1 1. Akibat Perang

Night king : Kebangkitan Sang Kucing Hitam

Chapter 1 : Akibat Perang

Perang yang berkecamuk antara barat dan timur terus saja berlanjut. Sudah banyak nyawa yang harus mati sia-sia dalam perang dingin tersebut.

Para petinggi kerajaan selalu haus akan kekuasaan, membuat para rakyat kecil menjadi korbannya.

"Jangan! Jangan bawa suami saya. Dia tidak bisa bertarung dan berperang. Saya mohon! Jika dia pergi siapa yang akan mencari makan untuk kami!"

Seorang wanita dewasa memohon pada para prajurit yang secara paksa mencari pria-pria dewasa untuk ikut berperang.

Seluk-beluk desa didatangi. Pria-pria dewasanya diminta untuk ambil adil dalam perang yang berkepanjangan itu.

"Menyingkir kau! Ini adalah perintah dari Raja. Semua laki-laki dewasa harus ikut berperang, tanpa terkecuali!" seru prajurit yang terus menyeret pria dewasa berpakaian kumuh, kurus dan tidak bertenaga.

"Perintah Raja tidak boleh dilanggar. Menyingkir kau dari jalan kami!"

Mereka tanpa kasihan memperlakukan sesama manusia seperti sampah. Para wanita pun di hari itu juga telah menjadi janda.

Percuma mereka menjerit meminta belas asih, karena nyatanya mereka hanyalah orang biasa yang tak bisa melawan ataupun membelot.

Para anak laki-laki yang berusia 10 tahun mulai dijadikan budak. Mereka yang masih belia harus menjalani kerja paksa di kebun-kebun milik pemerintah. Tanpa diberi upah, hanya makan dan minum saja.

Sementara rakyat kecil semakin menderita, para petingginya malah menikmati kekayaan dari jari payah dan keringat para penduduk.

Mereka yang berperang harus mati memperebutkan kekuasaan dan harus tertindas oleh yang berkuasa.

Perang Timur dan Barat tidak pernah berhenti walau jaman sudah mulai berubah.

Pemimpin kerajaan Barat tak pernah puas dengan apa yang mereka telah miliki sekarang. Sementara itu Timur yang hanya kerajaan kecil selalu merolong meminta kemerdekaan mereka.

Desa Arsa. Desa yang berbatasan langsung antara Barat dan Timur. Desa yang kerap dijadikan jalur persembunyian kerajaan Timur dari pengejaran pasukan Barat.

"Tangkap semua prajurit kerajaan timur! Jangan sampai mereka lolos dan kembali ke kerajaannya!" 

Seorang Jenderal duduk di atas kuda putihnya dengan sangat gagah. Perintahnya sangat tegas kepada seluruh pasukan yang ada.

Pengejaran terjadi dari ujung Desa. Pasukan Timur pun telah terkepung. Mereka terdesak di desa Arsa tanpa adanya perlawanan.

Desa ini menjadi hancur dan luluh lantah karena penangkapan tersebut. Para penduduknya banyak yang pergi dan mencari perlindungan diri dan sebagian penduduknya mati sia-sia di sana.

Sisa pasukan Timur telah tertangkap. Pria gagah berpangkat Jendral tersebut turun dari atas kuda putihnya. Namanya adalah Lin Tian. Bukan sekedar Jendral, tetapi dia pendekar yang cukup ditakuti di dunia persilatan.

Lin Tian merasa miris atas kejadian yang menimpa desa Arsa tersebut. Dia pernah mengalami insiden seperti ini, saat desanya diserang para perampok puluhan tahun yang lalu.

"Perang yang tak berakhir antara kedua kerajaan telah membuat desa ini menjadi lautan darah para penduduk yang tak berdosa."

Ada rasa penyesalan dalam dirinya kepada para korban yang harus mati sia-sia hanya karena perang tersebut.

Langkah kakinya menuntun dia untuk melihat mereka-mereka yang telah kehilangan nyawanya tersebut.

"Ibu!"

Lin Tian melihat seorang anak laki-laki tengah duduk tersungkur, seraya menangisi jasad Ibunya. Pikirnya.

Jenderal yang berjuluk Balakosa itu mendatangi anak laki-laki dengan pakaian yang sebagian sudah terbakar.

"Hei, nak!" Dia duduk mendampingi anak tersebut.

"Paman ini siapa? Apakah Paman datang ingin membunuhku juga?" Anak itu bertanya dengan polos pada Lin Tian. Kedua mata anak itu sembam dan membengkak ketika Lin Tian menatapnya.

"Tidak ... Paman datang kemari hanya ingin berkenalan dengamu. Siapa namamu, anak manis?" Lin Tian bertanya dengan nada yang begitu lembut karena dia tidak ingin anak tersebut merasa terancam.

"Kata Ibuku, jangan pernah mengatakan nama kepada sembarang orang. Terutama jika dia orang asing. Paman sepertinya bukan dari desa ini." 

Anak itu membalikan pertanyaannya. Ia tampak lebih berani dari seusianya. Biarpun masih belia, tetapi Lin Tian sudah bisa melihat, anak tersebut akan memiliki wajah tampan di masa depan.

