32 Kami hanya menunggunya bangun.

Fix, typo bertebaran.

Part belum di revisi.

Happy reading.

***

"Video itu telah di potong dan di edit sedemikian rupa. Sebelum aku menamparnya, Kakak mengatakan bahwa ia benar-benar bersyukur telah di keluarkan dari keluarga Rexton. Dia berkata, keluarga Rexton akan mati secara pelan karena akan menuju kebangkrutan!"

Wajah Lexsi tertunduk dengan kata-kata yang sangat pelan.

"Ayah, aku hanya tak ingin keluarga kita di remehkan setelah Kakak di besarkan dari keluarga ini,"

Dan wajah Aldric pun jatuh. Ia begitu tersentuh dengan kata-kata Lexsi yang terakhir. Lalu kebencian dan ketidakterimaaan yang baru saja ia rasakan lenyap. Ia seakan lupa, untuk membela Ellina. Ia seakan lupa akan rasa rindu oada Putrinya. Namun rasanya putrinya telah benar-benar berubah.

"Apakah Kakakmu benar-benar mengatakan itu?"

Lexsi mendongak. Ia mengangguk pelan. "Ayah, aku tahu aku salah. Aku berjanji tak akan mengulanginya lagi."

"Tidak," ujar Aldric. "Hal yang kau lakukan sudah benar."

Senyum tipis terukir di kedua sudut bibir Lexsi. Matanya terlihat cerah. Semua duka mendung dan ketakutan seakan sirna.

"Aku tak tahu bahwa Ellina akan mengatakan itu semua. Aku tak tahu bahwa dia sangat bersyukur keluar dari keluarga ini. Kupikir selama kepergiannya dia akan menyesal dan datang kembali. Tapi kurasa, aku salah. Dia sudah terlalu banyak berubah,"

Melihat keadaan yang telah stabil, Vania bernapas lega. "Sayang, hentikan. Kau tak perlu menyesal, lagi pula dia masih sangat muda. Kurasa dia hanya sedang kesal mengatakam itu semua,"

Lexsi mengangguk. Menyetujui kata-kata Ibunya. "Ibu benar. Ayah, walau Kakak sedikit keterlaluan,  tapi dia anak keluarga ini,"

Seakan terlihat sangat baik, namun Lexsi selalu menekan kata 'anak keluarga ini' hingga menyebabkan kerengganan yang jelas. Ia dengan sengaja melakukan itu semua agar keadaan semakin memburuk untuk Ellina.

"... walau aku mendengar bahwa Kakak menggunakan nama keluarga E. V.  di belakang namanya." lanjut Lexsi menebar minyak di atas pergolakan.

"Apa? Keluarga E. V.?" mendengar itu semua Aldric tak bisa tak terkejut. Ia memang kecewa pada anaknya, tapi sesungguhnya ia benar-benar tak bermaksud membuang Ellina. Tentu, ia akan menerima kembali jika Ellina datang. Namun rasanya kini ia sadar, ia terlalu lemah lembut pada putrinya.

Melihat ekspresi Ayahnya,  Lexsi dengan cepat menutup mulutnya dengan tangannya. "Oh, Ayah. Tidak, kau salah mendengar. Kurasa berita itu tak benar,"

Aldric diam. Berusaha mencerna dan tak mempercayai kabar itu.

"Itu, bukankah Ayah sudah melihat di internet? Kabar Kakak menggunakan nama keluarga E. V. menjadi topik hangat di pencarian utama. Mereka semua menyagkutkan keberadaan Kakak dengan salah satu keluarga besar tersebut seakan-akan Kakak memang anak rumah di sana."

Wajah Aldric yang terdiam menjadi gelap. Kekacauan muncul di matanya. Ia tak tahu, bahwa Ellina benar-benar melakukan itu semua. Seakan putrinya, tak lagi membutuhkan dukungannya.

"Aku akan pergi tidur dulu,"

Alih-alih mengomentari perkataan Lexsi, Aldric memilih pergi ke lantai atas. Saat Vania melihat itu, dia tak bisa tak bergerak mendekati Lexsi.

