murid baru, kamu harus bisa bergaul dengan baik, jangan semua informasi dari teman-temanmu kamu tampung, dan menyebabkan hal seperti ini," ucap kepala sekolah, memperingatkan Vero.

Kirana yang mendengar peringatan kepala sekolah untuk Vero pun, hanya dapat menatap wajah Vero dengan perasaan bersalah, ia merasa benar-benar bersalah dengan Vero, karena harus terlibat dalam masalahnya.

"Sepertinya bapak perlu memanggil walimu datang kemari, karena kamu sudah berani menuduh teman tanpa bukti dan tidak terbukti bersalah," ucap kepala sekolah.

Kirana yang mendengar itu pun, langsung membelalakkan matanya dengan lebar, sedangkan Sherin tersenyum penuh kemenangan, karena merasa dirinyalah yang menang saat ini.

"Maaf pak, tapi ini masalah saya, kenapa Vero harus ikut terlibat?" tanya Kirana mencoba membuat kepala sekolah mengubah keputusannya.

"Diam kamu, Kirana … kamu juga akan mendapatkan sanksi sebagai hukuman atas menyebarkan informasi tidak benar kepada orang lain," ucap kepala sekolah.

"Iya pak, saya tidak apa-apa jika dihukum, tapi saya mohon jangan berikan sanksi kepada Vero pak, karena dia tidak bersalah sama sekali," ucap Kirana membela Vero.

"Ya ampun Kirana … tidak bersalah katamu? Vero sudah menuduhku yang tidak-tidak, meskipun aku tidak pernah melakukannya sama sekali," lagi-lagi Sherin berakting seolah-olah dialah yang paling menjadi korban disana.

Kirana yang mendengar ucapan dan melihat akting Sherin begitu sempurna hanya menghela napas dan pasrah dengan semuanya, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi saat ini.

"Tolong pak (guru BK), hubungi wali Vero, untuk datang ke sekolah sekarang," ucap kepala sekolah, memerintahkan guru BK.

Saat itu juga, Paman Vero dihubungi oleh pihak sekolah, membuat Vero hanya menundukkan kepalanya pasrah, ia tidak tahu harus berbuat apa saat ini, niat hati akan membantu Kirana agar terbebas dari masalahnya, namun malah dirinya yang kini menjadi tersangka utama.

"Tinggal kita tunggu saja pamanmu datang kemari," ucap kepala sekolah memperingatkan.

Vero hanya dapat menundukkan kepalanya pasrah, ia hanya diam dan tidak menjawab ucapan kepala sekolah, tidak seperti saat pertama tadi, Vero sangat terlihat berani dan tidak memiliki rasa takut sedikit pun.

Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Paman Vero pun tiba di ruang kepala sekolah, dimana disana masih ada Vero dan Kirana, lengkap dengan Sherin dan teman-temannya.

"Permisi pak, apakah benar saya dipanggil kemari dari pihak sekolah?" tanya Rudolf dengan sopan, berdiri di pintu ruangan.

"Benar, pak. Silakan masuk," ucap kepala sekolah, dengan berdiri menyambut Paman Vero seraya mempersilakan untuk duduk di sofa.

Rudolf langsung duduk, kemudian memperhatikan Vero dan Kirana yang terlihat hanya terdiam dan tidak berani menatap Rudolf.

"Jadi ada apa ya, pak, saya dipanggil kemari?" tanya Rudolf bingung.

"Maaf sebelumnya, karena sudah mengganggu waktu anda, tapi kami dan saya sebagai kepala sekolah dengan berat hati harus memberitahu, jika keponakan anda ini membuat masalah di sekolah, dan harus mendapatkan sanksi," ucap kepala sekolah menjelaskan.

Rudolf yang mendengarkan penjelasan kepala sekolah langsung membelalakkan matanya kaget, kemudian mengalihkan pandangan menuju Vero yang tidak berani menatapnya.

"Maaf, pak … kalau boleh saya tahu, apa yang sudah dilakukan keponakan saya ini?" tanya Rudolf dengan sopan.

Kemudian kepala sekolah menceritakan semua yang telah terjadi tadi, Rudolf mendengarkan dengan seksama tanpa melewatkan sedikit pun penjelasan dari kepala sekolah itu.

Setelah mendengar semua penjelasan dari kepala sekolah, Rudolf langsung menatap Vero lekat-lekat, Rudolf tidak marah, namun hanya harus terus mendampingi Vero yang baru saja keluar dari sangkarnya, jika diibaratkan dengan burung.

"Lalu apa sanksi yang harus Vero dapatkan pak?" tanya Rudolf baik-baik.

"Karena menurut saya tindakan Vero ini cukup fatal, sehingga Vero harus mendapat skors selama dua hari, dan itu menurut saya sudah cukup," jawab kepala sekolah.

Vero dan Kirana yang tadinya menundukkan kepalanya pun, langsung mendongakkan kepalanya, kemudian menatap kepala sekolah dengan wajah tidak percaya.

"Tapi, pak … disini Vero tidak bersalah, jadi jika akan diberi sanksi, harusnya itu saya," sanggah Kirana.

Rudolf pun langsung memperhatikan wajah Kirana saat itu juga, wajah Kirana benar-benar mirip dengan Bunda Vero, tidak salah jika Vero benar-benar ingin memilikinya.

"Kamu juga mendapatkan sanksi, Kirana … namun sanksimu berbeda dengan Vero, hukuman untukmu adalah, kamu harus membersihkan seluruh toilet sekolah, setiap hari selama tiga hari" ucap kepala sekolah, menimpali sanggahan Kirana.

Kirana yang mendengar itu pun langsung menghela napasnya pasrah, kemudian menerima semua hukuman yang kepala sekolah berikan kepadanya.

Vero kemudian menatap Kirana dengan ragu-ragu, Vero merasa bersalah dengan Kirana, karena dengan pembelaannya, masalahnya menjadi rumit seperti ini.

"Bapak tidak akan mencabut beasiswamu Kirana, tapi kamu harus bersikap baik setelah ini, jika bapak mendengar kamu membuat ulah lagi, bapak tidak akan segan-segan mencabut beasiswamu," ucap kepala sekolah memperingatkan.

Kirana hanya dapat menganggukkan kepalanya, dan tidak membuka mulutnya lagi, ia benar-benar sudah pasrah dengan keadaan yang harus ia terima saat ini.

"Kalau begitu, kalian boleh pulang sekarang, lagi pula jam pulang sekolah sudah dari tadi," ucap kepala sekolah, mempersilakan semua yang ada di ruangannya untuk pulang ke rumah masing-masing.

Tidak terkecuali dengan Paman Vero yang juga ikut berpamitan dengan kepala sekolah, untuk pulang.

Next chapter