webnovel

Bab 6

Dari satu sampai sepuluh, Nara benar-benar memberi nilai 4 pada pengalamannya kali ini. Selama hidupnya, dia tidak pernah mengira bahwa suatu hari akan berada di situasi seperti ini. Tempat yang sangat sempit, pencahayaan yang redup, bahaya yang mengejar dibelakang dan kematian yang hampir saja ia temui Karena kurangnya pengetahuan. Semua itu bahkan tidak pernah terbesit sedikitpun.

Belum lagi apa yang menantinya didepan. Bisa jadi itu adalah jalan keluar seperti yang ia nanti-nantikan, atau mungkin saja bahaya lain yang jauh lebih besar.

Nara menatap pria yang tertidur di pangkuannya ini. Satu bulan terakhir, pria ini adalah objek yang paling mencuri perhatiannya. Rutinitasnya dalam berlatih pedang, secara alami menjadi alasan utama baginya untuk bangun pagi. Penampilannya yang menarik, juga menjadi satu-satunya alasan baginya untuk berlama-lama jongkok di kebun.

Tapi...

.

.

.

KAPAN DIA AKAN BANGUUUNNNNN.... Woyyy... Kakinya sudah mati rasa.

Nara mengambil roti dari ruangnya. Dia sudah lapar lagi. Mungkin ini, sudah hampir seharian dia menunggu Paul bangun. Dia tidak tahu sekarang siang atau malam, dia bahkan tidak tahu pukul berapa sekarang ini. Oh sial. Sambil memakan rotinya perlahan, Nara merenung.

Kenapa Paul tidak bertanya sama sekali tentang kemampuan sihirnya. Itulah yang dia ingin tanyakan dari tadi. Tapi tidak sempat. Jika ruang ajaibnya, dia tidak mengkhawatirkan hal itu sama sekali, karena di dunia ini juga ada yang namanya barang ajaib berupa cincin yang dapat menyimpan barang dalam jumlah banyak.

Tapi kemampuan mengendalikan tanaman miliknya bukanlah salah satu dari entitas sihir didunia ini. Seharusnya Paul mempertanyakannya. Tapi kenapa dia diam saja.

....

Tak lama setelah Nara memakan rotinya, Paul akhirnya bangun.

"Hai, kamu akhirnya bangun. Apa tidurmu nyenyak?" Tanya Nara sambil menatap wajah dipangkuannya itu.

Paul kaget, dia berusaha bangkit secepat yang dia bisa. tapi pada hasilnya, kepalanya menabrak pada atap lubang karena tingginya yang melebihi tinggi dari tanah diatas.

"Akh!" Paul refleks mengelus kepalanya.

"Hei, kenapa kamu terkejut seperti itu? Jangan bilang kamu lupa kalau kita sedang diapit bahaya besar. Sini, menunduklah!" Nara mendekatkan batu cahaya ke wajah Paul. Memeriksa apakah ia terluka.

tidak parah, hanya sedikit memar. Nara menyentuhnya dengan lembut.

"Sakit?"

Paul hanya menggeleng ringan seolah mengatakan tidak sakit. Tapi mulutnya ekspresinya tak bisa bohong saat meringis kesakitan.

"Reflekmu sangat bagus, tapi terlalu gegabah. Heal!"

"Syukurlah hanya luka ringan" Nara menarik kembali tangannya lalu merogoh ruang ajaibnya. Dia mengeluarkan roti lain. Lalu memberikannya pada Paul. "Makanlah!"

"Terimakasih"

Tak butuh waktu lama untuk Paul menghabiskannya. Jadi setelah bercengkerama sebentar mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan. Namun, kali ini Nara tak mau naik ke punggung Paul. Dia bergerak sendiri dibelakangnya, mengikuti kemanapun Paul merangkak.

….

"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" Nara bertanya saat Paul berhenti mendadak.

"Sepertinya Didepan ada jalan keluar. Nyonya tunggu saja disini, saya akan memeriksanya terlebih dahulu!" Paul mempercepat langkahnya.

"Hei, jangan konyol. Kita pergi bersama!"

"Hati-hati~" Nara mengucapkannya dengan berbisik.

Paul perlahan keluar melalui lubang sempit didepannya dengan satu tangan. Sementara tangannya yang lain siap siaga memegang pedang yang bertengger di pinggangnya. Paul tidak terlihat kesulitan sama sekali. Dia benar-benar terlatih dengan pedangnya.

Paul keluar terlebih dahulu dan melarang Nara mengikutinya. Jadi Nara hanya diam ditempat berharap tidak terjadi sesuatu pada Paul.

