webnovel

Part 16 - LOVE LIKE THIS??

***

Anin akan selalu menerima Yusuf dalam keadaan apapun. Dia tidak ingin kehilangan Yusuf untuk kedua kalinya. Sudah cukup dia merelakan hatinya untuk Yusuf bahagia dengan pilihannya dulu. Toh, sekarang yang ada di sisi Yusuf adalah dirinya bukan yang lain. Memang sedikit egois jika dia berpikir demikian. Namun bukankah seseorang juga perlu sedikit rasa egois untuk mempertahankan apa yang sudah di milikinya.

Sekarang, Anin sudah siap untuk pergi ke kantor setelah satu minggu lebih dia tidak masuk ke kantor. Untuk sekarang, dia mencoba untuk mengubah semuanya menjadi normal kembali. Canggung itu pasti, namun lebih canggung lagi jika dia membiarkan kondisi di dalam rumah tangga mereka menjadi dingin tidak ada kehidupan yang berarti.

"Kayanya udah beberapa hari ini Mas kehilangan sunshine yang selalu jadi penyemangat buat Mas…"

Celetuk Yusuf saat Anin sedang menyimpulkan dasi untuknya.

Sunshine??

Gombalan macam apa yang baru saja Yusuf katakan membuat Anin tersenyum tipis. Yusuf segera memeluk Anin, menikmati setiap kehangatan yang mulai ada sejak suasana dingin yang Yusuf ciptakan sendiri dan dia sendiri yang mengakhirinya karena tidak tahan dengan sikap Anin yang menambah semuanya menjadi tak terkendali.

Yusuf mencium kening Anin dengan senyum yang nyaris tak pernah hilang dari wajahnya membuat Anin sedikit lega. Setidaknya, sikapnya memilih untuk mengakhiri semuanya mungkin ada baiknya. Baiknya adalah dia bisa melihat sikap Yusuf yang seperti tidak ingin kehilangan dirinya seperti sekarang ini. Dan pastinya, dia tidak akan kehilangan Yusuf. Tidak peduli dengan cinta yang dia inginkan dari Yusuf. Sekarang, Anin benar-benar tidak peduli dengan hal itu. Anin tidak ingin dirinya akan lelah menunggu cinta suaminya yang tak tahu pasti kapan akan ada untuk dirinya. Dia sudah tidak peduli. Dia lebih peduli jika sekarang, dia membutuhkan Yusuf dalam hidupnya.

"Aku sayang kamu, Dek... Aku butuh kamu untuk kehidupanku..."

Ucap Yusuf sambil menatap dengan lekat sorotan mata yang sudah dia rindukan.

Anin memang lebih peduli dengan dirinya yang membutuhkan Yusuf lebih dari siapapun dan kenyataannya Yusuf pun juga demikian. Dan apa yang baru saja di katakan Yusuf??

'Aku sayang kamu??'

Untuk pertama kalinya Yusuf mengatakan kata sederhana itu untuk Anin, namun nyatanya memiliki efek luar biasa untuk Anin. Kata-kata yang mampu menyihir Anin untuk hanyut dalam kehidupan Yusuf. Tidak peduli dengan apa yang akan terjadi di masa depan dengan kehidupan rumah tangga mereka. Mereka lebih peduli, jika sekarang memang membutuhkan satu sama lain untuk kehidupan mereka. Anin merasa dia tidak membutuhkan apapun lagi, selain Yusuf di sampingnya dan ada untuk dirinya. Tidak lebih dan tidak kurang.

"Perlukah aku membalas kata-katamu tadi, Mas??"

Anin mencoba menggoda Yusuf yang serasa menunggu balasan jawaban darinya. Yusuf hanya menggeleng, masih dengan senyumnya. Dia sangat bersyukur sekarang, rasa bahagia yang biasa dia rasakan ketika dia bersama Anin muncul kembali setelah beberapa hari tidak dia merasakan hal ini. Hal yang membuatnya bingung dengan apa yang dia rasakan sebetulnya kepada Anin.

