10 Ark:Teror Kastil Setan Bgagian 1

Renjun masuk ke asramah utama NCT. Begitu ia menutup pintu, terdengar suara Taeil memanggil dari dapur.

"Kaukah itu, Renjun?"

"Ya, Hyung." Renjun pergi ke pintu dapur. Taeil, sibuk membuat kue donat.

"Bagaimana di perpustakaan tadi?" tanya Taeil.

"Baik-baik saja," jawab Renjun. Jawabannya selalu begitu, karena suasana di perpustakaan tidak pernah berubah. Selalu tenang. Renjun di samping menjadi idol di SM, jika tidak ada jadual latihan atau tidak ada secejule pasti membantu di perpustakaan di gedung SM. Tugasnya menyortir kembali buku-buku yang dikembalikan dan membantu penyusunan daftar buku.

"Tadi Doyoung dan Jisung, mencarimu," kata Taeil lagi, sambil terus menggiling adonan kue. "Dia meninggalkan pesan untukmu."

"Apa katanya hyung?" seru Renjun bersemangat.

"Aku tadi mencatatnya. Ada dalam kantongku. Nanti sebentar, kuselesaikan dulu adonan ini."

"Masa hyung tidak ingat apa yang dikatakannya! Mungkin ia memerlukan aku dengan segera.''

­"Kalau pesan biasa, bisa kuingat," jawab Taeil, "tapi Doyoung tadi tidak meninggalkan pesan yang biasa, Membingungkan!"

"Doyoung hyung memang suka pada kata yang aneh-aneh," kata Renjun, ia berusaha menekan rasa tidak sabarnya, "Doyoung hyung banyak sekali membaca di perpustakaan, dan kadang-kadang pembicaraannya agak sulit dimengerti."

"Huh! Bukan cuma kadang-kadang saja!" tukas Taeil. "Anak itu sangat

luar biasa. Sampai sekarang aku masih belum bisa mengerti, bagaimana dia bisa menemukan cincinku."

Taeil menyinggung kejadian musim gugur sebelum itu, yaitu ketika cincin hilang. Kebetulan Taeil mengatakan pada Doyoung kalau cincinya hilang. Kemudian Taeil dimintanya agar menceritakan segala hal yang di lakukan pada hari cincin itu hilang. Setelah Taeil selesai bercerita,

Doyoung langsung pergi ke sepen, yaitu bilik tempat menyimpan bahan makanan. Ia meraihkan tangannya ke atas rak, meraba-raba di belakang sederet botol berisi acar tomat. Dan ketika tangannya itu ditarik kembali, ia sudah memegang cincin Taeil yang hilang. Ternyata Taeil melepaskannya dan menaruh di situ, ketika mencuci botol-botol itu sebelum dipakai.

"Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana dia bisa menebak cincinku ada di tempat itu, " kata Taeil.

"Kurasa Doyoung hyung tidak bisa menebak, tapi menarik kesimpulan," kata Renjun menjelaskan. "Begitulah cara otaknya bekerja,.. Hyung, tidak bisa sekarang juga Taeil hyung mengambil pesannya?"

"Sebentar lagi," jawab Taeil, sambil menggiling terus adonan supaya semakin tipis, "0 ya - bagaimana persisnya kabar yang dimuat pada halaman depan koran kemarin, mengenai Doyoung memenangkan hak pemakaian sedan Rolls-Royce selama tiga puluh hari?"

"Ah - itu suatu perlombaan yang diadakan sebuah perusahaan penyewaan mobil, yaitu SM Auto Rental Company," kata Renjun menjelaskan. "Perusahaan itu meletakkan sebuah bejana besar yang penuh berisi kacang buncis di jendela etalase mereka. Mereka menjanjikan hadiah pemakaian Rolls-Royce lengkap dengan supir bagi siapa yang berhasil paling dekat menerka jumlah tepat kacang buncis dalam bejana itu, dan ternyata Doyoung hyung menang....Aduh, Hyung, tidak bisa sekarang saja catatan pesan itu Tail hyung ambil dari kantong?"

"Baiklah," kata Taeil, lalu membersihkan tepung yang melekat di tangannya, "Tapi sekarang mau apa Doyoung dengan sedan Roll-Royce

yang lengkap dengan supir, biarpun cuma untuk tiga puluh hari?"

"Begini, Hyung. Doyoung hyung, aku dan Jisung berniat..."

Renjun sebenarnya hendak menjelaskan, tapi Taeil sama sekali tidak memperhatikan ia menyerocos sendiri.

"Sekarang ini segala macam barang bisa dimenangkan," katanya. "Aku bahkan membaca ­berita tentang seorang wanita yang memenangkan hadiah dalam suatu acara televisi, Hadiahnya rumah perahu, Padahal dia tinggal di gunung. Jelas saja wanita itu bingung, tidak tahu mau diapakan hadiah itu." Sambil bicara, Taeil mengeluarkan secarik kertas dari kantongnya. .

