3 Lebih Baik Ku Pergi

Belum lagi dahinya yang ikut mengernyit.

Santi menutup hidungnya rapat-rapat, karena asap rokok sudah tercium sedari parkiran motor. Itu terlihat dari puntung rokok yang berserakan dimana-mana, juga sampah botol minuman keras dimana-mana.

"Adik mau pulang!" tolak Santi dengan memilih terus memegangi tangan Gilang paksa. Ia benar-benar tak nyaman berada di tempat itu. Bulu kuduknya berdiri, juga tubuhnya yang mulai merinding.

Lutut Santi gemetar, ia bahkan menahan rasa kebeletnya. Belum lagi wajahnya yang terlihat pucat. Gadis itu benar-benar tak kuasa menahan rasa takutnya.

"Kanda, adik mau pulang…." ucap Santi dengan suara yang mulai gemetar, ia tak bisa menutupi rasa takutnya yang berlebihan.

Berbeda dengan Gilang, laki-laki dengan kumis tipis itu hanya menggoreskan senyum tipis. Ia menelisik wajah sang kekasih yang tampak tegang.

Gilang mengedipkan sebelah matanya, "Tenanglah sayang, didalam banyak teman-teman kanda kok, ada ceweknya juga kok," ujar Gilang dengan mencoba menenangkan Santi.

Walau masih diselimuti rasa takut, tapi Santi perlahan-lahan luluh, ia mencoba menarik nafasnya panjang, mencoba mengaturnya sesuai irama.

"Huhh …" helak nafas Santi terdengar berat, sementara Gilang berjalan lebih dulu masuk ke sebuah warung kecil. Meninggalkan Santi di belakangnya.

Ia sangat yakin Santi si kekasihnya yang penakut itu pasti akan menyusulnya tak lama lagi, membuat laki-laki itu melangkah dengan santainya.

Menghilang dari pandangan Santi, yah.. gadis polos itu masih setia berdiam diri di bawah pohon mangga. Ia enggan ikut, ia benar-benar tak nyaman dan ingin pergi dari tempat asing itu secepatnya.

"Tapi dimana ini?" tanya Santi dengan wajah cemas, ia mencoba mengedarkan pandangannya. Menelisik sekitar, daerah itu benar-benar baru baginya. Tak sedikitpun Santi mengetahui keberadaannya saat ini.

Belum lagi ia masih menggunakan handphone jadul, yang jelas tak ada GPS disana. Ingin bertanya pun Santi bingung, karena tempat itu sangat sepi dan cukup jauh dari keramaian.

Belum lagi sekitar yang dipenuhi pepohonan tinggi. Memang tak jauh dari pandangan Santi ada sebuah rumah. Rumah yang terlihat terdiri dari beberapa pintu kontrakan.

Santi memberanikan diri, beranjak, dengan langkah pelan-pelan ia menyeberangi jalan, berjalan sekitar puluhan meter, ia ingat betul tadi ia melihat ada rumah di sekitaran sini.

Santi terus mencari-cari keberadaan rumah itu, karena ia sangat yakin ia melihat rumah yang salah satu jendelanya terbuka. Dan itu berarti ada penghuni di rumah itu.

Tapp… tapp…

Langkah Santi terdengar getir menginjak tanah. Melewati jalanan yang masih belum teraspal, tentu membuat sepatu pantofel gadis itu penuh oleh tanah merah, dan membuat langkahnya semakin berat.

Tapi ia terus berjalan, mencari keberadaan rumah itu. "Yah… tak salah lagi, sepertinya tak jauh lagi," ujar Santi dengan berjalan cepat.

Ia sangat berharap mendapatkan informasi dari si penghuni rumah itu, dan ia bisa keluar dari tempat asing itu.

"Nah itu rumahnya," ujar Santi dengan berlarian kecil.

Ada 3 pintu, dan salah satu jendela kamar terbuka. Itu adalah kamar yang berada di tengah. Membuat Santi ingin segera mengetuk pintu kamar itu.

Tapi tiba-tiba…

"Auwhh….. Ampun… Ampun, lepaskan aku! Dasar bajingan kalian!"

"Hahaha…. Rasakan! Kau pikir kau bisa lari dariku sayang, setelah apa yang kuberikan padamu selama ini? Hah…?"

"Ku fikir cintamu padaku itu tulus, tapi ternyata kau tak lebih dari bajingan!

