webnovel

PERIHAL RESTORAN

Untuk kesekian kalinya wanita dengan wajah yang cemberut ini kali ini mencoba tetap diam, dia juga tidak akan mau berjalan lurus dan menghilangkan semua beban pikiran yang dia miliki, dia hanya ingin melihat lelaki itu pergi dari tempatnya.

"Yah, kenapa kamu bertindak seperti itu?" tanya lelaki itu sembari menatap ke depan.

"Tidak, Arg ini sungguh dan sungguh memalukan bagaimana bisa kita berdua jalan sedangkan kita tidak tahu di mana saja siswa anda." Dia menoleh ke samping kiri dan kanan seperti orang linglung.

Lelaki dengan nama Tristan itu seakan tidak percaya untuk semua ini dia juga tidak kepikiran untuk rencana kedua orang tuanya yang mencoba untuk mempertemukan mereka dalam jangka waktu yang cepat sekali.

Kali ini mereka berdua memang berada di restoran dan juga mereka ingat sekali bahwa restoran itu adalah restoran yang selalu di kunjungi oleh semua orang baik itu mahasiswa dari lelaki yang kini menemani dirinya.

Dan benar saja kali ini ada mahasiswa yang melihat mereka berdua sungguh ini adalah salah satu hal yang sangat menjebak, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan dia harus sembunyi dari tempat ini atau sebaliknya.

Wanita dengan higheels itu dan juga bulu mata yang tampak lebih mengelegar dia pakai kali ini terlihat lebih cerah untuk lelaki yang berada di depannya dia berjalan dan bersinar seperti matahari.

Semua pandang mata tertuju pada wanita itu dan sesungguhnya dia adalah wanita yang cantik. "Apakah maksud kedatangan dia ke sini?" tanya wanita yang berada di depan Tristan dengan mengigit bibir bawahnya.

"Kamu tenang saja, tidak akan ada yang tahu." Tristan membuka jaket yang dia pakai dan dia berikan pada wanita itu.

Ini benar-benar hari keberuntungan dari wanita itu padanya dia bisa lolos dengan bantuan jaket ini yah meskipun kemungkinannya masih sangat sedikit tetapi dia bisa bernapas. Namun napasnya untuk yang keberapa kali seketika terhenti saat mendengarkan bahwa saat ini ada suara di sebelahnya.

"Apakah Bapa berada di restoran ini?" tanya wanita tadi dan masih tidak melihat siapa yang berada di depan dosennya.

"Iya." Dia menatap ke samping karena melihat pakaian dari wanita itu dan juga pahanya yang sedikit terbuka.

Wanita itu termanggut-manggut dia baru sadar bahwa Dosen mereka tidak suka akan hal-hal yang seperti ini, tetapi dia tidak menyerah dia ingin duduk tepat di bangku itu namun Tristan segera menghentikan semua itu..

"Jangan." Dia berdiri dan dengan tangannya yang dia lepaskan.

'Aduh, kenapa sangat rumit seperti ini? sialan kenapa tadinya aku harus jalan dengan lelaki ini.' tangisnya dalam hati dan mengengam erat ranselnya.

"Ada apa?" ucap wanita itu dan dengan posisinya yang jongkok.

"Kamu__" ucapnya terpotong saat melihat bahwa badan yang tadi dia telungkup kan di bawah jaket itu gemetar.

"Kamu harus pergi dan pesan juga makanan kepada saya, setelah itu kita boleh makan." Dengan langkah yang sangat cepat tanpa babibu wanita itu sangatlah senang pasalnya ini adalah Dosennya bagaimana mungkin dia bisa menolak.

Saat ini wanita itu telah mengepal tangannya kuat bagaimana mungkin di saat-saat seperti ini ada lelaki yang masih merayu wanita yang lebih cantik dari dirinya, perlahan dia melepaskan jaket hitam itu namun pergerakan tangan Tristan membuat kepalanya terantuk kepada tepi meja itu.