"Ini dia pesannya," katanya. "Di sini kutulis: "Gerbang Hijau Satu, Mesin

cetak sudah mulai bekerja. "

"Wah! Terima kasih, hyung," seru Renjun sambil bergegas pergi. Di ambang pintu ia tertegun sesaat, karena dipanggil Taeil. .

"Renjun! Apa lagi arti pesan itu? Doyoung memakai bahasa sandi, ya?"

"Ah, tidak. Itu bahasa yang biasa, hyung. Aku harus cepat-cepat pergi. hying!"

Renjun bergegas ke luar, memakai sepatunya lalu cepat-cepat berlari menuju ke tempat biasa Doyoung, Jisung dan dia berkumpul.

Kalau sedng berlari, penopang kakinya nyaris terasa mengganggu sekali. Alat itu dipasang ke kakinya oleh Dokter sebagai akibat kecelakaan yang dialami olehnya ketika petualanganya di hutan timur saat mencoba mengejar heli yang hendak menyelamatkanya satu bulan yang lalu. Kakinya patah di berbagai tempat. Rekor baru dalam kasus patah kaki, kata orang di rumah sakit. Tapi walau begitu Dokter mengatakan bahwa penopang kakinya tidak akan dipakai untuk selama-lamanya, apabila kakinya sudah sembuh sama sekali, dia juga bisa menari lagi tapi Dokter melarangnya untuk menari selama tiga bulan. Walaupun sekarang pun penopang itu pada umumnya tidak dirasakan terlalu mengganggu. Cuma kadang-kadang saja menjengkelkan.

­Renjun melewati gerbang depan. yang dilengkapi dengan sepasang pintu besar dari besi, yang didapat dari pekarangan gedung yang terbakar habis. Renjun berlari hampir seratus meter lebih jauh, lalu berhenti dekat pojok pekarangan. Pagar di situ dihiasi dengan gambar laut berombak hijau, serta kapal layar bertiang dua yang terombang-ambing dilanda badai. Renjun berhenti, tepat di depan dua lembar papan pagar yang dicat hijau. Tempat itulah yang dijadikan pintu masuk pribadi oleh Doyoung, dengan penamaan Gerbang Hijau Satu, Renjun mencocok mata seekor ikan yang muncul dari air memandang perahu layar yang nyaris tenggelam. Kedua papan hijau langsung terangkat ke atas. Renjun masuk melewati celah sempit di pagar. Setelah itu kedua papan diturunkannya kembali. Dia sudah berada dalam pekarangan tempat penjualan barang bekas, di sudut yang oleh Doyoung dijadikan bengkel. Tempat itu terbuka, kecuali atap selebar kira-kira dua meter yang terpasang sepanjang sisi dalam pagar, maneger mereka menaruh barang- barang yang masih baik di bawah atap itu.

Ketika Renjun masuk ke bengkel, Doyoung sedang duduk di sebuah kursi putar yang sudah tua. Ia menggigit-gigit bibir, tanda otaknya sedang bekerja keras, Jisung sibuk dengan sebuah mesin cetak kecil. Alat itu dulunya dibeli Maneger mereka dalam keadaan rusak. Doyoung kemudian mengutak-utiknya, sampai akhirnya bisa dipakai lagi.

Mesin cetak itu bergerak mundur-maju, berdentang-dentang. Jisung yang berambut coklat sibuk meletakkan kartu-kartu berwarna

putih, lalu mengambilnya lagi. Itulah arti pesan Doyoung yang disampaikan lewat Taeil. Mesin cetak sudah mulai bekerja, dan dia memanggil Renjun agar datang lewat Gerbang Hijau Satu.

Ketiga anak itu tidak bisa dilihat dari kantor perusahaan SM yang terletak di dekat gerbang utama. Member NCT lainya juga tidak. Apalagi Jaemin dan Haecan, karna begitu melihat Renjun, Jisung dan Doyoung di dekatnya, pikirannya selalu cuma satu. mengacaukan semuanya!

Dalam usahanya membela diri dari gangguan Jaemin dan Haecan, dari saat ke saat Doyoung mengatur tumpukan barang bekas, sehingga akhirnya tumpukan itu menutupi bengkelnya. Kini dia, Renjun dan Jisung bisa merasa aman, apabila ingin melakukan kegiatan yang selalu mereka bertiga lakukan.

Sementara Renjun mencari tempat untuk dia duduk, Jisung menghentikan mesin cetak. Disodorkannya selembar kartu yang baru selesai dicetak pada Renjun. "Coba lihat ini!" katanya, Kartu yang disodorkannya itu kartu nama perusahaan. Di atasnya tertera: ­

NEO CULTURE DETEKTIF

"Kami menyelidiki segala-galanya"

? ? ?

