webnovel

Part 26 - DIANTARA DUA MASA

***

*Flashback ON

Yusuf maupun Fahira masih terdiam satu sama lain. Fahira enggan melihat Yusuf yang sekarang tengah melihatnya dengan tatapan tajam. Dicobanya meraup sebanyak mungkin oksigen yang ada, namun tetap saja rasanya begitu sesak. Rasa sesak seolah semua rasa yang telah mereka pendam satu sama lain berebut keluar untuk di ungkapkan.

"Pasti Fina yang memberi tahu semuanya ke kamu??"

Fahira masih melihat pemandangan langit yang mulai di selimuti mendung di balik jendela.

Yusuf hanya tersenyum miring mendengar hal itu dari Fahira. Tidak tahu lagi dengan apa yang harus dia katakan. Andai dia mengetahui semuanya dari awal. Andai dia tidak begitu mudahnya melepas Fahira saat Fahira memutuskan hubungan mereka secara mendadak. Andai dirinya tidak terlalu tenggelam dalam emosinya dan mencari tahu alasan yang sebenarnya, semuanya tidak akan serumit sekarang. Harus dia apakan kehidupan yang sekarang telah dijalaninya bersama Anin.

"Kenapa kamu tidak pernah menceritakan semuanya dari awal?? Apakah aku memang benar-benar tidak berhak untuk mengetahuinya saat itu?? Tidak berartikah aku, jika memang aku ada di hatimu??"

Giliran Yusuf yang mengungkapkan apa yang ingin di ungkapkannya. Tidak peduli lagi dengan kebingungan yang ada pada dirinya. Dia hanya ingin meluruskan apa yang selama ini dipikirkannya.

"Tahukah kamu betapa hancurnya aku saat itu?? Aku yang kebingungan dengan apa yang terjadi. Mencari apa yang salah dariku hingga kamu meninggalkanku begitu saja. Mengapa kamu dengan begitu egoisnya tidak membiarkan aku untuk mengetahuinya??"

Yusuf masih setia memandangi Fahira yang sekarang berlinang airmata. Dia sendiri sudah melonggarkan dasi yang masih menggantung di kerahnya.

"Dari mana aku harus menjawabnya?? Apapun yang akan aku katakan sebagai jawaban atas pertanyaanmu tadi, apakah semuanya akan berubah dengan begitu mudahnya?? Kehidupan yang kita jalani sudah berbeda, apa yang perlu aku jelaskan lagi kepadamu?? Karena pada kenyataannya, semuanya tidak akan bisa kembali seperti semula. Mengembalikan hal yang pernah ada, hanya akan menghancurkan apa yang kita jalani sekarang. Terutama kamu??"

Akhirnya Fahira dengan sekuat hatinya menatap Yusuf yang terlihat jelas membutuhkan penjelasan darinya. Namun apa yang perlu di jelaskan, jika semua sudah berbeda.

"Mengapa kamu disini?? Kembali melihatku?? Bukankah semuanya sudah selesai?? Sekalipun kita masih memiliki rasa yang sama, tidak seharusnya kamu disini. Kamu sudah memilih jalan lain bersama Anin, istrimu. Akan terlalu menyakitkan untuknya jika kamu berbalik arah hanya untuk diriku yang jelas-jelas sudah meninggalkanmu. Terlalu menyakitkan, karena dialah yang sekarang ada dalam kehidupanmu, memberimu harapan untuk mewujudkan life goal-mu. Bukan masalalu yang telah memilih untuk meninggalkanmu".

Jelas Fahira. Dia masih merasakan cinta yang masih tersimpan rapi untuk Yusuf. Cinta yang seharusnya dia perjuangkan. Namun dirinya sendiri terlalu egois meninggalkan Yusuf, karena sebuah alasan yang tidak akan terjadi jika dia berkata jujur.

Tapi Fahira juga masih memiliki hati. Dia tidak ingin merebut kebahagian wanita lain, yang dia ketahui bernama Anin. Dia tidak ingin semuanya kacau hanya karena cinta masalalu yang seharusnya tidak pernah kembali lagi.

