3 Bab 3. Target

Selamat Membaca

Aku terbangun dan mulai menjelajah kamar yang masih asing bagiku. Ya, sejak aku mengetahui kebusukan suamiku sendiri. Aku memutuskan tidak lagi sekamar dengannya.

Kuhela nafas kasar dan menghembuskannya dengan perlahan. Menghalau berbagai kekhawatiran yang sempat terbersit di pikiranku.

Aku masih belum punya kandidat yang bisa kumintai spermanya. Apa aku perlu meminta bank sperma saja? Sehingga aku tak perlu repot-repot mencari lelaki yang siap menyemburkan spermanya ke rahimku.

Apalagi aku pasti memikirkan bagaimana caranya? Gara-gara memikirkan ini, membuatku tak bisa tidur dengan tenang. Kurasa mataku bisa terpejam setelah kudengar bunyi jam berdentang empat kali. Itu artinya aku hanya tidur selama tiga jam saja. Karena pukul tujuh alarmku sudah berisik membangunkanku.

Dengan malas aku menuju kamar mandi. Tubuhku hampir limbung kalau tak segera mencari pegangan. Ini pasti karena kurang tidur. Namun bolos kerja di kondisiku yang sekarang sepertinya kurang bijaksana. Aku harus mulai mengumpulkan pundi-pundi uang untuk bekalku hidup menjanda kelak.

Setelah selesai semuanya. Kurasa aku sudah siap memulai awal baru.

Ya, mulai berburu mangsa.

Senyuman kecut, sempat terbayang di wajahku kala aku bercermin. Wajahku tak kalah cantik, jika dibanding Mbak Karin. Badanku juga proposional. Sexy, kalau orang bilang. Aku membolak-balikkan badanku sendiri di depan cermin. Bodoh sekali Martin melewatkanku begitu saja.

Dia lebih memilih bekas dari saudara sepupunya. Menjijikkan.

"Baiklah, sexy woman. Ready to action?" tanyaku pada diriku sendiri membuatku terkekeh sendiri dengan kekonyolan yang kuciptakan sendiri. Dasar idiot!

Saat aku sampai di meja makan, aku dikejutkan dengan kehadiran satu orang yang sebelumnya cukup kuhormati. Namun sejak semalam, menjadi orang yang paling hina di mataku. Ya, Mbak Karin.

"Selamat pagi Mbak. Wah, apa di rumah Mbak, sudah kehabisan bahan makanan ya sampai mengungsi sarapan di rumah orang." Nada sarkas sengaja kulontarkan untuk dua orang yang kini tanpa malu saling bergenggaman tangan di meja makan. Dan saling menyuapi. Oh, tiba-tiba perutku mual. Dan mendadak kenyang.

"Jaga omongan kamu! Kamulah yang harusnya tidak ada di sini!" hardik suamiku.

"Oh ya? Seingatku, aku masih istri sahmu lo Mar, atau tanpa sepengetahuanku kamu menceraikan aku? Wah, kalau begitu aku minta surat cerainya. Maka dengan senang hati aku meninggalkan neraka ini." Tak ada lagi rasa hormat yang tersisa untuk lelaki brengsek di depanku ini. Tidak seujung kuku pun.

"Bagus sekali. Dalam semalam, kau jadi wanita pembangkang!" bentaknya marah.

"Kamu juga, dalam semalam menjadi suami brengsek! Kalian berdua memuakkan! Apa kata orang kalau tahu seorang Karin yang anggun dan bermartabat menjadi perusak rumah tangga sepupu suaminya sendiri? Apa kata nenek moyang Hartono kalau tau seorang Hartono membawa pulang istri sepupunya sendiri dan menidurinya di rumah yang mana di sana juga masih ada istri sahnya? Dan apa kata Mas Johan jika tahu sepupunya sendiri menikungnya dari belakang dengan berselingkuh darinya? Aku tidak keberatan mengatakan padanya jika istrinya sedang bermesraan dengan suami orang lain tanpa merasa malu," ejekku, keduanya tampak sangat marah padaku.