"Kabar itu, apakah benar?"

Lexsi bangun dan melirik ibunya. "Yah, aku tak tahu, dari mana cinderella itu menemukan dukungan sekuat itu. Tapi aku akan menghancurkan hingga dasar."

Vania tersenyum. "Dia seharusnya tak berada di dunia ini. Terlebih muncul di sekitar kita. Kenzie juga harus menjauhinya agar kita tetap berada di jalur rencana."

Lexsi tersadar, ia seakan lupa pada satu hal penting tersebut. Kenzie! Yah, pria itu. Harusnya dia lebih peka dari yang lain. Karena saat Ellina kembali, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan bertemu. Ia sangat ingat, bahwa Kenzie secara pribadi memilih Ellina sebagai calonnya. Tapi karena rencananya akhirnya semua kembali pada tempat semula. Dan bagaimana jika rencana yang telah ia susun hancur? Bagaimana jika pria itu membatalkan semuanya dan kembali pada rencana awal.

Tidak, ia tak bisa menyerah dan berhenti sekarang. Ia telah melangkah sejauh ini. Membuang Ellina dari keluarga aslinya agar ia mendapat tempat dan nama keluarga yang baik. Itu adalah langkah awal agar statusnya terangkat, lalu menjadi istri dari pria yang terhormat juga kaya. Itu akan membuat namanya lebih di kenali. Lalu sebagai alat kecocokan untuk menjadi menantu yang pas dia harus menjadi seseorang yang sama terpandangnya. Dan jalur aktris adalah yang ia pilih.

Semua rencana berjalan mulus sesuai susunannya. Dan itu hanya tinggal satu langkah sebelum akhirnya ia menjadi wanita yang paling berharga dan di segani di seluruh kota Z. Ia hanya harus menjadi Nyonya Reegan muda agar statusnya sempurna. Dan kini ia mulai khawatir, karena sejak kemunculan Ellina, semua mulai tak teratur dan sedikit kurang menguntungkan untuknya.

Mereka harusnya tak boleh bertemu. Tidak! Dia tak boleh terlihat di manapun. Atau rencanaku akan hancur!

***

Maple Villa.

Ruangan kamar itu tampak hangat dengan kehadiran Nero, Alvian, Lykaios dan Ethan. Namun kehangatan itu tak terasa kala pikiran mereka tengah kacau saat ini. Terlebih saat ini,  ini telah lewat dari 18 jam setelah Ellina tak sadarkan diri. Gadis itu tetap tertidur, seakan enggan untuk bangun terlebih untuk membuka mata.

Hal yang bisa mereka lakukan adalah menunggu. Dalam ruangan yang sama, kamar luas dengan nuansa biru lembut yang berpadu dengan baby pink itu tampak sangat feminim. Mungkin ini pertama bagi mereka, berada di dalam kamar seorang gadis bersama-sama.

Alvian melangkah menuju balkon kamar, menyibak tirai jendela dalam satu gerakan dan terperangah dengan pemandangan yang tersaji. Di luar sana, terlihat pohon-pohon pinus yang mulai terlihat hijau dengan salju yang mulai mencari di setiap ujungnya. Ya, musim semi telah datang, seiring udara hangat yang menyapa kota Z.

Terlihat beberapa hewan jinak mulai kelaur dari hibernasi. Taman luas yang terlihat dari balkon kamar Ellina,  tampak mulai bersemi dengan bunga-bunga yang akan mekar. Kicauan burung terdengar lembut,  suasana tenang dengan udara bersih membuat perasaan nyaman menghampiri.

Alvian menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia tersenyum kala sejauh matanya memandang, terlihat pemandangan yang sangat asri dengan keindahan alam yang sangat mempesona. Ia berbalik dan menatap Lykaios.

"Hei, berapa Kira-kira harga villa ini?"

Lykaios berjalan mendekat, berdiri di samping Alvian dan ikut memandang pemandangan pagi yang hangat.