"Ya, benar. Aku memang bukan dari desa ini. Bagaimana kamu tahu, anak manis?" 

"Aku tahu dari pakaian Paman." celetuknya, sembari melihat Lin Tian dari ujung rambut sampai kaki. "Tidak mungkin pakaian yang mahal seperti yang Paman pakai itu tinggal di desa seperti ini. Paman pasti dari kerajaan?"

Perkataannya membuat Lin Tian tertegun. Anak ini memang benar-benar pintar dalam hal berbicara. Di usianya yang kira-kira kurang dari sepuluh tahun, sudah bisa berbicara banyak hal.

Lin Tian mengangguk, "Ya, Paman memang dari kerajaan. Lalu, siapa namamu, anak manis?"

"Paman jangan memanggilku dengan sebutan anak manis. Namaku Fei Hong! Fei Hong, dan bukan anak manis."

Fei Hong sedikit kesal karena Lin Tian memanggilnya dengan seenak jidat. Anak ini terlihat kuat. Lin Tian bisa merasakan aura tenaga dalam yang sangat besar dari anak yang menyebut namanya Fei Hong tersebut.

"Baiklah, Fei Hong. Lalu siapa dia?" Lin Tian bertanya tentang wanita yang tergeletak dalam pangkuan kecil Fei Hong.

"Dia Ibuku, yang pemberani. Dia wanita hebat yang demi melindungi diriku harus merelakan nyawanya. Ibuku selalu berkata. Dia tidak akan membiarkan diriku terluka. Jadi dia maju kedepan dan melawan para prajurit itu," aku Fei Hong, tanpa sedikitpun menunjukkan ekspresi wajah bersedih. Sebaliknya dia tersenyum bangga karena memiliki sosok ibu yang begitu pemberani.

"Kasihannya dirimu." Lin Tian mengelus kepala Fei Hong.

Ada belas kasih dalam dirinya pada anak tersebut. Termasuk pada orang-orang yang telah tiada di sekitarnya. Sebagai Jendral dan Pendekar aliran Putih, dia merasa lemah karena tidak dapat menghentikan kekacauan yang terjadi.

"Lepaskan tangan Paman! Aku tidak perlu perhatian dari Paman. Ibuku selalu mengajariku. Jangan pernah menerima pertolongan orang asing, tanpa aku mengenal asal usulnya. Paman ini siapa? Mengapa Paman ada di desaku?"

"Aku adalah Jenderal Lin Tian, dari kerajaan Barat," akunya sedikit menundukkan kepala.

Pengakuan pria berpakaian sutra berwarna biru dan sangat besar itu membuat Fei Hong mengepalkan tangan mungilnya.

Ada rasa kesal yang memantik di dalam hati kecilnya. Dia bukanlah anak kecil yang bisa dengan mudah dibohongi.

Fei Hong sadar jika yang sekarang ada di depan matanya adalah seseorang yang telah menghancurkan desa serta membunuh kedua orang tuanya.

Seketika raut serta tatapan anak itu menjadi tajam dan keras. Lin Tian sadar jika Fei Hong sedang menunjukan rasa marahnya. Namun, anak kecil ini tidak berani untuk melawan.

Lin Tian membiarkan Fei Hong untuk melawan dirinya, tapi tampaknya anak ini menahan kemarahannya. Mungkin karena dia sadar tidak akan mungkin bagiannya melawan Lin Tian, yang secara kekuatannya jauh berada di atasnya.

"Ikutlah dengan Paman. Paman akan menjadikanmu Ksatria hebat di masa depan nanti." 

Lin Tian mengulurkan tangannya untuk mengajak Fei Hong agar mau bergabung dengannya. Dia tidak akan membiarkan anak jenius seperti Fei Hong, salah mengambil jalan.

"Terima kasih Paman. Saya tidak ingin mempercayai orang asing dengan begitu saja. Terutama Paman adalah Jenderal dari kerajaan negeri ini. Saya tidak ingin memiliki urusan lebih dalam dengan kerajaan yang sudah membuat seluruh rakyatnya menderita."

Pengakuan bocah delapan tahun tersebut membuat Lin Tian tertegun dengan kata-katanya. Sungguh anak yang penuh prinsip kuat. 

Sorot matanya sudah menggambarkan jiwa ksatria yang sangat kuat dalam dirinya.

"Paman bisa memahami itu, tetapi apakah dengan dirimu yang sekarang kau bisa melawan kerajaan? Bukankah dengan bersatu kau baru bisa mengalahkan kerajaan ini?" Lin Tian masih berusia membujuk Fei Hong untuk ikut dengannya.

"Saya tidak perlu bersatu, ataupun menjadi pengikut Paman. Saya bisa berjuang sendiri karena Ibuku selalu berkata. Jika aku tidak boleh mempercayai orang asing terutama dari abdi kerajaan seperti Paman."

Anak tersebut menolak dengan keras ajakan Lin Tian. Sudah bisa tertebak jika Fei Hong memang bukanlah anak desa biasa. Ada takdir lain yang akan dia ciptakan sendiri di masa depan.

Lin Tian saat ini telah melihat era baru dari kerajaan serta negeri ini dari takdir yang akan Fei Hong ciptakan nanti.

avataravatar
Next chapter