"Ssyuttt, Diam! Jangan sampai pisau ini mencabik-cabik mulut mu yang sexy itu, atau bahkan mensayat-sayat kulit mu yang mulus itu,"

"Berani nya kau! Lepaskan aku bajingan! Kau pikir aku takut dengan ancamanmu? Sampai matipun aku tak sudi menerima lamaranmu!"

Hahaha….

Suara laki-laki itu benar-benar terdengar tertawa legah, ia bahkan tak memperdulikan jeritan dan juga Isak tangis wanitanya.

Membuat jantung Santi berdetak kencang, nadi nya seolah berhenti. Tak hanya itu kaki Santi kini terasa berat melangkah. Ia benar-benar takut akan apa yang terjadi di balik pintu kamar itu.

Santi terus mengendap-endap, ia bersembunyi di balik dinding. Mengintip dari celah yang sangat kecil. Dari celah itu hanya terlihat tangan seorang wanita yang terikat dan dibiarkan menggantung. Sedangkan seorang laki-laki bertubuh tinggi besar dan mengenakan setengah topeng itu berdiri tegap di hadapan wanita yang terikat itu.

Membuat pemandangan itu semakin tragis dan memilukan, "Tidak…. apakah aku mimpi?" Atau.." Santi menepuk dahinya sebelah dengan cukup keras, membuat ia kesakitan sendiri.

"Auwhh… apa? A.. aku tak bermimpi," ujar Santi dengan mata terbelalak.

"Cepat tanda tangani surat ini! Jika tidak aku akan membunuhmu sekarang juga!"

"Cuihhhh… sampai matipun aku tak akan menandatangani surat itu! Walau aku harus mati sekalipun," lantang, sahutan wanita yang terikat itu, walau ia terlihat teraniaya tapi tekad wanita itu terlihat sangat bulat.

Membuat Santi benar-benar terenyuh bangga. 'Dia benar-benar pemberani,' puji Santi dengan suara sangat pelan.

Dari celah kecil itu Santi tak bisa melihat wajah si pelaku, ia hanya mengamati tubuh laki-laki itu yang tinggi besar dengan tato di tangan dan lengan kanannya.

"Bersiaplah untuk mati! oh.. tidak tidak hari ini, aku akan menyiksamu didepan anakmu! dan aku akan dapatkan anakmu segera!" ancam pria jahanam itu dengan menyembah wajah wanita yang teraniaya itu.

"Ggg….. Bajingan, jangan bawa-bawa anak ku dalam masalah ini dasar laki-laki tak tahu diuntung, ingat dia itu anakmu juga!" teriak sang wanita disertai suara melengking nya.

Suara Hujaman cambuk itu terdengar begitu mengerikan di telinga Santi, membuat ia tak mampu menyaksikan penyiksaan yang terjadi di depan matanya.

"Agh, tidak…" ucap Santi dengan menutup kedua matanya rapat, ia benar-benar tak tega melihat cambuk itu menyentuh dan mengenai si kulit wanita malang itu.

"Terus saja pertahankan hartamu! Dasar wanita gila harta!" ludah kental itu menerpa wajah si wanita malang, laki-laki itu tak henti memperlakukan buruk wanita yang tak berdaya itu.

"Oh tuhan…. Jahat sekali orang itu," ujar Santi dengan mengelus dadanya.

Ia terus setia menantikan si pria jahat itu pergi, mungkin saja ada kesempatan Santi membantu si wanita malang itu.

Tapi sudah lebih dari 40 menit Santi bersembunyi di balik bangunan yang tak terawat itu. Belum ada juga tanda-tanda si pria kasar itu pergi.

"Sabar Santi, kau harus menunggu lagi," ujar Santi menyabarkan dirinya sendiri.

Berdiri di belakang bangunan tak terawat, membuat Santi harus bergerombol dengan sampah-sampah juga banyaknya nyamuk hutan.

Brumm… brumm…

Suara knalpot motor itu terdengar jelas di kuping Santi, tak salah lagi pria jahat itu pasti pergi meninggalkan wanita malang itu.

Santi bersegera mengintip kembali, memastikan keadaan aman. Dan ia berjalan mengendap-endap, mendekat pada pintu yang tadi terdengar suara wanita tersiksa.

"Tidak!!! Jendelanya tertutup," Santi bingung harus bagaimana menyelamatkan wanita yang terperangkap di dalam sana, sementara ia tak punya banyak waktu dan juga pengalaman.

avataravatar
Next chapter