1 Dia Kekasihku

"Aku akan menikahimu sayang, percayalah kumohon!" paksa Gilang si pria brutal dengan tampilan preman, ia terus mendesak tubuh Santi.

Memaksa kekasihnya untuk memenuhi nafsu bejatnya, mencumbu bibir mungil yang masih ranum tanpa lipstik.

Gilang laki-laki yang mengenakan tato dimana-mana, di lengan juga tangan kanan dan kirinya bahkan tato itu tampak penuh di hampir seluruh bagian tubuhnya, tato bergambar naga, yah.. ia memilih tato itu sebagai keberuntungan.

Laki-laki itu membisikan rayuan mautnya di kuping Santi. Santi si gadis polos kekasih hatinya, yang masih berusia 18 tahun.

"Ayo… sayang, ini saatnya, kapan lagi kita bisa begini," bisik Gilang dengan lembut pada kekasihnya.

Sementara tangan lincah Gilang sudah bergerak, bergerilya di buah persik yang berisi, kenyal dan bulat milik Santi. Ia meremas-remas dengan penuh nafsu. Juga tak sabar ingin melihat langsung si buah ranum nan indah itu.

"Aghh… jangan kakanda, adik masih terlalu kecil, adik juga masih harus ikut tes masuk ke perguruan tinggi kanda," tolak Santi dengan polos. Ia berusaha menjauhi tubuh Gilang dengan sekuat tenaga, dan melepaskan diri dari tangan nakal kekasihnya.

Wajah Santi yang terlihat polos dan ayu, tentu membuat Gilang benar-benar tak kuasa menahan gejolak nafsunya pada gadis itu.

Resleting celananya kini sudah sesak, dan terasa penuh. Benda padat itu sudah mengeras dan sulit dikontrol.

Belum lagi ia tahu bahwa Santi baru pertama kali menjalin hubungan dengan laki-laki. Membuat pria hidung belang itu semakin beringas, dan tak kuat menahan lebih lama lagi.

Gilang memegang kedua bahu Santi dengan kuat, membuat gadis itu mau tak mau terpatung, menatap wajah Gilang yang tampak haus.

"Adik, adik bisa kok lanjut ke perguruan tinggi, kanda akan antar jemput adik ke kampus, kanda akan kawal adik setiap hari jika perlu," ucap Gilang dengan sedikit memaksa.

Laki-laki itu terus menciumi leher Santi dengan paksa, mencumbu tubuh mungil yang masih polos itu. Sesekali menggigit kecil kuping Santi.

"Aghh… kanda, jangan sekarang! Hentikan kanda geli!" pinta Santi, dengan sesekali tak kuasa menahan desahan kecil, yang keluar dari bibir mungilnya.

Lagi-lagi Santi mendorong tubuh Gilang dengan paksa, ia menggelengkan kepalanya, dan ia terus menolak keinginan Gilang.

"Tidak! Tidak kakanda, Adik masih mau sekolah, tolong kanda mengerti dengan keinginan adik," pinta Santi dengan menundukkan wajahnya.

"Ah… Sial!" Gerutu Gilang kesal, laki-laki berpenampilan urakan itu melemparkan kunci motornya dengan kesal. Karena ia sangat benci penolakan.

Ini adalah kali ketiga permintaan Gilang ditolak mentah-mentah oleh Santi. "Bisa-bisanya gadis ingusan seperti itu menolak ku," ucap Gilang yang tak terima.

Santi beranjak dari kursi kayu yang ada di bawah pohon jambu air itu, yah… itu adalah tempat yang biasa menjadi tempat kencan Santi dan Gilang.

Sepulang sekolah atau dari tugas kelompok Santi selalu diberhentikan oleh Gilang, dan diajak duduk di bawah pohon jambu itu, untuk sekedar ngobrol atau bahkan sesekali bercumbu.

Yah di belakang pohon jambu besar itu ada rumah kosong, dan Gilang bisa memanfaatkan tempat itu sebagai tempat kencan gratisnya.

__________

"Tuh…. Cewek Lo datang Gil, sikat kapan lagi ya gak?" ucap Rian teman setongkrongan Gilang.

"Cemen lo, masa gadis ingusan gitu gak bisa? Gua aja sama temen sekelasnya bisa, cuman 2 minggu langsung dapet," timpal Jaka dengan menghisap sebatang rokok ditangan kanannya.

"Sial!! Kali ini dia bukan sembarang cewek, yang gampang diajak kencan, gua harus mengiming-imingi sesuatu, biar dia yakin bro," jawab Gilang.

