1 Nona Lavandula dan Bartender K

Mala berlari dan terus berlari, tiada henti hingga kedua kakinya membawanya tiba di tempat pelarian. Napas yang keluar dari bibirnya tidak teratur, dia terengah-engah, mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Dia memandang sekeliling, pandangan matanya menyusuri setiap detil, memastikan dengan teliti bahwa tidak seorang pun berhasil mengikutinya sampai sejauh ini. Mala mendesah lega, tersenyum, tidak mungkin mereka bisa berhasil mengikutinya dalam labirin sesulit ini.

Dia segera mengambil topengnya dari tas jinjing—memakainya—dan berjalan menuju sebuah gang sempit yang diapit tanaman—kanan dan kiri.

Mala membuka pintu toko, masuk dengan bel pintu berdering manis. Dia jadi ingat dering kalung bel domba peliharaan kakek, jauh di bukit sana. Bunyi-bunyian di tempat ini sungguh jauh dari kata sunyi namun juga tidak bising. Melodi yang teralun di toko benar-benar menenangkan jiwa, menciptakan suatu sensasi di dalam hati, suasana hati Mala berubah. Dia hampir terbawa hanyutan lagu, seperti berada di alam imajiner yang membentang dalam benak. Sungguh, tempat ini seakan memberinya sensasi nostalgia, candunya untuk terus datang.

"Ah..., nona Lavandula." Sambut bartender dengan topeng putih menutupi seluruh wajah, menyisakan mata saja. Nama samarannya adalah Klump. Sebut saja Bartender K.

"Sudah lama sekali, nona. Apa yang membuatmu datang kemari?" Sang bertender kembali membuka mulut, memperdengarkan suara baritonnya yang tidak terdengar rendah maupun tinggi.

"Aku pikir kau akan senang apa pun alasanku datang, Klump." Mala berucap sambil menarik kursi.

Bartender K mendengarkan, tahu nona Lavandula-nya akan kembali angkat bicara. Jari jemarinya terampil meracik minuman kesukaan sang nona—hanya ekstrak buah dengan soda, sirup, minuman es dengan susu kental manis atau madu, tidak banyak. Kali ini dia membuatkan sirup dengan selasih, yah tentunya dengan tambahan lain-lain.

"Aku seperti... yah—buronan, diburu untuk suatu hal, tapi bukan karena aku seorang kriminal. Para pejabat haus kuasa itu sungguh menyebalkan, sama menyebalkannya seperti lalat saat kau makan." lanjut Mala menjelaskan kondisinya.

"Aku yakin nona sangat bernilai sampai-sampai nona begitu dicari mereka." Bartender K tahu, apa pun yang dikatakan nona Lavandula tidak mungkin segamblang itu untuk dicerna. Dia tidak tahu keadaan sebenarnya yang diceritakan nona ini.

Sejujurnya, meski menjadi bartender untuk mengelola informasi, dia tidak benar-benar tahu siapa nona Lavandula. Informasi tentang nona ini memang sangat terbatas, mengingat betapa lihainya dia. Yang diketahui tentangnya hanya apa yang keluar dari mulutnya saja. Dan dia bicara dengan perumpamaan, menyulitkan saja.

Padahal yang sebenarnya tidak seperti itu... Itu hanya ada dalam bayangan bartender K dan pengunjung lainnya saja. Inilah mengapa Mala sangat mudah mendapat apa yang dia mau. Mala dikategorikan sebagai kelas S, seorang VIP dengan nama samaran Lavandula. Tidak tahu kenapa, entahlah, Mala tidak terlalu memusingkan.

Mala hanya manggut-manggut. Dia sedang membicarakan para perundung—yang berlagak sok kuasa seperti pejabat—di kelasnya. Mala sedang terlibat masalah. Ya, masa SMA nya memang penuh warna.

Meski begitu... Setidaknya dia punya teman, sahabat dari kecil. Yang tidak kalah menyebalkannya dengan saat mendapat nilai hampir sempurna alias sembilan puluh sembilan.

Namanya Isela. Hanya Isela. Tidak ada nama panjang. Tidak seperti Mala Ou Verrel, dia tidak punya nama keluarga. Tapi "Verrel" hanya dianggap marga. Dia hanya terdaftar di ktp, data, atau surat penting lainnya sebagai Mala Ou, sebab keluarga Verrel punya sejarah kelam dan dianggap telah berhasil dimusnahkan.

Kira-kira apa yang akan menjadi reaksi pertama Bartender K saat tahu dia seorang Verrel? Bartender K menyayanginya—entah karena rasa tertarik atau penasaran, tapi dia cukup membantu—meski tidak bisa dipungkiri dia juga seorang rasional yang bisa mengambil keputusan kejam.

Mala membayangkannya, rasanya tidak adil bila identitasnya ketahuan tapi dia bahkan tidak tahu wajah Bartender K, apalagi identitasnya. Bartender K adalah sosok misterius yang sesungguhnya. Padahal setidaknya Mala ingin melihat wajahnya. Kalau mendengar suara baritonnya yang candu, Mala jadi membayangkan berbagai bentuk wajah tampan yang mungkin disembunyikan di balik topeng itu. Yah, bisa jadi juga, Bartender K tidak semengagumkan ekspetasinya. Tapi tidak apa, fisik bukanlah segalanya, kan?

Percakapan terus berlanjut tanpa topik berarti, Mala hanya melepas penat-nya saja. Hingga keesokan hari adrenalin-nya terpacu, jantungnya berdetak kencang, saat tahu ada seorang murid baru bernama Klump di kelasnya...

Darahnya terpompa begitu cepat, hingga detaknya terasa di dada. Bukan karena bersemangat, Mala takut... Apakah bayang-bayangnya menjadi kenyataan? Apakah identitasnya benar-benar ketahuan? Dan yang terpenting... Apakah dia Klump si bartender...?

avataravatar
Next chapter