Mungkin Yusuf harus segera berterimakasih kepada Hendi. Terimakasih karena telah memarahinya, mengatakan kata-kata yang sebenarnya paling di benci Yusuf ketika mendengarnya, namun setelahnya dia sadar dengan apa yang terjadi pada dirinya. Sadar dengan apa yang harus dia lakukan.

***

*Flashback On

"Mending Lo pulang aja deh..."

Dengan perasaan dongkol Hendi langsung duduk setelah menyerahkan beberapa dokumen yang harus di tandatangani Yusuf. Yusuf memang seperti biasanya. Bekerja seperti biasanya. Tapi Hendi dapat melihat tatapan kosong dari sahabatnya. Hendi tau akan semua yang terjadi dan mungkin hanya dia sendiri yang apa yang terjadi antara Yusuf dan Anin.

"Plis, kalau mau ngedrama mending Lo di rumah aja..."

Yusuf yang sedang meneliti dokumen yang baru saja Hendi berikan padanya langsung menatap Hendi dengan tatapan tajam.

"..."

"Lo udah tau kan masalahnya gimana. Dan bagian mana yang salah?? Lo mau biarin ini terus-terusan terjadi sama kehidupan rumah tangga Lo??"

Yusuf sekarang menutup dokumen yang tadi dia baca dan memilih untuk mendengar apa yang ingin di katakan Hendi.

"Gue ngga nyangka aja kalau gue punya temen setolol Lo. Dengan gampangnya Lo limpahin semuanya ke Anin. Lo cari jalan pintas buat selesain masalah yang ada".

"Asal Lo tau, masih banyak hal yang akan menghampiri kehidupan rumah tangga Lo sama Anin. Dan sekarang Lo lebih milih buat diem. Gue ngga nyalahin Anin dalam hal ini, karena pada kenyataannya Anin adalah korban salah paham dari pikiran Lo. Tapi gue juga ngga mau Lo terus-terusan ngikutin alur yang Anin buat. Alur yang justru semakin memperlebar jarak antara Lo sama dia.."

"Trus gue harus gimana?? Gue harus ribut lagi sama dia?? Maksa dia buat nglakuin apa yang harusnya dia lakuin. Gue sadar, kalau gue ngga salah dan gue ngga mau buat dia semakin sakit kalau gue terus-terusan bahas masalah ini. Biarin dia tenang dulu.."

Ungkap Yusuf mencoba meredam segala emosi yang sudah mencapai ubun-ubunnya. Dia tahu bahwa dia juga salah jika dia memilih bertahan dengan sikap Anin yang mendiamkannya sejak pertengkaran beberapa hari yang lalu. Tapi dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Memang benar, dia belum mengetahui apapun tentang Anin. Dia terlalu percaya diri jika dirinya sudah mengenal Anin yang sudah menerima apapun keadaannya.

"Makanya usaha, Bego... Brengsek banget kalau Lo berharap jika Anin akan luluh dengan sendirinya. Disaat kaya gini, seorang cowok emang harus mempertahankan harga dirinya. Tapi disisi lain, kalau cowok itu emang salah, udah seharusnya dia buang harga diri itu. Karena harga diri itu udah ngga berarti apapun untuk seorang cewek saat dia terluka karena pasangannya.."

".. Gue tau dari awal kalau pernikahan kalian bukan karena cinta. Tapi bisa ngga sih kalian itu buat pernikahan yang buat kalian bisa menjadi lebih berarti untuk satu sama lain. Dan asal Lo tau, gue lihat dengan jelas kalau Anin itu udah sayang sama Lo. Dia udah kasih semuanya ke Lo.. Tapi Lonya... Ck"

"Lo masih ngarep masalalu ngga penting itu kan?? Lo lebih mengabaikan masa depan Lo. Plis Yusuf brengsek.. Anin bisa lihat itu semua dari Lo, sekeras apapun Lo nutupi dari Anin. Dia masih punya hati. Lo mau kehilangan dia dan disaat itu Lo baru sadar kalau Lo butuh dia..."

