webnovel

Nikahi Aku

Santi gadis yang pintar, ia adalah siswa dengan lulusan terbaik di sekolahnya, pasti semua menduga masa depannya akan cerah.  Begitu besar harapan sang ayah pada Santi, diajarkan dengan disiplin tinggi juga aturan-aturan tegas, tak membuat masa depan Santi secerah yang diharapkan. Semua berawal saat ia mulai menjalin hubungan dengan Gilang, si laki-laki brutal dengan penuh banyak tato ditubuhnya. Laki-laki tak bermartabat yang suka mempermainkan wanita. Santi, sekarang gadis itu menjadi incarannya. Bagaimana Gilang menjebak dan menghancurkan hidup Santi?  Apakah semudah ia meniduri 100 mantan kekasihnya di masa lalu?

Deo_Meti · Urban
Not enough ratings
7 Chs

Back To school

Cuaca hari ini sangat cerah, sinar matahari terasa menyingsing di kulit. Membuat siswa siswi mandi keringat. 

Kaos olahraga itu basah oleh peluh, tak sedikit anak yang menyerah dan akhirnya diam-diam membeli sebotol air minum, itu yang dilakukan para siswa.

"Awas Santi!" ucap Randa, yah dia lelaki tulen yang menguasai hampir semua bidang olahraga. 

Kali ini siswa sedang bermain bola volly, dan Santi sebenarnya berada di lapangan sebelah. Tapi entah bagaimana smash keras Randa mengenai Santi.

Membuat gadis itu terduduk, "Auwhh…" rintih Santi memegangi kepalanya yang terasa sakit.

Sontak saja kejadian itu membuat kegiatan olahraga terhenti, beberapa teman wanita mendekati Santi, dan memberikan pertolongan. Dan tak sedikit yang memarahi Randa.

"Apa kau tak punya mata? Bisa-bisanya smash an mu tepat mengarah ke kepala Santi," ucap Puput, yah.. Puput terlihat sigap dan segera memasang badan untuk sahabatnya itu.

Randa tersulut emosi, tanpa berpikir panjang ia mendorong tubuh Puput, membuat gadis berkepang dua itu ikut tersungkur ke lantai.

"Dasar, wanita lemah, lagian siapa suruh bengong ha!" ujar Randa yang kesal. Pria itu berbalik badan meninggalkan keramaian.

"Kau, tega sekali, bukannya minta maaf pada Santi, tapi kau…. Dasar!!" gerutu Puput, gadis itu terlihat meniup-niup siku sahabatnya yang merah karena terbentur lantai.

Sementara Randa berlalu begitu saja, laki-laki itu tak menghiraukan gerutuan Puput, ia bahkan melanjutkan aktivitasnya di lapangan sebelah bersama dengan tim anak laki-laki lainnya.

Sementara beberapa teman lain terlihat membopong Santi ke ruang UKS, yah disana ada Rini dan Meli mereka bersama-sama memegangi kedua tangan Santi.

Santi sempat tak sadarkan diri beberapa menit, sampai akhirnya tim medis membangunkannya, yah… aroma minyak terapi itu begitu cepat menyadarkan Santi.

"Lo gak apa-apa kan?" tanya Puput yang telah berada di sebelah Santi.

"Gak apa-apa gimana, jidatnya ajah merah begitu," sahut Rini.

Santi terus mencoba membuka kedua matanya lebih lebar, tapi semakin ia pksa rasa sakit itu semakin menjadi.

"Udah istirahat aja dulu, gue bakalan minta ijin ke pak Adrian," ucap Meli.

Yah… Meli dan Rini cukup akrab berteman dengan Santi dan juga Puput, tapi untuk masalah rahasia, Santi hanya terbuka pada Puput seorang.

Termasuk masalah kedekatannya pada Gilang, tak seorangpun yang tahu pasti akan hal itu, kecuali Puput.

Puput, gadis pintar, rajin dan berbudi baik itu sangat bisa dipercaya, walaupun ia sangat kuno dengan penampilan yang culun tapi Puput cukup menyenangkan untuk diajak ngobrol.

Sementara Meli dan juga Rini mereka berdua, berasal dari keluarga yang berada, selain itu juga mereka kurang pandai menjaga perasaan orang, yah… apalagi Meli, mulutnya begitu ringan.

Walau mereka tak bergosip tapi Meli dan Rini seringkali merendahkan seseorang secara spontan, termasuk merendahkan penampilan Puput juga Santi. 

Itulah mengapa Santi dan Puput lebih terlihat akrab. Walaupun mereka ber-4 sudah bersahabat hampir tiga tahun lamanya.

"Loe emang ga sarapan dulu? Atau kurang makan? Apa gak ada lauk di rumah Lo?" Ujar Rini dengan cueknya, gadis dengan mengenakan pita merah itu tampak tidak sama sekali segan berbicara apapun pada Santi.

"Hushh…. Udah ah, itu cuma hal kecil, lagian juga lecr dikit, yah… itung-itung nambahin bawang goreng Lo, haha…. Ya nggak?" sahut Meli yang tertawa kecil, seolah mengajak sekitar untuk menertawakan Santi.

Sementara Santi hanya menggoreskan senyum tipis, ia tak tahu harus berbicara apa pada ke-3 sahabatnya itu.