17 hujan

Gadis side

Aku membuka pintu apartment ku perlahan, setelah percakapan yang tak menemui jalan kelur dengan alya. Aku memutuskan untuk meninggalkan nya. Memberinya ruang untuk berfikir sendiri. Dan memberi ruang untuk ku juga.

Sebuah sosok terlihat tertidur di sofa ku. Wajahnya tampak lelah, ntah berapa lama ia menungguku disini. Untuk kali pertama rasanya aku ingin memeluknya erat dan mengucapkan ribuan maaf karena perbuatan kejamku padanya. Namun sisi hatiku yang lain melarang aku untuk melakukannya.

Aku pun melangkah menjauh lalu membuka pintu kamarku perlahan berharap tidak membangunkannya dari lelah nya, namun gagal.

Ia terbangun, duduk perlahan dan memanggil namaku.

"Finally you home" ujarnya kemudian.

Aku memicingkan mataku, lalu menarik napas sebentar mencoba mengumpulkan sebanyak mungkin oksigen yang entah mengapa terasa sangat kasar dan berdebu hari ini, sebelum akhirnya berbalik mendekatinya.

Ruben dengan wajah lelahnya, lekat menatap mataku. Perlahan menggapai lenganku dan memeluk aku yang berdiri tak jauh dari tempat duduk nya.

"I'm sorry" ujarnya kemudian,

sebait kata pendek yang mengandung penyesalan teramat dalam. Aku hanya terdiam tak ada kata yang sanggup keluar dari mulutku. Membuat ruben melepaskan pelukannya dan beralih menatap wajahku. Ada harapan dalam tatapannya, Berharap apa yang terjadi kemarin hanyalah sebuah pertengkaran kecil diantar kami, pertengkaran yang dulu adalah sebuah kata asing bagi kami. Dan kata putus hanya kesalahan.

Namun tidak bagiku. Buatku itu adalah kenyataan yang akan aku perjelas lagi kini. Kenyataan yang menyakitkan namun entah mengapa terasa benar kali ini.

"Kenapa?" Ujarnya meminta penjelasan.

"Ada orang lain" ujarku tegas

Aku tau ini akan menyakitinya. Bahkan tanpa ku sadari ini menyakitiku juga. Ada cekal dalam hati ku ketika aku mengucapkan kata kejam itu. Namun aku tak bisa terus memanfaatkan kebaikannya. Dan cepat atau lambat diapun akan tau itu. Dan saat itu tiba lukanya mungkin akan lebih besar dari ini.

Karena mungkin jika semakin lama cintanya ku biar kan menyimpan harap padaku maka akan semakin besar harapannya. Dan kata pisah ibarat hunusan pedang panjang yang akan menusuk jantungnya bertubi-tubi kala saat itu tiba. Ini lah mengapa aku tak pernah siap untuk menjalin sebuah hubungan serius.

Aku mulai menyesali keputusan ku. Kalau saja saat itu aku bisa mempertahankan hatiku dan tidak goyah lalu memilih hubungan ini. Mungkin aku tak akan menyakiti ruben sedalam ini. Mungkin kita bisa menjadi sahabat baik atau kakak, adik yang tak perlu saling menyakiti.

Andai saja keegoisan ku tak ku dengar saat itu. Namun bukan penyesalan namanya jika datang tak terlambat.

"Siapa?, Apakah dia lebih baik dari ku?" Ruben tampak kesal namun bisa kurasakan ia sangat mencoba menahan amarahnya.

laki-laki lembut ini mencoba berbagai cara untuk menenangkan intonasinya, dari dulu ia tak pernah berkata kasar padaku, tak pernah meninggikan intonasi saat keadaan tak cukup baik untuk kami berdua.

Namun aku tak bisa menjawab apapun tak ada kata yang sanggup terlontar. Aku tak mau melukainya lebih dalam lagi sungguh tak bisa.

Ruben tampak menyerah. Ia melepas genggamannya dari ku perlahan.

"Apa kamu lebih bahagia dengannya?" Ia menatap ku dalam. mencoba mencari kebenaran dari mataku yang kian bergetar.

