webnovel

Ijab sah!

Sore itu, ijab dan kabul dilakukan di kediaman tantenya Rey, Siska. Semua keluarga dan tetangga sudah berkumpul di sana. Terdapat penghulu dan dua saksi. Mereka duduk di ruang tamu yang sudah dihias sedemikian rupa. Very memakai pakaian adat Jawa berwarna putih, lengkap dengan balkon batik di kepala dan bunga melati yang mengalung di leher. Sedangkan Reynata memakai baju adat Jawa.

"Saya terima, nikah dan kawinnya ...."

"Bisakah dengan satu napas?" pinta penghulu berbadan kurus di hadapan Very.

"Baiklah, Pak. Maaf sebelumnya," sahut Very.

Pria berkulit putih dan berhidung mancung itu membaca bismillah beberapa kali, sebelum melanjutkan ijab kabul ini. Dia menarik napas dalam-dalam, kemudian mulai bersiap untuk mengulang.

"Saya terima nikah dan kawinnya Reynata Puji Astuty binti Suseno dengan mas kawin uang sebesar 250 juta dan seperangkat alat salat dibayar tunai!"

Pak Penghulu menoleh ke kanan dan kiri. "Sah?"

"Alhamdulillah sah!" jawab saksi serentak.

Semua orang berucap syukur, karena mereka kini telah sah menjadi suami istri. Mempelai wanita dituntun keluar dari kamar dan duduk di sisi mempelai pria, setelah dinyatakan sah. Very takjub melihat Rey yang memakai setelah pakaian adat Jawa. Ya, Rei memakai kebaya berwarna putih, rambutnya digelung, dan terdapat garis lengkung berwarna hitam di keningnya sebanyak beberapa lengkungan. Belum lagi bunga melati yang menjuntai di sisi bahu gadis itu, menambah keindahan. Rey juga memakai hiasan di kepala yang biasa disebut cunduk mentul oleh orang Jawa. Atribut ini diletakkan di kepala dan menjulang tinggi ke atas sebanyak lima bulatan. Meskipun cunduk mentul pada dasarnya bisa berjumlah 1,3,5,7, atau 9, tapi Rey memilih yang berjumlah lima, karena menyimbolkan rukun Islam.

Wanita yang baru saja sah menjadi nyonya Very itu mencium punggung tangan pria yang baru saja menjadi suaminya beberapa menit yang lalu, kemudian si pria meletakkan sebelah tangannya di atas kepala gadis itu. Pernikahan benar-benar dilakukan secara sederhana di kediaman Siska. Mereka tidak mengundang banyak orang, hanya pihak keluarga dan beberapa teman kantor saja.

"Mbakku!" pekik Karina sambil mengarahkan kamera ponsel ke arah kedua mempelai dengan suara sedikit memekik.

Sementara Wawan, sejak tadi mengambil video di pernikahan ini. Kedua mempelai itu hanya menunjukkan senyum tipis, lalu kembali fokus ke acara selanjutnya. Setelah melalui berbagai rangkaian acara, seperti pengucapan janji, tanda tangan, serta pemberian buku nikah, Zeze berlari ke pangkuan wanita yang baru saja jadi ibu sambungnya.

"Yeay! Jadi mamanya Zeze beneran," kata anak itu dengan semringah.

Tidak henti dia memeluk dan mencium pipi ibu sambungnya. Rey hanya tersenyum dan membalas pelukan serta ciuman anak yang selama ini memang sangat disayanginya. Semua keluarga Rey yang berasal dari desa kompak memakai setelan batik. Sedangkan keluarga Very yang hanya berjumlah beberapa gelintir saja, seperti orang tua dan beberapa saudaranya memakai gaun dan setelan jas. Mereka terlihat sangat tidak nyaman berada di tengah-tengah keluarga ini. Apalagi Bu Vina, ibunya Very. Wanita paruh baya berkulit putih dan bermata sipit itu terlihat tidak menyukai pernikahan ini. Keluarga besar Rey berulang kali mencoba menyapa. Jangankan menyahut, melirik saja dia tidak sudi.

Tibalah saatnya sungkeman. Rey menangis di pangkuan ibunya. Entah apa yang dirasakan hatinya. Ibu Leni, ibunya Rey yang bermata indah itupun tidak kuasa menahan air mata. Anak bungsunya yang selama ini selalu bersikap manja, ternyata sekarang harus siap menjalani mahligai rumah tangga. Terlebih, melihat sikap tak acuh dan tidak bersahabat besannya itu, menyebabkan hati Bu Leni semakin dilanda kegelisahan. Selesai dengan ibunya, Rey bergeser ke arah kiri menuju ke bapaknya. Gadis itu tampak sedikit kesulitan menggeser tubuhnya, karena memakai kain yang cukup sempit. Pak Suseno, pria yang memiliki postur tubuh tinggi dan berkulit hitam manis itu membelai kepala anak bungsunya. Beberapa kali juga menepuk pundak. Berbagai doa diucapkan, demi kebahagiaan anaknya.