"Trus gue harus gimana... Bohongin Anin?? Bilang kalau gue sayang sama dia?? Gue cinta mati sama dia??"

Yusuf hanya mengusap rambutnya acak. Sungguh dia juga tidak tahu dengan apa yang mesti dia lakukan.

"Persetan dengan cinta atau apapun itu. Karena yang Lo rasain ke Anin bukan cinta tapi lebih dari itu..."

Yusuf menatap Hendi lekat-lekat menunggu kelanjutan kata-kata dari Hendi.

"Lo butuh dia... Lo butuh dia lebih dari sekedar cinta atau apapun itu. Jawab dengan hati dan pikiran Lo. Kalau Lo bahagia kan saat Anin di deket Lo?? Lo emang ngga pernah yakin sama perasaan Lo ke Anin, tapi pada kenyataannya Lo sendiri tanpa sadar udah mempercayakan hati Lo buat dia?? Lo ngga mau kan kehilangan dia??"

Yusuf tidak menjawab apapun yang Hendi katakan. Dia mencoba mencerna semua yang baru saja dia dengar dari Hendi.

"Plis.. Lo jangan pernah terpaku dengan yang namanya cinta dan temen-temennya yang buat gue ngga ngerti bisa buat Lo segoblok ini. Cari apa yang Lo butuhin. Lo pasti ngga asing dengan kata-kata ini, tapi mungkin gue kudu ingetin Lo lagi.."

"Suatu pernikahan emang ngga selalu berawal dari cinta. Mungkin udah takdir Lo dari Allah menemukan Lo dengan cinta yang lain. Jika emang ngga ada cinta, udah seharusnya Lo tanem dalam pikiran sama jiwa Lo, kalau Lo lebih butuh dia dari sekedar yang namanya cinta. Takdir Allah itu ngga pernah salah, tapi itu tergantung dengan bagaimana kita yang jalaninnya.."

Jelas Hendi mengingatkan Yusuf dengan kata-kata yang pernah dia ucapkan kepada Yusuf ketika dia merasa ragu sebelum akhirnya dia menikahi Anin. Dia merasakan pusing menyerang di kepalanya. Dia membenarkan semua yang dikatakan Hendi, tanpa sedikitpun ada celah untuknya menyanggah.

"Mungkin giliran Lo untuk usaha lagi buat perjuangin Anin..."

Ucap Hendi sebelum dia keluar dari ruangan Yusuf. Dia membiarkan Yusuf memikirkan baik-baik setiap kata-katanya tadi. Hendi tau jika dia tidak bertindak, Yusuf lebih memilih untuk menuruti apa yang di lakukan Anin sekarang dan dia tidak setuju akan hal itu.

Hendi tahu, jika yang paling merasa sakit disini adalah Anin. Tapi dia tahu bagaimana perasaan Yusuf sekarang. Sahabatnya itu terlalu bingung dengan apa yang dia rasakan sekarang. Di satu sisi Yusuf sudah mulai ketergantungan dengan hadirnya Anin dalam kehidupannya sekalipun dia belum menyadarinya. Sedangkan di sisi lain, sahabatnya itu belum bisa lepas dari masalalunya. Hendi tahu seberapa penting masalalu itu dalam kehidupan Yusuf. Tapi baginya, sudah seharusnya Yusuf melepas masalalu tersebut. Masalalu yang pernah merunyamkan kehidupan Yusuf. Masalalu yang harus dia ikhlaskan, karena itu untuk kebaikannya juga.

*Flashback Off

***

"Assalamualaikum, Franda..."

Ucap Anin yang membuat Franda terbelalak kaget dan langsung memeluknya.

"Waalaikumsalam... Lo kemana aja sih??"