"Oh, musim semi telah datang?" ucapnya lebih seperti pertanyaan. "Wah, ini gila! Udara di sini sangat bersih dengan pemandangan alam yang menyejukkan?"

Alvian tersenyum. "Aku akan menjadi orang pertama yang akan membeli villa ini jika di jual,"

Lykaios terkekeh. "Lalu kau akan mengubahnya menjadi lahan uang?"

Alvian mengangguk. "Akan kuubah menjadi tempat penginapan yang dekat dengan alam. Aku sangat yakin akan banyak yang berminat datang,"

"Lalu taman hiburan?"

Alvian mengangguk. "Yah, itu harus ada agar anak-anak tertarik."

"Tapi aku tak yakin Ernest akan menjualnya."

Alvian tersenyum. "Yah, dia lebih peka soal uang di antara kita semua."

Selanjutnya mereka hanya terdiam. Menikmati mati dengan udara musim semi yang hangat. Ethan bergabung dengan mereka. Ikut menikmati pagi dengan melirik Lykaios sesaat.

"Jadi, kau yang terakhir bersamanya bukan?"

Lykaios menoleh. "Maksudmu Ellina?"

Ethan mengangguk. Sedangkan Alvian menatap kedua temannya.

"Kau yakin itu Kenzie?" tanya Alvian bergabung dengan obrolan. "Aku tak yakin dia akan melakukan itu,"

"Dia," ucapan Ethan tertahan sebentar. "... terlihat sangat marah, dingin dan kejam."

Lykaios diam. Dia memang membiarkan Ellina pergi bersama Kenzie saat itu, tapi ia tak menyangka bahwa semua akan menjadi seperti ini.

"Kau yakin mereka hanya bertunangan?" tanya Ethan pada Alvian. "Kurasa, aku dapat merasakan hawa permusuhan saat aku membawa Ellina,"

Alvian mengangkat kedua bahunya. "Ini terlihat tak semudah itu. Dari yang aku tahu, mereka tak bertunangan. Hanya saja, Kenzie telah memilih Ellina dari sekian banyak gadis yang di jodohkan padanya."

"Apakah ini ada hubungannya dengan menghilangnya Ellina selama setahun terakhir?" tanya Lykaios menebak.

Alvian berpikir, "Tak ada yang tahu tentang itu. Tapi hal yang membuatku penasaran adalah, kenapa Ellina tak membuka matanya hingga detik ini? Lalu, dia terlihat sangat ketakutan dan tertekan."

"Apa kau tak menggunakan otakmu dengan benar?"

Alvian, Ethan dan Lykaios menoleh. Menatap Nero yang mulai bergabung. Saat ini, Nero terlihat jauh lebih baik sejak semua aset keluarganya kembali.

"Gadis mana yang tak akan ketakutan saat dia hampir di perkosa!" lanjut Nero sinis.

"Dia bukan lawan yang mudah saat kau mengibarkan bendera perang dengannya," ingat Lykaios membungkam mulut Nero. "Ingat, bahwa dia adalah pria pemegang kota Z. Tak peduli apapun, ini juga bukan masalah yang dapat kita simpulkan kecuali ada perintah Ellina."

Alvian mengangguk. "Aku akan mengatakan ini karena aku sedikit mengenalnya. Pria seperti Kenzie, dia ia tak melihat proses tapi selalu melihat hasil akhir." berpikir sebentar, dia pun melanjutkan. "Tak ada yang tidak bisa ia dapatkan. Jika ia tak bisa memperoleh apa yang dia inginkan, maka merampas adalah jalan baginya,"

Ethan tertegun. Dia berusaha menyambungkan cerita Alvian dengan kenyataan. Namun, dari pada mengatakan apa yang ia pikirkan, dia memilih bertanya hal yang membuat semua orang diam. "Apakah kalian para keluarga terpandang selalu berpikir sepertinya?"

Alvian dan Lykaios saling memandang sebelum menaikkan satu alisnya masing-masing.

"Kami di ajarkan untuk bertahan dari dunia bisnis yang kejam," jawab Lykaios tak mengelak dari pertanyaan Ethan. Dia kembali berkata dengan lirih namun pasti. "Namun kurasa, aku tak sekejam Kenzie atau Ernest."