Setelah Rey, kini giliran sang suami. Bu Leni menitipkan Rey kepada Very dengan berkata,"Titip anak saya Nak Very. Jadilah pelindung baginya. Dulu dia sangat manja. Entah sejak kapan dia berubah mandiri dan menjadi dewasa. Tapi bagi saya, Rey tetap anak yang manis dan manja. Saya harap, kamu bisa memperlakukannya lebih baik dari kami. Kalau suatu saat kamu sudah tidak suka lagi, jangan dimarahi, jangan dipukuli ... kembalikan saja pada kami dengan cara baik-baik. Insyaallah, kami akan mengerti."

Bu Leni menghapus air matanya beberapa kali, sedangkan Rey yang mendengar itu semakin deras air matanya membasahi pipi.

"Pasti, Bu. Percaya sama saya, saya akan menjaga Rey sebaik mungkin," sahut Very mengucap janji.

Begitupun ketika bersimpuh dengan Pak Suseno, Very berjanji akan selalu menjadi pelindung dan mencurahkan semua kasih sayangnya pada anak bungsu pria itu. Kini, tibalah saatnya sungkem kepada kedua orang tua Very. Rey bersimpuh di hadapan Bu Vina, mencoba mencium tangan mertua yang baru dikenalnya. Namun, belum sempat berkata-kata, Bu Vina sudah buru-buru melepaskan tangannya.

"Iya, iya! Sudah sana!" katanya melepas paksa tangannya dari pegangan Rey.

Ada yang sesak di hati gadis itu, ketika melihat sikap ibu mertuanya. Rey diam saja dan berusaha tenang. Dia menggeser kakinya beberapa langkah untuk sungkem kepada ayah mertua. Hatinya ragu, takut kalau ayah mertua memperlakukannya sama seperti ibu mertuanya. Bersyukur, ayah mertuanya baik. Dia memberikan banyak nasihat pada Rey, dan mengusap punggung menantunya beberapa kali. Melihat sikap maminya barusan, memori masa lalu kembali membayang di mata pria tampan itu. Maminya dulu selalu memaksa Very menikah dengan gadis kaya dan modis pilihannya. Ketika anaknya menolak, Bu Vina rela mengusir darah dagingnya dan menantang anaknya untuk hidup sendiri.

"Kamu itu bukan apa-apa, tanpa keluarga Hendrawan! Coba saja kalau kamu bisa hidup di luar sana dengan usahamu sendiri!" tantang maminya saat itu.

Bagi Very, cukup satu kali saja dia menuruti kehendak maminya menikah dengan Dhiya, istri pertamanya. Tanpa rasa cinta, pria itu menerima perjodohan dua keluarga yang sama-sama berasal dari keluarga yang berada. Namun pada akhirnya pernikahan itu berakhir dengan perceraian karena istrinya selalu keluar malam, pulang dalam keadaan mabuk, dan pernah terpergok tidur dengan pria lainnya. Meskipun pria itu selalu berusaha sabar dan terus berharap suatu saat Dhiya bisa berubah, tapi nyatanya mantan istrinya itu tetap sama meskipun telah memiliki dua orang anak. Bahkan, hingga sekarang tidak mengalami perubahan.

Setelah mendengar anak yang diusirnya dulu sudah menjabat sebagai manajer di salah satu perusahaan bonafide, maminya selalu menelepon dan meminta maaf. Dia menyesal telah mengusir anaknya dari rumah. Ibu cantik itu mengira, jika Very kesusahan di luar, dia akan pulang dan memohon maaf karena sulitnya mendapatkan pekerjaan, kemudian menyetujui perjodohan dengan beberapa gadis pilihannya. Sayangnya pemikirannya salah, anaknya malah semakin mengudara setelah berjuang melawan kerasnya Metropolitan.

Saatnya Very sungkem dengan ibunya. Bibir tipis itu terkatup. Dia tidak mengatakan sepatah katapun. Saatnya mencium tangan wanita yang telah melahirkannya itu dengan khidmat, dengan perasaan yang ... entah. Di satu sisi dia kecewa dengan sikap maminya, tapi di sisi lain, dia harus tetap menghormati Bu Vina sebagai ibu yang telah merawat dan melahirkannya. Hingga pada akhirnya, Very mulai mengatakan ....

"Mi, berusahalah menerima istri saya. Terima kasih sudah melahirkan saya. Dan maaf, kalau saya selalu menolak gadis-gadis yang Mami pilihkan."