1 3. Pertemuan Tidak Sengaja

"Terima kasih Tria..." Ayshe berterima kasih pada temannya.

Setelah berkelana mencari pekerjaan kesana kemari akibat di PHK di beberapa tempat, akhirnya gadis itu mendapat pekerjaan. Meskipun hanya sebagai pelayan sebuah Coffe Shop, setidaknya Ayshe bisa melanjutkan hidupnya tanpa berhutang.

Suara langkah kaki terus mengikutinya, mengantarkannya menuju sebuah Coffe Shop yang cukup terkenal. Dia tersenyum melihat Coffe Shop yang baru saja akan dibuka lusa.

Mendadak, Ayshe merasa sangat antusias. Dia ingin segera bekerja dengan penuh semangat, mengumpulkan banyak uang untuk hidupnya.

Setelah dirasa puas menatap Coffe Shop yang akan menjadi tempatnya bekerja, gadis itu menghembuskan napasnya, berjalan pergi dari sana. Trotoar yang sangat sepi di sertai dengan cahaya matahari yang menyorot di siang bolong membuat Ayshe menundukkan kepalanya.

Selain karena kepanasan, rasa malu di dalam dirinya menggelora. Membuatnya tak berani mengangkat wajah.

Hingga tiba-tiba...

Brak!

Dia menabrak seseorang hingga membuat tasnya terjatuh. Ayshe buru-buru meminta maaf.

"Maafkan saya... saya tidak sengaja." Katanya tanpa menatap pria yang dia tabrak.

Pria tersebut terlihat sedang sibuk dengan ponselnya. Dia sedang menelefon seseorang.

"Ya, it's okay, I'm fine! Lain kali, jangan menunduk saat berjalan." Balas pria itu sebelum akhirnya melangkah meninggalkan Ayshe yang sibuk memungut barang-barangnya.

Ayshe merasa sangat bersalah. Sayup-sayup, dia memperhatikan punggung tegak milik pria yang ditabrak nya barusan.

"Untungnya dia baik-baik saja." Lirih Ayshe merasa sedikit lebih lega.

***

"Mom, kita baru beberapa bulan menikah! Berhenti menuntut Zanna terus menerus." Elazar merasa jengah dengan tingkah ibunya yang terus menuntut dirinya dan Zanna agar segera memiliki momongan.

Padahal, baru beberapa bukan dirinya menikah. Tetapi, ibunya terus saja mencibir Zanna, menginginkan momongan darinya.

"Jika tahu seperti ini, lebih baik dulu kau tidak usah menikah dengan nya." Kata ibunya.

Elazar menghela napasnya. Dia tahu keinginan ibunya sangat besar bukan tanpa alasan. Itu karena Elazar adalah anak tunggal keluarga ini.

Pria itu mendekati sang ibu, memeluknya mencoba menenangkan amarah wanita paruh baya tersebut.

"Mom, bisa saja Elazar yang bermasalah." Ucapnya.

"Kalian harus segera ke dokter untuk periksa." Balas ibunya.

Elazar menggeleng lembut, tak ingin menyinggung sang ibu. "Nanti, Mom. Jika sampai satu tahun masih tak ada perkembangan, Elazar dan Zanna akan segera ke dokter untuk melakukan pemeriksaan. Satu tahun ini, biarkan Elazar dan Zanna saling mengenal terlebih dahulu. Bagaimanapun juga, kami dijodohkan secara mendadak, Mom." Jelas Elazar.

Ibunya melunak. Dia berdecak, mengiyakan ucapan putranya meskipun dalam hati kecilnya merasa tidak ikhlas. Keinginannya untik memiliki seorang cucu sangatlah besar.

"Untuk sementara, biarkan Elazar sibuk dengan Coffe Shop dulu, setelahnya kota akan berdiskusi lagi mengenai masalah ini. Jangan pernah menemui Zanna atau menyinggungnya, Mom." Kata Elazar.

Ibunya mengangguk menurut. Lagipula dia tak memiliki pilihan lain. Putra tunggalnya ini memang selalu mampu membuatnya bungkam.

"Mom beri kalian waktu tiga tahun. Lebih dari itu, ceraikan Zanna dan cari perempuan yang bisa memberikanmu keturunan."

avataravatar