Pertanyaan nya seakan menusuk ku berkali-kali dan Tanpa aku sadari air mata Ku mulai mengalir dari pipiku. Aku tak punya jawaban untuk itu, Setidaknya untuk Saat INI Aku Tak tau. Bahagia kah aku bersama alya? Aku tak punya jawaban untuk itu. Lebih tepatnya aku tak yakin dengan APA yang Aku rasakan sesungguhnya. perasaan INI Sungguh Tak bisa Ku jelaskan.

Ruben memeluk ku lagi. Mengecup keningku untuk terakhir kali dan lalu pergi meninggalkanku sendiri.

Ia bilang kali ini dia akan merelakanku, Kali INI Meski berat ia akan mengalah untuk Ku. ia Tak akan memaksaku lagi. ia bilang, Ia takmau melihatku terluka dengan pilihan sulit. Namun dia tak akan benar-benar pergi dari hidup ku. Dia akan tetap di sampingku. Hingga jika suatu saat nanti aku terbangun dalam mimpi kelamku Dan persimpangan Ku yang membingungkan. Aku bisa kembali padanya kapanpun aku mau. Dia akan tetap berdiri Di tempatnya berusaha sekuat Mungkin Tak beranjak. agar kelak Saat Aku mencarinya Aku tau Dia ada dimana.

Ia bilang ia akan selalu berdiri disana dan memastikan tak bergerak sejengkalpun hingga aku akan selalu tau dan yakin kemana akan pergi saat aku membutuhkannya.

Hujan seolah mengisyaratkan luka dalam degup dan dentum

Aku dengan keegoisanku terpuruk dalam diam.

Aku dan kecemasan ku terhanyut dalam kelam

Aku menyalahkan hati

Aku menangisi diri

Lalu kata andai saja seolah menjadi pembenaran yang tak berarti

Aku tak tau

Atau mungkin tak mau tau

Semua terasa seperti tanda tanya dan seru yang menderu

Ah andai hati seperti logika

Tak akan susah untuk ku menyuruhnya ini dan itu.

Aku benar - benar sendiri Di ruang gelap ini sekarang, rintik hujan diluar sana Seolah datang berbondong - bondong untuk menertawai ketidak mampuanku. hidup ini terlalu sulit untuk Ku lewati, Namun entah mengapa kaki Ku berhasil membawaku kesini. Seolah mengejek Ku dengan setiap langkah yang Ku buat.

Aku ingin berhenti melangkah, ingin berhenti berlari. Aku Hanya ingin disini sendiri memeluk tubuh sialan ini sendiri. Aku akan mengutukinya setiap Saat karana keraguan - keraguan yang ia ciptakan.

Aku ingin mengurung Hati INI karena perasaan - perasaan yang ia rasakan yang seharusnya Bukan untuknya. mengapa Aku Tak bisa se simple pohon pisang Di belakang rumah yang tumbuh Hanya untuk memberi buah untuk manusia - manusia lapar lalu ditebang mati karena berhenti berbuah.

untuk Saat INI Aku ingin menghilang dari Muka bumi karena Aku jengah dengan hidup yang tampaknya Tak berminat memberi pilihan baik untukku. sehingga membuatku Terus berlari mencari pilihan - pilihan lain yang Mungkin akan berpihak pada Ku. entah ada ntah tidak

mentari telah terbit entah sejak kapan. Aku masih Terduduk Di kursi INI. berharap waktu akan berhenti Saat ini. hingga Tak perlu lagi Aku berlari.

tidak, Kali ini Aku Tak ingin kemana - Mana. Aku Hanya ingin disini. menghabiskan sisa hidupku bersama alya. persetan dengan APA Kata mereka nantinya.

mata INI telah kehabisan air mata untuk Di keluarkan. kepalaku seperti Di hantam ribuan krikil dalam satu waktu. Aku limbung hilang pegangan. Tak tau APA yang harus Aku genggam kini.

Aku ingin tinggal. tapi bolehkah. Aku ingin memeluknya saja. tapi bolehkah. ?

Pertanyaan mengapa tuhan Tak adil padaku. mulai menjadi Pertanyaan melelahkan untuk Ku.

avataravatar
Next chapter