"Aman. Mari, biar kubantu!" Paul muncul luar dengan senyum merekah. Nara maju lalu meraih uluran tangan Paul yang akan membantunya keluar.

"Akh!"

Nara kira saat keluar dari lubang dia akan langsung mendarat. Ternyata pemandangan yang menyambutnya adalah jurang yang cukup dalam. Bahkan dasarnya saja tidak terlihat. Beruntung Paul langsung menangkapnya dan menggendongnya ala bridal style sambil melompati bebatuan hingga sampai dasar.

"Terimakasih" Nara mengucapkannya dengan sedikit menunduk setalah Paul menurunkannya.

"Wah, Paul tempat apa ini? Sangat indah"

"Ini Goa bawah tanah, nyonya. Dulu aku sering menemuinya saat masih bergabung dengan party petualang"

Tempat ini sangat indah. Goa yang sangat besar. Hamparan tanah dan bebatuan dihiasi dengan gundukan batuan safir yang terlihat menyala. Disisi barat terdapat genangan air yang sangat besar bak danau raksasa lengkap dengan air terjun yang mengalir melalui celah dindingnya.

"Apa ada yang tinggal disini? Goa ini terlihat menakjubkan"

"Entahlah, aku sudah menyusurinya sebentar. Sepertinya tidak ada yang hidup disini"

"Airnya sangat jernih, aku jadi ingin mandi sekarang. Badanku benar-benar terasa lengket" Narai berjongkok ditepi danau memainkannya dengan tenang.

"Apa boleh?" Nara memberi tatapan memohon pada Paul. Mencoba bernegosiasi.

"Silahkan nyonya. Aku akan pergi dan mencari sesuatu untuk dimakan terlebih dahulu". Paul mengatakannya dengan gugup. Sebenarnya dia bukan orang yang sangat baik. Terkadang dia juga berpikir mesum terhadap seseorang. Dan Nara adalah salah satunya.

Saat memutuskan untuk menggendongnya didalam lubang. Pikiran kotornya tidak dapat diajak berkompromi. tapi untung saja dia bisa menahannya. Dan sekarang hal itu terulang kembali. Saat Nara bertanya padanya, pikiran liar Paul membuat sesuatu dalam dirinya terbangun.

Paul bergerak perlahan menjauhi danau. Dia tidak bisa menjamin akan bisa menahan dirinya jika tetap berada disana.

….

Nara perlahan memasuki danau. Tentu saja dia sudah melepas seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya. Mumpung Paul tidak ada, dia akan menikmati acara mandinya semaksimal mungkin.

Airnya terasa cukup dingin. Tapi Nara tidak menghiraukannya. Tubuhnya benar-benar terasa lengket. Jadi saat menyentuh air, dia tidak perduli lagi apakah akan kedinginan atau tidak.

"Ah, segarnya!"

Nara berenang kesana-kemari, karena tidak memakai sehelai benangpun tubuh seksinya benar-benar terekspos. Memperlihatkan lekukan-lekukan indah yang sangat sempurna ditubuhnya.

Nara tak sadar jika sedari tadi aksinya itu tak lepas dari pandangan seseorang. Tak ada yang tahu siapa dia, tapi dia bersembunyi dengan sangat sempurna.

Perlahan Nara berenang ke tepian, walaupun dia menikmatinya tapi dia tidak ingin dilihat Paul dengan penampil seperti ini. jadi mau tidak mau dia harus menepi dan memakai pakaiannya.

"Nyonya!"

Nara terkejut mendengar suara panggilan dari Paul. Dalam keadaan setengah telanjang, dia buru-buru mengambil pakaiannya dan berusaha menutupi tubuhnya yang terbuka. Wajahnya memerah karena malu, sementara Paul terlihat meneguk ludahnya saat melihat tubuh polos Nara.

"Nyonya, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud mengintip atau menyakiti perasaanmu. Aku hanya akan mengatakan sesuatu ," ucap Paul saat memunggungi Nara dengan raut wajah yang jelas terlihat canggung dan malu.

Nara mencoba mengatasi kecanggungan di antara mereka. "Tidak apa-apa, Paul. Mungkin aku yang terlalu ceroboh. Aku juga seharusnya lebih berhati-hati." Dia berusaha tersenyum dengan wajah yang masih memerah.

Paul mengangguk sambil mengalihkan pandangannya. "Maaf sekali lagi. Aku benar-benar tidak bermaksud mengintip atau membuatmu merasa tidak nyaman."