Jawab Franda yang sudah siap mengeluarkan keluh-kesahnya selama Anin tidak ada di kantor. Jujur kerjaannya memang dua kali lebih banyak, tapi yang membuatnya sedih adalah tidak adanya sikap cerewet dari Anin yang selalu berhasil menjadi moodbooster-nya. Sekalipun dengan itu dia harus menerima omelan dari Anin jika ada laporan atau dokumen yang salah. Franda tahu bahwa itu salah satu bentuk profesionalitas dari seorang Anin. Buktinya, dia tidak pernah mendapat teguran dari atasan, karena Anin sudah pasti memblokir semua kesalahan untuk dirinya.

"Di rumah aja, ngurus rumah..."

Dengan entengnya Anin menjawab pertanyaan Franda di tambah senyum lebar yang berhasil membuat Franda kesal dengan Anin.

"Ngga usah sok-sokan jadi ibu rumahtangga deh... Bukan Lo banget tau ngga??"

"Lo tau ngga selama Lo ngga kerja di kantor, Mas Yusuf-nya Lo itu jadi acak-acakan..."

Lanjut Franda yang membuat Anin mengernyit tidak mengerti, karena dia selalu melihat Yusuf dalam keadaan rapi tidak seperti yang Franda katakan, meskipun saat pulang Yusuf memang sudah terlihat kusut dari yang dia lihat saat Yusuf berangkat kerja.

"Fine, dia emang berangkat selalu rapi kaya biasanya. Masih kece, masih ganteng, masih bisa narik perhatian cewek-cewek seberang yang masih kegatelan goda Mas Yusuf. Tapi keliatan jelas kalau dia itu lagi lelah hati, mood bagusnya tercecer di jalan. So, dia itu udah kaya duplikatnya Lo pas dia nemuin dokumen atau laporan yang udah ngga sesuai sama yang dia pengen.."

"Emang Lo pernah kena efeknya??"

"Udah, bego. Kalau belum, ngapain juga gue ngomong hal ngga penting ini ke Lo. Jangan-jangan Lo udah nularin sifat marah-marah Lo ke Mas Yusuf??"

Anin hanya terkekeh saja mendengar penjelasan dari Franda. Tidak tahu bagaimana dia menanggapinya.

"Tapi Lo ngga ada masalah kan sama Pak Bos??"

Tanya Franda pada akhirnya. Dia memang penasaran dengan sikap Anin yang menghilang begitu saja. Tanpa penjelasan sedikitpun dari Anin.

"Ada, tapi udah selesai kog. Jadi gue udah kembali kesini..."

Jawab Anin setenang mungkin mengakui keadaan yang ada. Namun jawabannya tidak lebih dari itu. Dia ingin menyimpan masalah yang sudah selesai itu dari siapapun itu.

"Ahh, syukur deh kalau emang itu keadaannya.. Tapi rumor kalau Lo mau berhenti kerja disini ngga bener kan??"

"Menurut Lo gimana??"

Anin malah membalikkan pertanyaan tersebut ke Franda.

"Gue ngga tau dengan apa yang sebenernya terjadi. Tapi yang gue lihat sekarang Lo ada disini, itu udah cukup bagi gue buat jelasin kalau Lo ngga mungkin ninggalin perusahaan ini. Ini perusaahan pertama Lo kerja, Lo kerja keras untuk perusahaan sampai pada tahap sekarang. Gue tahu semua proses yang Lo lalui di perusahaan. Ditambah sekarang, jelas-jelas Lo istri salah satu pemilik saham terbesar di Dhyaksa Grup, pemilik perusahaan ini. So, buat apa gue capek-capek cari kebenaran yang lain??"

Ucap Franda serealistis mungkin dan Anin menganggukkan kepalanya sebagai bukti bahwa dirinya setuju dengan apa yang baru dikatakan sahabatnya tersebut.

"Ok, karena Lo udah balik lagi setelah seminggu Lo makan gaji buta dan nyiksa gue sama semua pekerjaan yang Lo tinggalin, gue minta pulang cepet buat hari ini..."

Anin tersenyum dan segera mencubit pipi bakpao dari temannya itu. Entah mengapa semua lemak yang ada di tubuh sahabatnya itu serasa berkumpul menjadi satu hanya di kedua pipinya saja. Sedangkan yang lain, kurus seperti wanita pada umumnya.