Penyelidik Pertama - Kim Doyoung

Penyelidik Kedua - Park Jisung

Catatan dan Riset - Hwang Renjun

"Wah gaya hyung!" kata Renjun kagum, "Jadi Doyoung hyung sudah memutuskan untuk memulainya?"

"Kita kan sudah lama ngomong ingin membuka biro penyelidikan," kata Doyoung. "Sekarang setelah aku memenangkan hak memakai mobil Rolls Royce siang-malam selama tiga puluh hari, kita bisa bebas pergi ke mana saja mencari kejadian-kejadian misterius. Karena itu kuputuskan untuk mulai saja. Sekarang kita resmi menjadi NCD, Neo Culture Detektif. Selaku Penyelidik Pertama, aku yang berwenang di bidang perencanaan. Lalu Jisung sebagai Penyelidik Kedua, memimpin semua aktivitas yang memerlukan tenaga jasmani. Kau, Renjun, karena saat ini agak terhalang kemampuanmu untuk mengikuti orang yang dicurigai atau memanjat pagar-pokoknya segala jenis pekerjaan yang memerlukan kelincahan maka kau menangani tugas penelitian yang mungkin diperlukan dalam menghadapi kasus-kasus nanti. Kau juga bertugas mencatat segala galanya yang kita lakukan."

"Aku sih setuju saja," kata Renjun. "Pengalamanku di perpustakaan akan sangat membantu dalam tugasku itu."

"Penyelidikan gaya modern memang banyak memerlukan kegiatan riset." kata Doyoung. "Tapi kau kulihat memandang kartu perusahaan kita dengan cara yang begitu aneh. Kalau aku boleh bertanya, kenapa?"

"Ah, tidak apa-apa hyung! Cuma ini, ketiga tanda tanya ini," kata Renjun, "maksudnya untuk apa?"

"Sudah kutunggu pertanyaanmu itu hyung," kata Jisung, "Kata Doyoung hyung, Renjun hyung pasti akan bertanya, Semua orang akan menanyakannya,"

"Tanda tanya merupakan tanda yang dikenal di mana-mana dan melambangkan sesuatu yang tidak diketahui," kata Doyoung dengan lagak sok tahu, "Kita siap-siaga menyelidiki dan memecahkan setiap teka-teki, misteri atau hal-hal membingungkan, yang diajukan siapa saja pada kita. Karenanya tanda tanya menjadi lambang usaha kita. Tiga tanda tanya yang bergabung, akan selalu berarti Trio NCD."

Renjun menyangka Doyoung sudah selesai dengan penjelasannya. Sesaat dia lupa macam apa hiungnya itu, Doyoung sebenarnya baru mulai.

"Tambahan pula, tanda tanya akan merangsang minat," sambungnya. "Ketiga tanda tanya itu akan menyebabkan orang bertanya apa artinya.Persis seperti yang baru saja dilakukan. Dengan bantuan tanda tanya itu, orang akan ingat pada kita. Itu berarti publisitas! Setiap usaha memerlukan publisitas, supaya bisa menarik calon langganan."

"Hebat," kata Renjun. Dikembalikannya kartu yang dipegangnya ke tumpukan kartu yang telah selesai dicetak oleh Jisung. "Sekarang kita sudah punya perusahaan. Tinggal kasusnya saja yang harus datang. untuk diselidiki:"

Jisung menatap Renjun dengan sikap gagah, "Renjun hyung," katanya, "kasus itu sudah ada"

"Maaf, perlu dibetulkan" selah Doyoung, ia meluruskan sikap sambil merapatkan geraham. Kalau ia sudah begitu, tampangnya yang biasanya tampan, langsung nampak lebih tampan.

"Sayangnya, masih ada satu rintangan kecil," sambungnya. "Memang sudah ada satu kasus, yang rasanya bisa kita pecahkan dengan mudah. Tapi kita belum menerima order untuk menanganinya."

"Kasus apa itu?" tanya Renjun bersemangat.

"Renjun hyung tahu kan, siapa Bong Joon-Ho?" tanya Jisung. "Nah, Mr. Bong Joon-ho saat ini sedang mencari sebuah rumah yang benar-benar ada hantunya. "Ayahku yang mendengar kabar itu, di studio."

Ayah Jisung, Mr. Park, ahli special-effects'. Ini istilah film, televisi dan radio, Seorang ahli 'special-effects', tugasnya membuat tiruan kejadian-kejadian alam dan fantasi dalam studio, Misalnya saja membuat hujan, kilat, derap kaki kuda dan lain-lainnya. Tentu juga menciptakan bayangan hantu Mr. Park bekerja di salah satu studio film di SBS. (ini cuma fiksi yah soalnya aku nggak tahu pekerjaan ayahnya Jiisung apaan)

"Rumah berhantu?" tanya Renjun dengan kening berkerut. "Bagaimana. caranya memecahkan rumah berhantu?"