"Jika aku masih mencintaimu, apa yang ingin kamu inginkan dariku, Fahira??"

Yusuf dengan jelas menyatakan apa yang sekarang ada didalam pikirannya. Sekalipun rasa bersalah pada Anin juga menggantung jelas disana, Yusuf serasa tidak mempedulikannya. Terlalu jahat. Tapi dia tidak bisa membohongi perasaannya juga. Dia masih ragu dengan hatinya. Untuk siapa hatinya yang sesungguhnya. Jika memang untuk Anin, mengapa dia masih dengan mudahnya mengucapkan kata cinta untuk Fahira. Tapi jika hati ini untuk Fahira, mengapa terasa menyakitkan untuk Yusuf ketika dia mengingat Anin yang jelas-jelas ada dia seret untuk masuk kedalam hidupnya.

*Flashback OFF

***

Yusuf terlalu bingung dengan apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia ingin mengatakan dengan apa yang telah terjadi bahwa dirinya bertemu kembali dengan Fahira. Tapi bagaimana jika itu malah merusak kebahagiaan mereka yang tengah menyelimuti rumah tangga mereka sekarang. Bukankah kejujurannya itu akan terlalu menyakitkan untuk Anin jika dia mengetahuinya. Terlebih mengetahui bahwa hatinya bukan milik Anin, melainkan masih dimiliki oleh wanita lain.

"Udah siap??"

Anin masuk ke kamar setelah menyiapkan sarapan seperti yang biasa dia lakukan. Hanya saja, sekarang dia di bantu oleh Mbok Minah.

Yusuf hanya tersenyum saja. Untuk apa dia menjawabnya, jika sekarang Anin sudah beralih untuk menyimpulkan dasi di kerahnya.

"Mas ngga papa, kan??"

"Emang kenapa?? Mas ngga papa. Justru Mas yang harus tanya, kamu ngga papa kan?? Ngga ada yang sakit??"

Yusuf malah balik bertanya di lihatnya wajah Anin yang sedikit pucat.

Anin hanya menggelengkan kepalanya saja dan mengambil jas untuk Yusuf kenakan.

"Kamu kenapa Nak hari ini?? Kamu bisa gantiin Ayah kan buat hibur Bunda hari ini?? Ayah lebih suka Bunda yang bawel daripada jadi pendiem kaya sekarang.."

Yusuf merasakan tendangan dari anaknya yang masih di kandungan. Dia tersenyum melihat itu, sedangkan Anin sedikit meringis kesakitan sekaligus bahagia. Anaknya itu bisa di jamin, jika dia akan hiperaktif nantinya.

Yusuf pun mengakhirinya dengan mengecup perut Anin dan mengecup kening Anin.

"Kalau ada apa-apa, langsung hubungi Mas ya.."

"Kog pesennya gitu sih??"

Anin menatap dengan intens mata sayu milik suaminya yang selalu dia idamkan untuk menurun ke anaknya.

"Soalnya kamu pucet gitu dan Mas juga ngga bakal tau kamu sakit atau ngga kalau kamu ngga bilang. Jadi apapun itu, kamu harus bilang sama Mas. OK??"

Anin langsung memeluk Yusuf dengan erat. Entah mengapa, semenjak Yusuf sering pulang malam, hatinya tidak merasa tenang. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi. Dia sudah mencari tahu ke Hendi mengenai Yusuf akhir-akhir ini, tapi Hendi selalu mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. Berbanding terbalik dengan hatinya yang berkata lain mengenai Yusuf. Dia serasa seperti seorang istri yang memata-matai suaminya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, ketika pikirannya terasa buntu jika dia hanya memikirkannya saja.

"Apapun yang terjadi, Mas harus bersama aku. Aku tidak masalah jika Mas Yusuf belum mencintaiku, sampai kapanpun itu Mas. Tapi aku mohon Mas, jangan tinggalin aku.."

Airmata yang berusaha dia tahan, akhirnya jebol juga dan sukses membasahi kemeja yang Yusuf kenakan.