"Iya, iya.. terserah deh Lo mau ngapain buat hari ini. But, just for today.. OK??"

"Iya, iya.. Bawel deh..."

Anin segera masuk ke ruangan yang sudah seminggu lebih dia tinggalkan. Dia segera mengerjakan dan mengecek beberapa laporan yang sempat dia tinggal.

***

"Franda... Ini jaringan di kantor kenapa ya??"

Anin keluar dari ruangannya dan menghampiri Franda yang nampak sibuk dengan beberapa berkas di mejanya.

"Udah dari kemarin ngadat. Tapi hari ini mungkin ngga bisa di pake. Udah dari tadi pagi.."

Jawab Franda tanpa menatap Anin sedikit pun.

Anin pun segera menuju ruangan bagian IT. Mungkin saja ada masalah yang terjadi. Dan memang benar saja setelah masuk dalam ruang IT. Mereka tampak sibuk dengan komputer masing-masing dengan keributan yang terjadi.

"Ada apa ini??"

"Ada serangan dari cracker, Nin"

Jawab singkat dari salah satu karyawan ber-name tag 'Raditya S' yang merupakan salah satu teman Anin selama bekerja di Perusahaan Pusat Dhyaksa Grup sebelum mereka berdua akhirnya terkena mutasi di Solo.

"Boleh, aku pinjem sebentar??"

Raditya pun segera mempersilahkan Anin duduk di tempat kerjanya. Karena dia pun juga tahu bahwa Anin itu adalah lulusan IT dan mereka berdua pernah satu divisi yang sama, divisi IT.

Anin dengan serius mencari tahu apa yang terjadi dengan jaringan di kantor. Sebisa mungkin dia mengotak-atik komputer yang ada di hadapannya yang hanya ada warna hitam dan putih.

"Dek, kamu kog udah ada disini??"

"Udah Mas dari tadi..."

Jawab Anin sambil menatap Yusuf sebentar yang sudah ada di sampingnya.

"Udah ketemu permasalahannya apaan??"

"Udah, kena DoS.."

Jawab Anin dengan singkat dan segera mencari solusi yang ada di hadapannya sekarang di bantu dengan Yusuf dan para karyawan lainnya. Anin dan Yusuf memang lulusan IT ditambah dengan Yusuf yang memang sudah mengambil S2 Informatikanya. So, mereka berdua memang expert dalam hal ini, namun Yusuf memilih untuk membiarkan istrinya yang menangani masalah ini. Dia juga pengen tahu seberapa pintar istrinya yang dia tahu selama kuliah.

Mereka berdua benar-benar serius dalam mengatasi hal itu. Ralat, hanya Anin yang benar-benar serius, sedangkan Yusuf cuma sesekali terlihat mengotak-atik komputer yang di depannya. Sampai mereka hanya beristirahat saat waktu sholat tiba dan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 2.55 dinihari.

"Hufffttt... Akhirnya selesai juga..."

Anin menghela nafas setelah semuanya dapat teratasi dan jaringan di kantor sudah berjalan normal.

Tampak riuh suara gembira dan lega meramaikan ruangan IT saat ini. Sedangkan Yusuf hanya tersenyum melihat istrinya yang benar-benar hebat di matanya sekarang.

"Makasih ya, Nin... Gue ngga tau kalau tadi Lo ngga mampir kesini, masalah ini udah selesai hari ini atau belum..."

"Maaf Nin, maksudnya Bu Anin... saya ngga bermaksud..."

Sesaat Raditya segera menyadari kesalahannya. Kesalahan karena menggunakan bahasa informal terhadap Anin, terlebih ada suaminya Anin yang memiliki jabatan tertinggi di perusahaan. Siapa lagi kalau bukan Yusuf.

"Tenang aja kog. Lagian ini bukan jam kerja lagi.."

Ucap Yusuf yang memang sudah mengetahui hubungan antara Anin dan Raditya. Kali ini dia tidak mau salah paham dengan keadaan yang ada. Cukup sudah berbagai permasalahan yang ada di sebabkan karena kesalahpahaman dari dirinya.

