1 Pertemuan pertama - Hampir mati

Ini adalah hari pertama, yap hari pertama ketika aku kehilangan ingatanku dan juga hari pertama aku bertemu denganya.

"Hhhhaaahh..."

Beginilah awal ceritanya, (mungkin?)

___________________________________________________________________________

Aku membuka mataku, terbangun karena rasa sakit dan dingin yang menusuk.

Melihat ke atas, ada cahaya biru di balik kabut.

Menoleh ke sisi, Ada dinding batu tinggi yang membuamu takut.

Melihat ke bawah, Ada bebatuan dan pasir.

Tidak jauh dariku, adalah sungai yang mungkin membawaku ke sini.

Dan aku langsung merasa lelah setelah menyadari itu.

Kepalaku pening, dan tidak bisa berpikir. Jadi aku berbaring di atas kerikil dan pasir yang tidak nyaman, mencoba menjernihkan pikiranku dan mengingat penyebab aku berada di sini.

***

AAAAhhhhh....

Aku menjerit frustrasi saat menyadari bahwa aku tidak mengingat apapun. Pikiranku kosong. Aku kehilangan ingatanku.

Menjatuhkan diriku aku melihat langit di balik kabut di bawah jurang.

Kali ini selain rasa sakit dan dingin di sekujur tubuh, ada rasa takut yang mulai mengikis mental dan mendorong diriku menyerah untuk hidup. Seperti bisikan setan itu menenggelamkan diriku ke dalam kegelapan.

Waktu berlalu, entah berapa lama aku terus berbaring menatap langit di balik kabut dengan tatapan kosong.

Puk

Sesuatu jatuh mengenai keningku, membawa kesadaranku yang tenggelam kembali.

Aku duduk dengan bingung,Lalu cairan merah mengalir dari kening ke bawah.

'Ah, Aku akan mati'

Aku menatap kosong, dan cairan merah mulai turun dari dahi seingga akhirnya ke sudut bibir, dan tiba-tiba aku merasakan rasa manis.

'Eh, manis?'

Tanpa sadar aku menggerakan tanganku dan mengambil benda yang jatuh ke keningku, lalu memakannya.

'Berry?'

'Berry merah?'

Aku melihat ke atas tebing tinggi yang sedikit tertutup kabut. Berharap beberapa berry jatuh. Tapi ternyata, setelah waktu yang lama menunggu, tidak ada satupun berry yang jatuh. Jadi aku menyerah dengan enggan.

Insiden berry merah yang menimpa keningku telah membubarkan kebingunganku, dan membuatku berpikir sedikit lebih jernih.

Aku melihat lagi sekelilingku dengan pikiran lebih jernih, dan mendapatkan gambaran sedikit berbeda.

Sepertinya aku berada di bawah jurang, ada tebing yang mengapit kedua sisi. Oh, mungkin ini lebih baik di sebut canyon?. Pertama tama aku harus keluar dari tempat ini dan mencari tau siapa diriku. Aku mulai merenung memikirkan caranya. Melihat dinding tebing, sepertinya tidak mungkin untuk memanjat. Jadi pilihannya hanya menyusuri sungai, entah itu menuju ke hulu atau ke hilir.

Setelah perdebatan seningit dengan diriku sendiri, akhirnya aku memutuskan untuk pergi kehilir sungai. Tapi entah mengapa aku merasa lelah, seolah sesuatu yang membuatku merasa lelah sedang menungguku di depan.

'Haaaaahh.....'

Sambil mengela nafas panjang, aku mengambil langkah dan mulai menyusri sungai menuju ke hilir. Berharap menemukan hal atau sesuatu yang bisa mengeluarkanku dari tempat ini.

***

Kabut yang menutupi jurang perlahan mulai memudar, dan sinar matahari membuat pandangan tampak lebih baik. Meski begitu aku belum menemukan cara untuk keluar dari sini.

Melihat ke atas, aku pikir ini sudah waktunya makan siang.

Dingin dan rasa sakit kini telah berubah menjadi mati rasa, namun sesuatu datang menguras kekuatan tubuh dan mental, dan hal itu adalah rasa 'lapar'.

Dengan sedih aku melihat sekeliling, mencoba mencari sesuatu yang dapat dimakan. Aku juga mencoba melihat ke atas, berharap segunung berrry jatuh dari langit. Tapi itu hanyalah harapan.

Aku pun melanjutkan perjalanan, selain mencari jalan keluar sekarang tujuan baru di tetapkan, yaitu mencari makanan.

Setelah berjalan beberapa waktu, rasa lapar dan lelah akhirnya memaksaku untuk berhenti. Aku melihat sekeliling mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat. Dan akhirnya aku memutuskan untuk bersandar di sisi batu besar di dekat tebing.

***

Sementara itu di atas canyon ada sebuah hutan lebat yang hijau. Mahluk hidup di dalamnya sedang bersemangat menikmati musim semi saat ini. Kicauan burung dan bunyi serangga menciptakan orkestra alam. Semuanya terasa damai yang menyenangkan, mendorong keinginan seseorang untuk memjamkan mata untuk tidur siang.