Yusuf mencoba memahami bagaimana perasaan Anin sekarang. Karena bagaimanapun, wanita hamil akan jauh lebih sensitif perasaannya dan tentu saja Anin akan dengan mudahnya tahu jika sesuatu telah terjadi pada suaminya.

Diusap punggung Anin dengan lembut. Yusuf berusaha untuk menenangkan Anin dan tentu saja dirinya sendiri. Dia hampir lupa jika dia akan memiliki anak. Tapi dengan bodohnya dia masih menghubungi wanita lain. Sebenarnya, dimana letak hatinya hingga dia bisa menyakiti Anin.

"Jangan tinggalin aku, Mas.. setidaknya untuk anak kita.."

Tidak ada kata-kata lain, karena dia memang tidak bisa menjanjikan apapun sekarang. Dia membutuhkan Anin apapun itu. Terlebih mendengar apa yang di katakan Anin sekarang. Permintaan Anin yang harusnya tanpa dimintanya pun, sudah di lakukan oleh Yusuf membuat dirinya merasa sesak begitu saja. Tapi pada nyatanya Fahira masih menggenggam hatinya dengan sangat.

Egois..

Tapi apa yang harus di lakukan Yusuf sekarang, jika memang kebenarannya seperti itu.

***

Yusuf memang menyuruh Hendi untuk tidak mengatakan apapun kepada Anin dan kali ini pun Hendi lebih mengikuti penjelasan dari Yusuf. Untuk sekarang, memang lebih baik Anin tidak mengetahuinya terlebih dahulu. Terlebih karena Anin sedang mengandung sekarang. Sangat di anjurkan untuk menjaga mood dari seorang perempuan yang tengah mengandung. Tapi Hendi pun juga tidak bisa membiarkan Yusuf terus-menerus menemui mantan tunangannya itu. Karena Hendi yakin, ada saatnya Anin akan mengetahuinya semua dan akan menyakitkan jika Anin menemukan bahwa Yusuf masih berhubungan dengan Fahira. Jika hubungan itu hanya sebatas menyambung silahturrahim, mungkin tidak masalah. Tapi masalahnya antara Yusuf maupun Fahira masih menyimpan rasa yang sama seperti yang mereka rasakan dulu dan itulah yang akan memperumit keadaan.

Setiap hari Yusuf selalu menemui Fahira setelah kerjaan di kantor sudah bisa untuk di tinggal. Pernah sekali Hendi menjenguk Fahira dan disaat itulah Hendi sadar, bagaimana perasaan Yusuf yang sesungguhnya. Dia pun berpikir, mau di bawa kemana rumah tangga dari sahabatnya itu jika semuanya masih terlihat jelas seperti yang dia lihat bahwa mereka berdua masih saling mencintai satu sama lain, meskipun terdapat luka yang jelas-jelas masih begitu parahnya belum terobati.

"Sebaiknya Lo segera ceritain ini semua ke Anin.. Gue tau, kalau ini terlalu menyakitkan untuk Anin, tapi gue lebih yakin jika Anin akan menerima ini semua di awal daripada dia mengetahui ini semua dengan sendirinya atau lebih parahnya dari orang lain.."

"Gue tau, posisi Lo sekarang ini terlalu sulit. Menikahi Anin di saat hati Lo masih buat dia itu sudah terlalu sulit. Ditambah sekarang, Lo akan jadi ayah. Seenggaknya, pikirin anak kalian nantinya. Pikirin perasaan anak kalian, jika Lo masih egois dengan perasaan Lo ke Fahira"

"Mungkin, Anin akan menerima jika sampai kapanpun hati suaminya itu di miliki oleh wanita lain. Tapi bisa gue pastiin, kalau dia ngga ingin anaknya merasakan hal yang sama.. Jadi gue mohon, disini bukan hanya Lo yang harus berkorban dengan perasaan Lo, tapi ada orang lain yang lebih berkorban agar dia bisa stay sama suaminya sendiri.."

Perkataan dari Hendi masih jelas terdengar di telinganya. Bahkan saat dia menemui Fahira, seperti sekarang. Saat dirinya bertemu dengan Fahira, serasa dia masih seperti yang dulu. Dirinya yang hanya milik Fahira seorang, bukan milik siapapun.