"Kenapa? Bukannya yang berhak marah itu aku?" ejekku tak mau kalah. Mataku melotot, lalu memicing penuh ejekan ke arah Karin. Ya, mulai hari ini aku tak perlu memanggilnga Mbak Karin. Wanita penggoda.

"Kalian berdua benar-benar menjijikkan," sengitku tak mau menyembunyikan rasa muakku pada mereka berdua. Tanpa menghabiskan sarapanku aku bergegas meninggalkan kedua manusia yang hanya bisa menatapku jengkel. Apa perduliku?

"Oh ya Mbak Karin pelakor, itu julukan yang cocok untukmu. Emmm ... apa Mas Johan tau Mbak pelakor ada di sini? Apa aku perlu menghubunginya?" tanyaku sebelum benar-benar menghilang dari ruang makan. Dapat kulihat ekspresi keduanya yang nampak tak percaya dengan keberanianku.

Kalian salah mencari musuh. Aku tak akan biarkan perselingkuhan kalian aman begitu saja. Jika aku tahu, maka suami Karin-wanita penggoda itu juga harus tahu. Ya, Mas Johan harus tahu.

Syukur-syukur lelaki itu mau bersatu denganku untuk membalas perbuatan pasangan kami.

Aku ingin tahu, bagaimana kalian akan menutupi affair kalian.

🌸🌸🌸

Sesampainya di kantor, aku mendapati kabar kalau atas perintah direktur aku diangkat menjadi sekretaris CEO yang baru. Karena menurut informasi, sekretarisnya yang terdahulu sudah dipecat oleh istri CEOnya karena kedapatan sedang asyik masyuk dengan suaminya.

Memang rumor yang santer terdengar, CEOnya ini penyuka selangkangan. Tak perduli milik siapa. Oww... Oww... Apa aku akan bekerja dengan lelaki seperti itu?

Tapi kenapa aku yang dipilih? Bukannya basic pendidikanku tak ada kaitannya dengan sekretaris.

"Kenapa aku?" tanyaku ke arah semua teman kantorku. Mereka hanya mengangkat bahu tanda tak mengerti.

"Amanda! Ini surat pemindahan tugasmu, mulai berlaku hari ini." Pak Darma memberiku amplop yang kuyakin berisi surat pengangkatanku.

"Berarti saya harus ke kantor utama Pak?" tanyaku tak paham.

"Tentu saja, sekarang kamu bisa berkemas. Nanti ada sopir yang akan menjemputmu."

"Maaf Pak, saya membawa mobil sendiri," terangku.

"Baiklah, ini alamat kantor utama."

Pak Darma memberiku kartu yang berisi logo perusahaan kami dan alamat kantor utama berada.

Perlu kalian ketahui, perusahaan tempatku bekerja selama ini merupakan anak cabang dari Dorman corp. Sebuah perusahaan yang menelurkan berbagai produk pakaian jadi dan aksesoris wanita. Mulai dari sepatu sampai make up.

Kenapa kantorku terpisah dengan kantor utama? Karena selama ini aku bekerja sebagai salah satu designer aksesoris. Ya, aku dan timku yang menciptakan berbagai macam pernak pernik perhiasan, mulai dari cincin sampai bros dan aksesoris lainnya.

Makanya aku sangat terkejut karena tiba-tiba saja aku harus dipindahkan ke kantor utama sebagai sekretaris. Meskipun aku sering mendengar rumor tentang CEO kami, namun aku belum pernah bertemu dengan beliau.

Sebenarnya aku dipromosikan atau sengaja ada yang berniat jahat padaku? Kenapa semuanya serba mendadak sekali?

Aku tidak akan mengetahui alasannya sampai aku tahu siapa yang sudah mengusulkan namaku.

Setelah aku berkemas mengambil semua barangku, dengan bantuan Bayu—seorang OB yang memang dengan suka rela membantuku membawa barangku yang tidak bisa dibilang sedikit.

Secara aku sudah menempati meja kerjaku selama enam tahun ini. Bahkan sebelum aku menikah dengan bajingan itu. Ah lupakan sejenak tentangnya.

Sesampainya di parkiran, segera saja kumasukkan beberapa barang yang bisa kubawa. Begitupun dengan Bayu.