"Sisanya bisa di urus anak-anak disini... So, udah cukup buat bantuannya hari ini. Terimakasih juga untuk Pak Yusuf karena mengizinkan kami meminjam Bu Anin disini..."

Raditya langsung mendapat tatapan sinis dari Anin dan di lanjutkan akhirnya Raditya dan suaminya tertawa bersama.

***

"Capek banget ya, Dek??"

Yusuf mengambil alih tangan Anin untuk di genggamnya sambil terus berkonsentrasi dengan jalanan Solo yang mulai rame karena menjelang sholat subuh.

"Iya, hari pertama kerja langsung di peres gini pikiran sama tenaganya. Tau banget kalau ada karyawan yang makan gaji buta.."

Yusuf terkekeh mendengar ocehan istrinya yang bermanja-manja seperti ini.

"Mas kog tadi ngga bantuin sih??"

"Bantuin kog, bantuin liatin kan??"

Goda Yusuf yang sukses membuat Anin mencebikkan bibirnya.

"Kalau gitu, hari ini kamu ngga kerja ngga papa deh..."

Lanjut Yusuf yang masih menggenggam tangan Anin dan sesekali di kecupnya tangan itu membuat Anin tersenyum seketika itu juga. Anin merasa ada semangat yang mengalir begitu saja, membuat rasa lelah yang menderanya karena belum tertidur sama sekali hilang begitu saja.

"Iishh, ngga bisa gitu dong Mas... Apalagi hari ini ada meeting sama client. Big No..."

"Astagfirullah, Mas aja sampe lupa loh..."

Anin giliran mengecup punggung tangan Yusuf yang membuat Yusuf tidak bisa menyembunyikan senyumnya dari Anin.

"Asal Mas tau ya... Dulu tuh pas di Jakarta malah lebih parah dari ini. Anin pulang cuma buat mandi sama ganti baju doang, habis itu berangkat lagi kekantor sambil sarapan di jalan..."

Jelas Anin yang membuat Yusuf mengerutkan keningnya tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Anin barusan. Dia tahu bahwa pekerjaan Anin di perusahaan pusat memang terbilang sulit. Dia juga memegang beberapa tanggung jawab untuk beberapa bagian proyek yang ada. Tapi separah itukah kesibukan Anin dulu??

"Kamu ngga pernah sakit gitu??"

"Mas itu kalau tanya ngga pernah bermutu, ya??"

Anin menatap tajam suaminya yang malah bertanya seperti itu.

"Mas cuma khawatir sama kamu..."

Sanggah Yusuf membuat Anin menatap Yusuf pura-pura sebal.

Anin pun segera menceritakan suka-dukanya saat dia bekerja dulu. Dia juga menanyakan nama dari Yusuf yang tidak pernah terdengar di kantor yang selama ini Yusuf memilih untuk melanjutkan studinya di Jerman dan menetap disana. Atau menurut Anin, hal itu lebih tepatnya acara melarikan diri dari seorang Yusuf yang sampai sekarang entah benar atau salah, Yusuf belum bisa mengikhlaskan masalalu tersebut. Sebab itulah sampai dia di bawa ke rumah orangtua Yusuf di Yogja saat itu, atau lebih tepatnya rumah mertuanya sekarang, dia baru menyadari kalau dirinya bekerja untuk perusahaan milik keluarga besar Dhyaksa.

Tapi Anin tidak mau repot memikirkan hal itu. Baginya, cukup dengan Yusuf memilihnya sebagai masa depan yang akan mengisi lembaran cerita kehidupannya. Anin mengakui bahwa setiap orang parsti memiliki masalalu, termasuk dirinya dan Yusuf. Masalalu yang mungkin ada yang menyenangkan dan ada yang menyedihkan. Yang menyenangkan biarkan menjadi kenangan terindah dalam hidup, sedangkan yang menyedihkan biarkan menjadi sesuatu yang menyedihkan jika hal yang benar-benar menyakitkan itu kita lakukan di masa depan. Karena rasa sakit akan benar-benar terasa saat kita merasakannya.