"Lagi mikirin apa?? Mikirin Anin ya??"

Fahira sekarang mengamati wajah sendu dari Yusuf. Dia hanya menebak saja, karena mungkin saja kan Yusuf sedang memikirkan wanita yang sudah berstatus sebagai istrinya.

"Ngga kog.."

Ucap Yusuf singkat dengan senyum yang tengah dia paksakan.

"Yaudah, aku mungkin pulang aja sekarang. Besok kamu ada kemo kan?? Mendingan kamu istirahat dulu.."

"Makasih ya, kamu udah mau dateng. Ngga seharusnya kamu ada disini sekarang.."

Yusuf menggelengkan kepalanya dan kembali duduk. Di genggamnya tangan Fahira dan sekali lagi di berikan senyumnya tersebut.

"Aku ada disini, karena itu mauku. Apapun yang ada sekarang, aku hanya ingin semuanya mengalir apa adanya.."

"Aku pulang dulu.. Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam, Yusuf.. Hati-hati.."

Yusuf hanya mengangguk saja dan segera membuka pintu keluar.

Dia tidak tahu, jika Fina sudah menunggunya di luar.

"Kenapa ngga masuk, Fin??"

"Boleh kita bicara sebentar sebelum Mas Yusuf pulang??"

Yusuf hanya mengangguk saja dengan ragu. Dia tidak tahu lagi dengan apa yang akan di ucapkan oleh Fina.

Setelah mencari tempat duduk di sekitar taman, Fina pun memberikan air mineral untuk Yusuf sebelum dia memulai pembicaraan yang telah dia pikirkan sedari tadi.

"Istrinya Mas Yusuf udah tahu dengan semua ini??"

Seperti biasa, tanpa basa-basi, Fina langsung menyampaikan maksudnya kepada Yusuf.

Yusuf pun menikmati air mineral untuk membasahi kerongkongannya terlebih dahulu. Dia tidak menyangka jika Fina akan bergerak lebih seperti sekarang.

"Sebaiknya kamu urusin Mbak Fahira aja. Untuk urusan rumah tanggaku, biar itu menjadi urusanku.."

"Jadi..."

"Anin belum tau ini semua. Aku emang sengaja melakukannya, karena ini yang terbaik untuk sekarang. Aku harap kamu jangan katakan kepada siapapun terlebih dahulu, jika aku menghubungi Fahira dan keluarga kalian.."

"Tapi Mas..."

"Tapi apa?? Anin perlu mengetahuinya, begitu?? Andai bisa semudah itu, pasti udah aku lakukan sejak aku bertemu kembali dengan Fahira.. Namun kenyataannya ngga sama.."

"Apa ngga ada satu celah pun untuk Mbak Fahira kembali dalam hidupmu, Mas??"

Yusuf langsung menatap horor Fina. Apa maksud dari perkataannya.

"Jangan gila kamu, Fin.. Sekalipun aku masih mencintai Fahira, tapi aku ngga bisa begitu mudahnya menerima Fahira kembali. Sekalipun ngga pernah terlintas dalam pikiranku saat ini. Aku ngga akan melakukannya.."

Yusuf langsung berdiri, bersiap untuk meninggalkan Fina yang terlalu lancang masuk dalam hidupnya.

"Tapi Mas.. aku lihat sendiri gimana kalian saat ini. Mas ngga pernah sekalipun mencintai istrimu sendiri. Dan masih terlihat jelas kalau Mas Yusuf masih mencintai Mbak Fahira, begitu juga sebaliknya. Jadi untuk apa kalian mempertahankan apa yang ngga pernah ada dalam kehidupan kalian??"

"Tau apa kamu dengan hubungan antara aku sama istriku?? Kamu ngga tau sedikitpun itu.."

Yusuf langsung meninggalkan Fina. Dia merasa kesal sendiri, jika ada seseorang yang mengingatkannya dengan perasaannya terhadap Anin. Dia memang belum mencintai Anin, tapi perlukah orang lain harus mengatakannya untuk lebih memperjelasnya.