"Ah kelamaan, jangan sampe gua embat," candaan Rian terdengar semakin menjengkelkan untuk Gilang.

"Udah-udah, cabut sana! Gua mau kencan dulu!" pinta Gilang kepada kedua temannya.

"Gampang, jangan lupa jatah rokok gua!" gas motor dengan asap mengepul itu melaju dengan cepat, meninggalkan Gilang seorang diri.

Yah.. tentu ini saat yang baik untuk Gilang merayu Santi kekasih hatinya.

Santi yang baru saja pulang sekolah dan berjalan bersama seorang teman perempuannya, yah.. ia dan sahabatnya yang bernama Puput, mereka harus terpisah jalan, dimana Puput harus mengambil arah ke seberang dan Santi harus mengambil arah lurus.

"Hati-hati lo, jangan mampir-mampir yah, jangan lupa kerjakan tugas Lo!" ucap Puput memperingati sahabat nya yang pintar itu.

Santi menganggukkan kepalanya, tentu ia paham akan apa yang dimaksud Puput, sahabatnya itu sangat tidak menyukai kedekatan Santi dengan Gilang. Si pria brutal yang tak punya masa depan.

Santi berjalan dengan rasa was-was, ia terus memeluk buku catatan besar yang ada di depan dadanya, dengan tatapan yang terus menunduk.

Gadis itu tahu jika Gilang memperhatikannya sedari tadi, bahkan sejak puluhan meter. Mata kekasihnya itu tampak menyorotnya dengan tanpa kedip.

'Tidak… kau harus melupakan Gilang, kau masih punya masa depan, tapi tidak dengan laki-laki itu,' gumam Santi dalam hati.

Gilang bangkit dari kursi kayu panjang itu, ia merapikan sedikit baju kaos yang terlihat tak layak digunakan lagi, selain warnanya yang sudah pudar, aroma tubuhnya juga sudah mengeluarkan bau tak sedap.

Gilang berlarian kecil, menghampiri sang kekasih hati yang tampak berjalan lambat.

"Sayang tunggu…! adik mau kemana sih? Kok kanda ditinggalin?" tanya Gilang dengan meraih tangan kanan kekasih kecilnya itu.

Santi menoleh, "Adik harus pulang, banyak tugas yang harus diselesaikan kanda," jawab Santi dengan santun dan suara polosnya.

"Biar Kanda antar yah, biar adik gak capek," ujar Gilang yang lagi-lagi sedikit memaksa.

Walau Santi berusaha sekuat tenaga menolak, tapi laki-laki itu tampak tak mau membiarkan Santi pulang sendirian. Ia ingin Santi naik ke motor bututnya yang terparkir tak jauh dari keberadaan mereka sekarang.

Penampilan Santi yang sangat sederhana membuat ia sering diejek oleh teman-temannya, tapi tak begitu dengan guru-guru di sekolahnya, Gadis itu termasuk anak yang berprestasi.

Hanya saja ekonomi yang rendah membuat ia sulit melanjutkan pendidikannya. Dan sesekali Santi harus terusir dari ruang kelas karena menunggak SPP.

"Adik tunggu sebentar disini, kanda mau ambil motor dulu!" pinta Gilang dengan berlarian kecil menuju motornya yang tersandar di semak-semak.

Pria brutal itu tentu tak memiliki uang lebih, begitu juga dengan kendaraan yang ia miliki, itu adalah kendaraan hasil curiannya.

Santi tampak setia menunggu, ia terdiam dengan hanya tertunduk memeluk erat buku catatan tebalnya.

Sementara Gilang terlihat mengamati sekitar, saat di rasa sepi dan aman pria itu baru berani mengeluarkan kendaraannya. Mendekat dan memaksa sang kekasih untuk menaiki motornya.

"Ayo sayang biar kanda antar," tarik Gilang pada pergelangan tangan Santi dengan sedikit kasar.

Santi mencoba menahan tarikan kekasihnya, ia sangat takut jika sang ayah tahu ia menjalin hubungan dengan laki-laki seperti Gilang.

Pasti ayahnya akan kecewa, belum lagi jika ia tahu Gilang hanyalah anak jalanan yang tak tahu asal usulnya.

"Tidak kanda, adik takut jika ayah marah pada kanda. Adik sangat hafal jika ayah marah apapun bisa dihancurkan oleh Nya. Adik tak mau terjadi apa-apa dengan kanda," suara Santi terdengar getir, tentu ia sangat menyayangi kekasih hatinya itu.

Gilang menggelengkan kepalanya, "Ah.. kanda ini kan laki-laki,

avataravatar
Next chapter