Yah, dia kembali lagi kesal dan menderita," astaga ada apa lagi ini? izinkan aku untuk merasakan napas lagi."rengekannya tidak sama sekali terdengar oleh lelaki dengan tubuhnya berputar mencari-cari seseorang yang tidak lain adalah wanita itu.

"Wah, apakah itu Bapak? saya boleh bertanya? di manakah bapak lihat wanita dengan dress hitam tadi?"tanya lelaki itu langsung to the point karena dia tahu bahwa Dosen ini tidak mau lama-lama di ajak mengobrol.

"Lurus, belok kanan setelah itu lihat ke depan dan ada gang kamu masuk saja dan belok kiri lagi setelah itu kurus belok kanan dan dapat," ucapnya dengan nada suara yang tidak lambat, membuat lelaki tadi bingung.

Dia mengingat-ingat apa yang dia katakan oleh Dosennya namun dia bukan pertama sekali ini datang ke restoran ini maka dari itu dia mulai tahu bahwa itu adalah meja resepsionis lelaki itu menggelengkan kepala dan langsung memberikan kepada dosennya sebuah perkataan yang kembali lagi padanya.

"Apakah anda salah? setahu saja itu adalah meja resepsionis?" tanyanya dengan intonasi yang sempurna.

Lelaki yang tidak lain adalah Tristan itu menggelengkan kepala dan membuka mulutnya," kamu tahu saya itu pelanggan di tempat ini? bukan tukang meja resepsionis jadi kalau kamu.mau bertanya kamu tanya saja kepada dia." Tristan menunjuk pada kedua wanita dengan senyum yang terpapar jelas pada pipi kedua penjaga meja resepsionis itu.

Lelaki itu menyerah dengan dosen yang super killer seperti itu dia juga menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak sakit dan lebih parahnya dia kembali melihat apa yang saat ini berada di sampingnya dengan di lindungi oleh jaket berwarna hitam.

Tristan tahu pergerakan lelaki itu, maka cepat-cepat dirinya untuk menghalau semua rencana lelaki tadi, dia mengusir lelaki itu." Lebih Abik anda pergi dan cari di mana pasangan anda." Dia menatap lurus ke depan tanpa ada satupun isia pikiran yang terlihat dengan beban.

"Baiklah, tetapi apakah itu__" dia belum sempat menunjuk tangannya ke arah kursi yang sudah dilindungi oleh Tristan.

"Jangan, lebih baik urusi saja apa yang menjadi kewajiban mu." Dia menatap dengan cemas ke arah depan karena dia melihat bahwa wanita tadi telah datang, bagaimana bisa dia melarikan wanita ini.

Setelah itu ternyata lelaki tadi juga melihat di mana posisi dari wanitanya maka dia segera berlari dan Tristan membuka jaket itu, padahal saat itu juga wanita itu ingin membuka hingga reflek kedua bibir mereka hampir saja menyatu untung saja ada hal yang membatasi mereka yaitu jaket yang tadinya di gunakan mereka untuk menutupi badan wanita itu.

Sorot mata mereka kembali lagi berjauhan dan otomatis agar semua ini tidak diketahui oleh siapapun, Tristan menarik pergelangan tangan kecil dari wanita yang tidak lain adalah pasangannya itu.

"Ayo, kita masuk motor." Dia mengambil kuncinya dari dalam saku dan segera menyalakan mesin mobil.

Sesampainya di dalam mobil Tristan baru tenang dia takut kalau seperti ini, memalukan rasanya saat kencan harus sembunyi-sembunyi.

"Apakah kamu sakit? kenapa dengan wajahmu yang tampak pucat?" wanita itu menempatkan tangannya pada kening Elai itu.

Tristan terdiam dia baru sadar bahwa sedari tadi dia hanya melamun dan melamun membayangkan kedua bibir mereka yang saling peluk.