***

Yusuf pun langsung memeluk Anin setelah melihat Anin sedang membersihkan tempat tidur. Tanpa sepatah kata pun, mereka tenggelam dalam suasana hening dengan posisi berpelukan.

"Mas kenapa??"

Tanya Anin yang penasaran dengan Yusuf yang masih setia untuk memeluknya. Tapi tidak ada jawaban dari pertanyaannya.

"Mas ngga papa, kan?? Mas ngga habis selingkuh kan makanya tiba-tiba jadi gini karena inget istri sama anak di rumah??"

Entah mengapa kata-kata yang keluar dari Anin menohok Yusuf begitu saja. Entah kebetulan atau memang itulah perasaan seorang istri yang menemukan kejanggalan dari suaminya, tapi mengapa dari sekian banyak alasan, harus kata-kata itu yang keluar.

"Kamu kog tanya nya gitu sih??"

"Habisnya Mas gini juga. Tau-tau pulang meluk aku. Apalagi akhir-akhir ini Mas sering pulang malem. Jadi kan aku cuma asal tebak aja, siapa aja tebakanku bener.."

Jawab Anin asal karena memang dia tidak tahu harus berbicara apa.

"Lain kali kalau ngomong jangan ngasal dong, Dek.."

Yusuf kembali mencari ketenangan di balik pelukan Anin. Anin hanya tersenyum sambil mengusap punggung suaminya seperti yang biasa dia lakukan. Dia tidak tahu dengan apa yang telah terjadi terhadap suaminya. Tapi dia merasa bersyukur, setidaknya Yusuf selalu ingat bahwa dirinyalah yang menjadi tempat dimana Yusuf pulang. Melepas rasa lelah dari dalam dirinya.

"Kamu udah janji kalau kamu ngga bakal nglepasin Mas gitu aja.. Jadi Mas mohon, jaga janji itu baik-baik.."

"Kenapa Mas kaya gini?? Sebisa mungkin, aku akan bertahan untuk Mas. Tapi dengan catatan kalau Mas Yusuf juga akan tetap di sampingku Mas.."

Karena sampai sekarang pun aku tidak tahu dimana posisiku di dalam hatimu..

Yang aku tahu, hatimu masih terlalu jelas untuk seseorang yang telah terlalu lama ada di hatimu..

Dan itu bukanlah aku..

***

"Mas Yusuf kemana?? Kog tumben dia ngga overprotektif nganterin Lo kesini.."

Franda akhirnya sudah melahirkan anaknya. Anak laki-laki yang sekilas sangat mirip dengan Riki yang sekarang berada dalam gendongan Anin.

TIRTA ADILLA..

"Mas Yusuf katanya lagi sibuk.. Yang penting Mas Yusuf udah kasih izin.."

Ucap Anin yang masih begitu gemas dengan bayi yang sudah dia tidurkan di dalam box-nya.

"Kira-kira Lo kapan lahirannya??"

"Kayanya sekitar 2 bulan deh.."

"Duhh.. Jadi ngga sabar, anak Lo laki atau perempuan.."

Anin terkekeh mendengar ketidaksabaran dari sahabat terbaiknya itu menanti anaknya. Padahal dia sendiri juga baru saja melahirkan anak sendiri.

"Kenapa Lo yang jadi ngga sabar?? Gue aja yang ibunya masih betah kog kalau dia ada dalam kanduangan gue.."

"Habisnya anak Lo pelit banget sih kasih petunjuknya. Emang dia lagi main petak umpet apa sama Ayah-Bundanya.. Tapi kira-kira dia mirip siapa ya??"

"Ya mirip aku sama Mas Yusuf lah.."

"Isshh, kamu nih.. Kalau aku sih mendingan lebih mirip sama ayahnya. Ayahnya ganteng gila gitu.."

"Ohh, jadi secara ngga langsung kamu bilang kalau ibunya ngga cantik gitu??"

Anin dengan imutnya mengerucutkan bibirnya sebagai tanda protesnya. Sedangkan Franda sudah tertawa sampai airmatanya keluar, karena lucu melihat sahabatnya sekarang yang mudah ngambekan.