Sayangnya suasana damai tidak berlangsung lama. Derap kuda, di iringi suara kereta memecah suasana tersebut. Dari pakaian mereka nampaknya mungkin kelompok prajurit elit atau kesatria terlatih. Tapi sayangnya mereka nampak sedikit lusuh, dan beberapa orang nampak terluka. Mungkin mereka telah mengalami penyergapan.

Melaju di hutan dengan kecepatan seperti itu tidak masalah untuk kuda, tapi untuk kereta kuda, hal itu akan menjadi sesuatu yang sulit. Dan akhirnya, hal yang di takutkan terjadi, kereta tergelincir dan menabrak pohon dengan di iringi jeritan seorang gadis muda terdengar dari dalam gerbong.

Segera seluruh pengawal dengan tangkas bergerak memposisikan diri untuk melindungi kereta kereta kuda atau lebih tepatnya orang yang ada di dalamnya, mereka nampak gelisah. Sementara satu di antara pengawal mendekati gerbong kereta kuda untuk memeriksa keadaan.

Ketika sang pengawal akan meletakan tangannya di pintu gerbong, sebuah panah melesat melalui pepohonan yang juga di sadari oleh sang pengawal. Pengawal itu berbalik dengan cepat dan menarik pedang di pinggangnya untuk menangkis panah yang masuk.

'Sial mereka sudah menyusul kami'

Pikir sang pengawal, dan suasana hatinya berubah menjadi rumit karena alasan tertentu.

"Nona muda, apakah kamu baik-baik saja?"

Pengawal itu bertanya dengan rasa hawatir dalam suaranya. Sesuatu menjadi buruk untuk nona mudanya akhir-akhir ini, dan terlebih hari ini mungkin adalah yang terburuk. Dia merasa sedih untuk nona mudanya, semenjak ibu nona muda meninggal segala sesuatu mengarah ke selatan. Penyergapan ini pun mungkin terkait dengan orang itu.

Dia sendiri tidak mengerti mengapa mereka mencoba menyingkirkan nona mudanya. Nona muda dan Nyonya tidak pernah keluar kastil, bahkan saat mereka dikirim kedaerah terpencil. Bukankah mereka benar-benar kejam.

Ketika sang pengawal sedang berdebat dalam dirinya sendiri, dia menyadari bahwa tidak ada tanggapan dari dalam gerbong. Hal tersebut membuatnya semakin cemas. Nona muda harus cepat keluar dari gerbong kereta, karena akan sangat berbahaya jika seandainya ada penyihir di kelompok penyergap.

Pengawal itu semakin cemas, dari sela-sela pohon di hutan, satu persatu sosok yang mengenakan pakaian hitam dan topeng muncul. Ada juga orang yang mengenakan pakaian seperti bandit. Sangat mungkin mereka dari dua kelompok berbeda, yang mungkin keduanya di kirim untuk membunuh nona muda.

Saat suasana tegang menyelimuti para pengawal, tawa seorang wanita bergema dari pepohonan.

'Itu dia, orang yang sebelumnya menembakanku dengan panah' pikir sang pengawal yang di depan gerbong sambil menoleh ke arah sumber tawa terdengar, dia tidak terlalu yakin apakah wanita tertawa itu yang menembaknya sebelumnya atau bukan, tapi instingnya mengatakan bahwa wanita itu pasti yang menembakan panah sebelumnya. Sang pengawal menatap ke arah sumber tawa dengan marah dan jengkel. Dia ingin mengeluarkan nona mudanya dari gerbong, tapi pemanah itu sangat merepotkan.

"Kalian, Brengsek pemalas, CEPAT-LAH bekerja atau aku akan memanggang KALIAN"

Semua pengawal segera memegang erat senjata mereka. Dan melalui aba-aba dari wanita di atas pohon, baik orang dengan pakaian hitam, maupun para bandit semuanya mulai bergerak.

Sebuah bentrokan langsung pun terjadi segera. Para pengawal bertarung dengan semua yang mereka miliki. Memang sedikit sulit bertarung sambil menggunakan kuda di hutan, seharusnya tidak jadi masalah menahan mereka bahkan jika tidak bisa mengalahkan lawan.

Namun kelompok pengawal telah langsung tersudut. Semua di karenakan pemanah yang menembakan panah dari atas pohon dengan serangan yang tidak terduga. Membuat mereka terus bertahan dan mewaspadai panah sehingga tidak bisa berkonsentrasi dengan musuh yang ada di depan.

Si pengawal yang dekat dengan gerbong kereta kuda sangat jengkel dengan pemanah yang menjengkelkan. Lawannya hanya seorang bandit, tapi dia tidak bisa mengalahkannya atau mengambil keuntungan. Itu sama dengan penyergapan sebelumnya.

Dengan kejengkelan memenuhi dirinya, si pengawal di dekat gerbong itu menurunkan tubuhnya untuk menghindari tebasan dari bandit. Dia berguling lalu melompat dengan serangan kuat, membuat bandit itu terlempar ke belakang, meskipun serangannya di blokir. Memanfaatkan jeda itu dia menoleh, menatap tajam, ke arah sebuah dahan pohon, dam mulai mengutuk.