Alvian mengangguk setuju. Jari telunjuk mengacung pada Lykaios. "Dia benar. Meski aku bernama keluarga Reegan, tapi aku tak peduli pada perusahaan atau warisan dari tetua kami. Aku lebih suka menjalani kehidupanku sendiri,"

Nero mencibir. "Di mataku hidupmu masih penuh dengan kemewahan,"

Alvian tertawa. "Jadi apa yang kau harapkan? Kau pikir aku akan hidup menggelandang sepertimu?"

"Dia memang tak tertarik pada bisnis keluarga, namun kau jangan salah. Sahamnya yang berada di keluarga Reegan dan beberapa perusahaan lain di kota ini cukup lumayan," ungkap Lykaios membongkar jati diri Alvian. "Properti miliknya juga tidak main-main. Kami terlihat seakan tak peduli pada perusahaan keluarga kami, tapi ketahuilah. Kami di lahirkan dan dididik untuk memimpin. Meski itu tak terjadi,  kami di ajarkan untuk mencari uang kami sendiri dari kecil."

Ethan bergidik ngeri. "Kalian para keluarga konglomerat sangat mengerikan,"

"Itu berarti, pria yang mencoba melukai Ellina adalah pria idaman nomor 1 di kota Z ini?" Nero menatap tiga temannya dan tak ada yang menjawab. "Haruskah kita beritahu Ernest?"

Memikirkan itu, Lykaios dan Alvian angkat tangan.

"Aku tak akan melangkah lebih jauh dari ini," ucap Lykaios mundur. "Aku akan mencari informasi lainnya saat acara pertemuan di klup hight Mountain nanti,"

Alvian pun melanjutkan. "Aku bukan tak peduli pada Ellina, tapi aku menunggu semuanya jelas lebih dulu. Tentang Ernest, kurasa itu bukan ide yang baik."

Ethan yang mendengar itu pun memgangguk setuju. "Aku tahu hal apa yang kalian khawatirkan. Tapi tak mungkin akan ada perang antar dua keluarga besar bukan?"

Lykaios tertawa. "Itu sedikit berlebihan. Persahabatan keluarga kami di bangun di atas bisnis. Selama bisnis itu menguntungkan, hal lain hanya melengkapi."

Nero menyahut. "Jika hanya hal pelengkap, kenapa dia ingin memperkosa Ellina?"

"Itu," ucap Alvian ragu. "Kurasa ada kesalahan pahaman disini. Mungkin ada hal lain yang terjadi sebelum itu semua terjadi bukan?"

Lykaios mengangguk. "Aku sangat mengenal Kenzie. Di antara mereka, pasti ada sebatas dinding yang tak kita ketahui."

"Tentang Hight Mountain Clup, pertemuan apakah itu?" tanya Ethan penasaran.

"Itu pertemuan antara kami yang terlahir dari empat keluarga besar juga anak pebisnis lainnya. Kurasa Nero tahu ini, hanya saja aku tak pernah melihatnya bergabung."

Nero menatap Alvian. Dia memang tah  pertemuan itu. Perkumpulan dari anak-anak pebisnis yang sangat tertutup dari dunia luar. Sepuluh menit hadir di sana, itu akan memperluas jaringan seluas yang tak terduga.

Ethan menatap Nero. "Kau juga bisa masuk kesana?"

"Dia Tuan Muda Keluarga Prinz," tegur Lykaios mengingatkan Ethan.

"Ah, aku tak mengerti kalian," ungkap Ethan pusing. "Aku akan pulang dahulu. Kabari aku jika kalian masih di sini dan ada perubahan pada Ellina."

"Kami juga akan pulang," ucap Lykaios dan Alvian menyusul Ethan.

Nero hanya mengangguk. Dia menatap Ellina yang masih terpejam. Dia pun harus pulang saat ini. Dia tak bisa tinggal di sini lebih lama karena juga memiliki kesibukan lain.

avataravatar
Next chapter