"Tapi jujur, gue maunya anak kalian punya mata seperti Bundanya.. Mata bening yang selalu bisa kasih energi positifnya.."

"Emang ada apa sama matanya Mas Yusuf?? Bukannya kharismanya Mas Yusuf ya ada di matanya itu ya??"

"Beda lah Anin sayang.. Matanya Mas Yusuf itu ibarat kata diam-diam menghanyutkan. Terlalu tenang malah bikin misterius. Beda kalau mata punyamu itu lebih ke nyenengin aja setiap orang yang lihat.."

"Ya apapun itulah, gue cuma berharap, anak kalian lahir dengan sempurna tanpa kekurangan apapun.."

"Aminnn"

Anin langsung mengusap wajahnya mengaminkan doa dari sahabatnya itu. Sebenarnya dia ingin menceritakan uneg-uneg yang ada di dalam hatinya tentang Yusuf. Namun, dia tidak ingin mengganggu kebahagiaan yang sahabatnya rasakan sekarang.

"Kalau gitu gue pulang sekarang ya, keburu bawel Mas Yusuf nya kalau dia tahu gue lama-lama perginya.."

"Ahhh, ya udah kalau gitu. Padahal gue masih pengen ngobrol lebih lama lagi sama Lo.. Ati-ati ya.."

"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.. Bye, Tirta.."

Ucap Anin dan tak lupa dia melambaikan tangannya untuk Tirta. Dia sendiri sudah tidak sabar untuk melihat seperti apa anaknya ketika sudah lahir.

Anin berjalan dengan pelan, karena memang dirinya tidak bisa secepat dulu. Berat badan serta kandungannya yang semakin membesar memperlambat langkahnya saat ini. Sambil mengusap perutnya, dia melihat bunga yang ada di taman sekitar rumah sakit. Begitu cantik hingga dia melihat Yusuf tengah berjalan di depannya.

"Mas Yusuf.."

Panggil Anin ketika dia yakin bahwa memang benar yang dilihatnya adalah suaminya. Sambil terus melangkah, dia menghampiri Yusuf yang ternyata juga ikut menghampirinya.

"Mas Yusuf ada apa kesini?? Bukannya Mas Yusuf lagi sibuk ya kerjaannya??"

Memang itulah yang Yusuf katakan tadi pagi ketika Anin mengajak Yusuf untuk menjenguk Franda yang sudah melahirkan. Tapi mengapa sekarang Yusuf ada di rumah sakit juga.

"Mas.. Aku tanyanya sama kamu loh, bukan sama patung.."

Sindir Anin yang merasa Yusuf tidak akan segera menjawab pertanyaan.

Yusuf yang berusaha setenang mungkin untuk berhadapan dengan Anin sekarang. Jujur, dia tidak tahu jika ternyata Franda melahirkan di rumah sakit yang sama seperti Fahira.

"Mas pengen nyusulin kamu, gitu aja. Tapi ternyata kamunya malah udah mau pulang.. Ya udah kita pulang sekarang aja.."

Anin hanya mengerutkan keningnya. Tidak percaya begitu saja dengan alasan yang di ucapkan Yusuf kepadanya. Tapi mau bagaimana lagi, dia juga tidak memiliki bukti untuk menyangkal alasan yang di berikan Yusuf.

Anin pun akhirnya hanya mengangguk saja dan menggapai tangan Yusuf yang ingin menggandengnya. Yusuf pun lega, karena Anin percaya dengan apa yang dia katakan tadi untuk kali ini. Tapi jika hal seperti ini terjadi, Yusuf tidak tahu lagi harus membuat alasan seperti apa lagi. Alasan sebenarnya Yusuf berada di rumah sakit adalah untuk mengetahui keadaan Fahira yang kolaps setelah mendapat kemo hingga dia buru-buru datang kemari dan seperti sekarang dia sudah ada di rumah sakit.

Sekali lagi maafin aku, Dek..

Karena untuk kesekian kalinya aku berbohong kepadamu..

***