"Sialan kau di sana"

"Brengsek jalang..!"

"Terkutuklah Jomblo monophose..."

"Nenek peot tak tahu malu, menjengkelkan. Jangan hanya menembak kami dengan panah"

"Datang kau ke sini, kau pengecut. Jangan hanya menyerang dari jarak jauh....!!!!"

Setelah mengeluarkan semua kejengkelannya si pengawal terengah-engah. Dia mengambil nafas dalam-dalam, dan menenangkan diri. Namun dia terkejut karena tidak mendengar suara pertarungan. Melihat sekeliling dia menemukan baik orang berpakaian hitam, maupun bandit semuanya menjaga jarak dengan takut dan marah menatapnya.

Si pengawal dekat gerbong dan juga yang lainnya bingung, mereka saling menatap. Seolah bertanya, 'Apa yang sedang terjadi?'. Tanpa di sadari si pengawal dekat gerbong menoleh ke arah cabang pohon tertentu, dan di sana nampaknya 'bergetar?'.

'Eh, aku punya firasat buruk!' si pengawal menelan ludah, dan bertanya-tanya apa yang salah. Lalu dia melihat cahaya merah dari langit, itu cahaya yang menembus celah-celah dedaunan pohon. Membuat sang pengawal menelan lebih banyak ludah.

"SIALAN...!!! LARI...!!!" Seorang yang berpakaian hitam mengutuk sambil melarikan diri, di ikuti para bandit dan seluruh kelompok yang menyergap. Mereka semua masing-masing mengutuk si pengawal tersebut dengan segunung kebencian di arahkan ke si pengawal dekat gerbong.

Teriakan-teriakan kutukan akhirnya menyadarkan para pengawal apa yang terjadi. Mereka mulai menjerit dan melarikan diri. Begitu juga si pengawal dekat dengan gerbong kereta. Dia melarikan diri tanpa sadar. Instingnya untuk bertahan hidup mengendalikan tubuhnya, meskipun otaknya masih di tutupi oleh kebingungan.

Ketika si pengawal sadar bahwa nona mudanya masih di dalam gerbong, dia sudah cukup jauh. Dia membeku di tempat dan menoleh kebelakang.

"Tidak mungkin..." Katanya dengan suara pelan.

"Maafkan aku nona muda, Maafkan aku nyonya"

"Aku tidak dapat melaksanakan dan menyelesaikan tugasku sebagai pelindung"

Ketika si pengawal sedang menyesal karena rasa bersalah dari tidak bisa melindungi dan menyelesaikan tugasnya ledakan besar terjadi. Gemuruh menggema di hutan, di iringi gelombang kejut dan uap serta kabut putih.

Ketika si pengawal melihat kabut putih yang menyapu wajahnya bersama dengan gelombang kejut dan dedaunan, dia tiba-tiba menyadari sesuatu.

'Mungkinkah?' Pikirnya dengan rumit, dia menoleh ke arah sumber ledakan.

***

Aku menatap langit biru sambil bersandar di batu.

Aku mengantuk. Tidak itu ngantuk berat. Karena kelelahan baik tubuh maupun mental.

Namun sayangnya aku tidak bisa tidur. Bahkan jika aku menginginkannya. Salah satu penyebabnya adalah si lapar.

Aku membayangkan sesuatu turun dari langit (mungkin kue?). Yah apapun, sesuatu yang mungkin berguna dan membawaku keluar, sebuah harapan ku layangkan dalam hati.

Aku mencoba memejamkan mata, mencoba mengistirahatkan tubuhku yang kelelahan.

Buuumm....!!!

'Sebuah ledakan?'

Aku tersentak kaget, dan menoleh ke atas tebing.

'Apakah itu akan runtuh?'

'Ini gawat'

Aku memaksa diriku yang kelelahan untuk bangkit dan menjauh sejauh mungkin.

Tapi sebelum aku melangkah, langit biru di atas tertutupi awan?

'Awan?'

Dan sesuatu jatuh tepat di atas kepalaku.

'Eh..?'

Aku menyeret tubuh lelahku untuk menghindari area hal itu akan jatuh.

Ketika aku menoleh kembali, memeriksa hal tersebut aku menyadari sesuatu.

'Perak?'

'Rambut?'

'Gadis?'

Eeeehhh

Tubuhku bergerak sendiri tanpa aku sadari, mengambil pijakan dari batu besar yang menjadi sandaranku dan melompat. Menangkap gadis yang jatuh. Bertingkah seperti pahlawan.

Tapi ketika aku sadar, momentum yang di bawa oleh gadis itu terlalu besar. Dan ketika aku mendarat, suara retak datang dari kakiku.

'Ah, itu patah...!'

Aku tersungkur kedepan, roboh bersama dengan gadis di pelukan (itu ga keren sama sekali, itu menyakitkan, aku ga bakalan bertingkah seperti pahlawan lagi. Dan aku sekarat.. T-T). Ketika aku roboh kepalaku membentur sesuatu yang keras dan pingsan.

Aku hampir mati.

avataravatar