Nara mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Kita lupakan saja insiden ini. Tampaknya kau menemukan jalan keluar. Apa yang kau temukan di sana?"

Paul mengganti topik pembicaraan dengan cepat. "Iya, aku menemukan sebuah lorong yang sepertinya terhubung dengan jalan keluar. Tapi aku harus menjelajahi sedikit lebih jauh untuk memastikan bahwa itu aman. Aku akan kembali dalam waktu singkat."

Nara mengangguk, mencoba mengalihkan perhatiannya dari momen yang memalukan tadi. "Baiklah, hati-hati ya. Aku akan menunggumu di sini."

Setelah Paul pergi, Nara merasa sedikit canggung dan kesepian. Dia duduk di tepi danau sambil memikirkan petualangan mereka sejauh ini. Dia masih merasakan adrenalin dari situasi berbahaya yang mereka alami sebelumnya, tetapi dia juga merasa terganggu oleh pikiran tentang hubungan mereka.

Nara duduk di tepi danau, terdiam dalam pemikirannya. Tiba-tiba, dia merasa sesuatu yang licin dan lendir menempel di kakinya. Dia menoleh ke bawah dan terkejut melihat makhluk slime kecil berwarna hijau yang bergerak cepat melekat pada kakinya. Slime tersebut memiliki kemampuan penyembuhan dan terkenal dengan efek penyembuhannya yang luar biasa.

"Makhluk slime? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Nara sambil mengamati slime tersebut. Meskipun awalnya terkejut, dia merasa penasaran dengan makhluk itu.

Slime dengan lembut bergerak melingkar di sekitar kakinya dan memancarkan cahaya biru yang tenang. Nara merasakan sensasi dingin dan segar, serta merasa luka kecil yang terjadi saat ia tersandung sembuh dengan cepat.

"Terima kasih, makhluk kecil," kata Nara dengan senyum. "Kemampuan penyembuhanmu sungguh luar biasa."

Slime itu melompat ke depan dan memperlihatkan keceriaannya. Makhluk itu tampak senang bisa membantu Nara. Nara mengusapnya dengan lembut dan kemudian memeriksa kakinya. Tidak ada bekas luka atau rasa sakit lagi.

Tidak lama kemudian, Paul kembali dengan membawa buah-buahan segar yang terlihat sangat menggugah selera. Dia tersenyum melihat Nara yang sudah berdiri di tepi danau.

"Nara, aku membawa beberapa buah-buahan segar untuk kita. Mereka bisa mengisi energi kita sebelum kita melanjutkan perjalanan," ucap Paul sambil meletakkan buah-buahan di atas bebatuan.

"Terima kasih, Paul. Kamu sangat perhatian," jawab Nara sambil merasa terharu dengan tindakan Paul. Mereka duduk bersama dan menikmati buah-buahan dengan penuh selera.

Setelah mereka selesai makan, Paul memeriksa sekeliling untuk memastikan tidak ada bahaya yang mengancam. Setelah memastikan semuanya aman, mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju jalan keluar dari goa.

"Mari kita lanjutkan perjalanan, Nara. Aku yakin jalan keluar ada di depan sana," kata Paul dengan semangat.

Nara mengangguk dan mereka berjalan bersama. Paul memimpin jalannya dengan hati-hati, menghindari setiap rintangan yang mungkin muncul di hadapannya. Nara mengikuti di belakangnya, merasa lebih tenang sekarang setelah mendapatkan bantuan dari makhluk slime tadi.

Perjalanan mereka melalui goa bawah tanah itu berlanjut selama beberapa jam. Mereka melewati lorong-lorong sempit dan menjelajahi ruang-ruang yang indah. Kadang-kadang, Nara merasa lelah dan tergelincir, tetapi Paul selalu ada di sampingnya untuk menopang dan membantunya bangkit.

Mereka melintasi lorong gelap dan berliku, dengan bunyi monster yang menggeram semakin dekat. Tiba-tiba, dari balik bayangan, monster itu muncul dengan gigi tajam dan kulit yang mengilap. Dalam sekejap, monster itu melompat ke arah mereka, mengirimkan gelombang kejutan dan ketegangan melalui tubuh Paul dan Nara.

Tanpa ragu, Paul melontarkan serangan balasan dengan keberanian dan kekuatannya yang luar biasa. Dia berputar dan meluncurkan serangan penuh kekuatan ke arah monster itu. Namun, monster itu terlalu kuat dan berhasil menghindarinya, menyebabkan Paul harus melawan dengan lebih gigih.