"Mas, aku boleh tanya sesuatu??"

Anin dengan sedikit takut menatap Yusuf yang masih berkonsentrasi dengan jalan.

"Mau tanya apa sih? Penting banget ya??"

"Tapi Mas jangan marah ya sama Anin.."

Yusuf hanya mengangguk sambil mengecup kembali punggung tangan Anin.

"Emang siapa sih yang udah buat Mas Yusuf termotivasi pilih keputusaan buat Anin berhenti kerja??"

Dengan lirih akhirnya Anin menanyakan hal tersebut. Memang sudah selesai permasalahan tersebut, tapi jujur Anin sendiri masih penasaran.

"Kamu loh, bahasanya termotivasi gitu..."

Yusuf terkekeh dengan kosakata dari kalimat Anin membuatnya tidak jadi serius menanggapi pertanyaan dari Anin.

"Mas, aku serius loh..."

Anin benar-benar sebal dengan Yusuf yang masih tersenyum meledek kepadanya.

"Bentar... Emang kenapa kalau kamu tau siapa yang buat Mas jadi termotivasi pengen kamu berhenti kerja?? Mas khilaf aja..."

Yusuf menekankan kata termotivasi berusaha menggoda Anin.

"Mas, aku beneran loh nanyainnya..."

"Mas juga beneran jawabnya loh, Dek. Ngga seharusnya Mas termakan sama omongan mereka. Seharusnya Mas dengerin dulu cerita dari istrinya Mas..."

"Iyalah, Mas aja tukang ngambek gitu..."

Timpal Anin yang membuat Yusuf jujur malu dengan Anin.

"Mas ngambek juga gegara kamu kali, Dek. Lagian kalau Mas kasih tau siapa yang buat Mas salah paham sama kamu, Mas ngga mau aja kamu jadi matiin rezekinya mereka..."

"Maksudnya??"

"Hendi yang kasih tau semua..."

Anin harus ingat kalau Hendi adalah sahabat suaminya. Hendi sedikit juga tahu mengenai Anin, apalagi untuk urusan kantor. Dan Yusuf memang benar, jika dirinya bisa saja mematikan rezeki seseeorang lewat perusahaan yang mereka kelola. Anin banyak mengetahui rahasia beberapa perusahaan.

Yusuf sendiri pada awalnya juga tidak percaya dengan kata-kata dari Hendi, bahwa Hendi jauh lebih takut dengan Anin daripada dengan Yusuf. Yusuf memang direktur perusahaan, tapi siapa yang sudah mendapatkan dan mengelola perusahaan yang ada di Solo sebelum Yusuf datang. Dialah Anin. Sekalipun jabatannya bukan seorang direktur, tapi dia mendapat mandat langsung dari Adam Dhyaksa yang tidak lain adalah Paman dari Yusuf untuk mengurus segala urusan kantor di Solo. Yusuf sendiri juga tahu, jika seseorang sudah mendapatkan kepercayaan penuh dari Pamannya, berarti orang tersebut bukanlah orang biasa dan istrinya adalah salah satunya.

"Kog aku jadi takut sama kamu ya, Dek..."

Anin hanya mengernyitkan keningnya menatap Yusuf.

"Takut kalau sampe Mas nyakitin kamu, kamu bakal buka rahasia Mas buat mendepak Mas dari kantor..."

Seketika itu juga Anin tertawa. Lucu juga jika membayangkan Yusuf begitu takut dengan dirinya. Padahal Anin mengetahui rahasia suatu perusahaan atau orang didalamnya bukan untuk kepentingan pribadi, namun untuk urusan pekerjaan.

"Iya, makanya jangan macem-macem sama aku, Mas..."

Tambah Anin yang membuat Yusuf mengecup punggung tangan Anin. Tidak tahu dengan apa yang seharusnya dia lakukan. Pasrah harus memiliki istri yang pintarnya kaya Anin.

***