"Makasih ya Bay."

"Sama-sama Bu, wah kantor kita kehilangan satu wanita cantik," gombalnya membuatku tersenyum.

"Tolong sampaikan maaf saya sama yang lain karena nggak sempet pamitan dengan layak. Kau tau kan, aku mesti sampai di kantor Utama tepat waktu," ujarku.

"Iya Bu, akan saya sampaikan," sahutnya dengan tulus.

"Ini buat kamu," kataku sambil memberikan dua lembar uang seratus ribuan.

"Tidak Bu, jangan. Saya membantu Ibu dengan tulus kok." Dia menolak uang pemberianku.

Jarang ada orang setulus Bayu. Aku menatapnya dengan pandangan penuh rasa terima kasih.

"Makasih banyak ya Bay. Kalau saya ada salah, tolong dimaafkan ya," kataku akhirnya sambil menyalaminya sebelum memasuki mobil dan berlalu menuju kantor Utama.

Jalanan Ibu kota memang selalu macet di jam kantor seperti saat ini. Aku mendesah pasrah. Makanya aku lebih suka berangkat pagi supaya tidak terjebak macet. Namun apalah daya, aku malah kembali terjebak macet kali ini.

Kenapa pemberitahuannya mendadak sekali? Coba kalau kemarin aku sudah diberitahu. Saat ini aku pasti sudah berada di ruangan nyaman kantor utama.

Aku mendesah lagi. Pikiranku jadi berkelana tak tentu arah hingga bunyi klakson kembali menyadarkanku.

Apa ini akan mendekatkanku akan targetku. Setidaknya di tempat kerjaku yang baru, orang tidak mengenal suamiku. Yah, kurasa situasinya mendukungku.

Semoga saja.

Beberapa saat akhirnya sampai juga aku di kantor utama. Dari kejauhan sudah terlihat gedungnya mencakar langit. Bangunan dengan kaca berwarna biru gelap melingkupinya. Berdiri gagah di tengah hiruk pikuknya kota. Di sanalah pusat aliran perusahaan. Kontrol utama.

Aku melangkah dengan tergesa dengan membawa surat kepindahanku dan tas kerjaku. Barangku yang lain bisa menyusul.

Sesampainya di lobby, aku berhadapan dengan wanita seusiaku dengan gaya anggunnya mengangguk menyapaku. Kukatakan kepentinganku dan dengan ramah dia memberitahu kemana ruangan CEO. Sepertinya permulaan yang bagus.

Untuk mencapai ruang CEO aku harus menaiki lift dulu. Untung liftnya masih terbuka. Dengan tergesa dan tak melihat ke dalam aku memasuki lift.

Nafasku memburu karena aku sedikit berlari tadi. Sambil meredakan nafasku kuedarkan mataku menatap penghuni lift. Ada beberapa pegawai yang hanya menunduk dengan wajah memerah. Aku tak tahu kenapa, tapi saat mataku melihat ke sebelah kananku, aku tahu alasan wajah mereka memerah.

Ada adegan live. Wajahku ikut merona karenanya. Oh ... Panasnya!!!

Ya Allah, Jakarta ternyata sangat panas. Apalagi dalam lift ini.

Aku memang sudah menikah, namun hingga detik ini lubang surgawiku masih tersegel rapat. Kalian pasti tahu kenapa bukan? Tentu saja karena terong suamiku lembek nggak bisa bangun. Alasannya dia impoten dan juga mandul. Dan bodohnya aku mempercayainya. Dan masih juga mencintainya. Tapi itu dulu, sekarang mataku sudah terbuka lebar.

Akan kucari kenikmatanku sendiri.

Tinggal menentukan targetku saja.

Bersambung

Woaaa, pernah nggak sih kalian secara live melihat adegan kamasutra??? On publik area???

Semoga nggak ya. Indonesia harus bebas dari hal-hal yang tabu begitu.

Menurut kalian, apakah Amanda dijebak??

Siapa nantinya yang jadi target Amanda sebagai penabur benih di rahimnya??

avataravatar
Next chapter