Nara melihat perjuangan Paul dan merasakan keberanian yang membara dalam dirinya. Dia berbicara dengan penuh keyakinan, "Paul, jangan menyerah! Kita bisa melawan monster ini bersama-sama! Aku percaya padamu!"

Paul menatap Nara dengan mata yang membara semangat, "Aku tidak akan menyerah! Kita akan menghadapi monster ini dan mengalahkannya!"

Dorongan dari Nara memberikan semangat baru bagi Paul. Dia terus menyerang monster itu dengan lebih giat, menggunakan semua keahliannya dan tenaga yang dimilikinya. Meskipun terluka dan lelah, Paul tidak mundur, melawan dengan gigih untuk melindungi Nara dan dirinya sendiri.

Sementara Paul terus menyerang dengan penuh keberanian, Nara dengan cermat mencari celah untuk membantu. Dia memperhatikan kelemahan monster dan dengan cepat mengambil tindakan. Dengan menggunakan kemampuannya mengendalikan tanaman, Nara menciptakan perangkap yang rumit, menghalangi monster agar terjebak dan memberikan kesempatan bagi Paul untuk melancarkan serangan lebih mematikan.

Akhirnya, setelah pertempuran yang panjang dan melelahkan, Paul mengarahkan serangan terakhir yang menghancurkan monster itu. Monster itu jatuh dengan tubuh yang tak bergerak, menandakan kemenangan mereka.

Namun, Paul terjatuh ke tanah dalam keadaan terluka dan kelelahan. Nara segera berlari ke sampingnya, merasa khawatir melihat kondisi Paul. Dia memegang tangannya dengan lembut, "Paul, kau melakukannya dengan luar biasa! Aku akan membantumu."

Dengan tangan gemetar, Nara mengeluarkan peralatan sihirnya dan mulai mengarahkan energi penyembuhan ke luka-luka Paul. Dia merasakan getaran energi sihirnya mengalir melalui tubuh Paul, mencoba memulihkan kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan monster itu. Meskipun kekuatan sihirnya lembut, tetapi juga kuat, mencerminkan karakter Nara yang perempuan lembut namun penuh dengan kekuatan dalam.

Paul merasakan energi penyembuhan yang memasuki tubuhnya, meredakan rasa sakit dan memberinya kekuatan baru. Dia menghela nafas lega, merasa beruntung memiliki Nara di sisinya dalam saat-saat seperti ini. Dia memandang Nara dengan penuh rasa terima kasih dan kekaguman atas keahliannya.

Setelah Nara selesai mengobati luka-luka Paul, mereka duduk di tanah, menghadapi puing-puing hasil pertempuran. Atmosfir di sekitar mereka terasa tegang, sementara mereka berdua masih merasakan efek adrenalin dan ketegangan dari pertarungan sebelumnya. Mereka saling pandang, saling mencermati, dan kata-kata hampir tak terucapkan dalam ketegangan yang mencekam.

Namun, di antara cedera dan kehancuran, ada juga rasa kelegaan dan kebersamaan. Paul meraih tangan Nara dengan lembut dan berkata dengan suara serak, "Terima kasih, Nara. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi tanpamu di sini. Kau benar-benar hebat."

Nara tersenyum kepadanya, mata mereka bertemu, saling terhubung dalam pengertian dan kehangatan. "Kita saling melengkapi, Paul. Aku percaya padamu dan keberaniannya. Kita melewati ini bersama-sama."

Ketegangan perlahan mereda, dan suasana di sekitar mereka mulai menjadi tenang. Sinar matahari menembus celah-celah reruntuhan, menciptakan kilauan yang lembut di sekitar mereka. Nara dan Paul merasakan kehadiran satu sama lain dengan begitu kuat, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka dalam situasi yang penuh bahaya ini.

Mereka saling berpandangan, dan ada keinginan saling melindungi di antara mereka. Tiba-tiba, Paul meraih tangan Nara dengan lebih erat, dan dengan lembut dia menarik Nara ke dalam dekapannya. dalam keadaan yang begitu intim dan rapuh, keinginan tak terbendung menguasai mereka.

Nara dan Paul saling tertarik, terdorong oleh kekuatan emosi yang mereka rasakan. Mereka saling mendekat, bibir mereka hampir bersentuhan. Ciuman itu menjadi pelampiasan hasrat yang telah lama terpendam di antara mereka, menciptakan momen yang intens dan panas.

Dalam momen itu, mereka melupakan segalanya, hanya merasakan getaran keintiman dan gairah yang menyala di antara mereka. Ciuman itu membawa mereka ke dunia baru, di mana hanya ada mereka berdua dan koneksi yang tak terbantahkan.