"Bukan rumahnya yang kita pecahkan," kata Doyoung dengan nada agak kesal. "Rumah itu kita selidiki, apakah benar-benar berhantu atau tidak. Publisitas kasus itu akan menyebabkan nama kita dikenal orang. sehingga NCD setelah itu bisa mulai berkembang, sama seperti NCT, NCD akan terkenal, apalagi dengan penyelidik member NCT seperti kita."

"Cuma Mr. Bong Joon-Ho tidak menyuruh kita menyelidiki rumah berhantu untuk keperluannya itu," kata Renjun. "Dan itu yang hyung sebut rintangan kecil?"

"Kita harus mendesaknya agar menugaskan kita," kata Doyoung, "Itu langkah berikut."

"Ya, tentu saja," kata Renjun dengan nada menyindir. "Kurasa menurut hyung kita langsung saja memasuki ruangan kantor salah seorang sutradara yang paling termasyhur, lalu mengatakan padanya, Anda memanggil kami, Sir"

"Perinciannya agak meleset, tapi gagasannya kurang lebih begitulah."

kata Doyoung "Aku sudah menelepon Mr. Bong Joon-Ho, untuk bertemu dengan dia."

"Hyung meneleponnya?" tanya Jisung. Dia melongo, persis seperti Renjun, "Dan dia bilang mau ketemu dengan kita?"

"Tidak," kata Doyoung mengaku. "Sekretarisnya tidak memberi kesempatan padaku untuk bicara sendiri dengan dia."

"Bisa kubayangkan," kata Jisung.

"Sekretaris itu bahkan mengatakan, jika kita berani mendekati Mr. Bong Joon-Ho, ia akan memanggil polisi supaya kita ditahan," sambung Doyoung

"Ternyata musim panas ini sekretaris Mr. Bong Joon-Ho sedang cuti. Penggantinya untuk sementara seorang gadis yang pernah menjadi idol di SM sini. Ia beberapa kelas lebih tinggi dari kita. Tapi kalian pasti masih ingat pada dia, Namanya Jesica."

"Jesica SNSD yang sok mengatur itu!" seru Jisung. "Tentu saja aku ingat padanya!"

"Ya, ya aku juga ingat, dia dulu suka membantu-bantu di perpustakaan SM, dan menyuruh-nyuruh anak-anak yang lebih kecil dari dia," kata Renjun.

"Wah, kalau Jesica sekarang menjadi sekretaris Mr. Bong Joon-Ho, sudahlah, kita lupakan saja rencana itul Biar tiga harimau pun, takkan mampu lewat kalau Jesica yang itu menghalangi."

"Justru rintangan yang membuat hidup ini menarik," kata Doyoung

"Besok pagi kita semua berangkat dengan mobil baru kita ke gedung SBS, untuk mengunjungi Mr. Bong Joon-Ho. Lagi pula unit Dream tidak ada kegiatan kan selama 3 bulan kedepan, unit ku juga sama."

"Dan memberi kesempatan pada Jesica untuk memanggil polisi supaya kita ditahan?" teriak Renjun, "Aku tidak maul Lagi pula, aku besok sibuk sehari penuh di perpustakaan SM."

"Kalau begitu aku dan Jisung saja yang pergi. Nanti akan kutelepon perusahaan penyewaan mobil, untuk mengatakan bahwa mobil yang Kumenangkan akan mulai kupakai besok pagi. jam sepuluh. Dan kau, Renjun." kata Doyoung menambahkan, "karena kau toh akan terus berada di perpustakaan besok, coba kaucari keterangan mengenai ini dalam kumpulan surat kabar dan majalah-majalah tua."

Doyoung menuliskan dua patah kata di balik salah satu kartu nama perusahaan mereka, lalu menyodorkan kartu itu pada Renjun. Renjun membacanya, lalu menelan ludah beberapa kali. Matanya menatap kedua patah kata itu. "Terror Castle, Puri Kengerian, atau lebih enak kalau dikatakan: Puri Setan! Baiklah, hyung - kalau Doyoung hyung menugaskan begitu," katanya.

"Neo Culture Detektif mulai beraksi," kata Doyoung. Tampangnya kelihatan puas.

"Jangan lupa, kalian harus selalu mengantongi beberapa lembar kartu perusahaan kita, sebagai tanda pengenal. Dan besok semua harus menunaikan tugas, biar apa pun tugas itu!"

********

Keesokan paginya, Doyoung dan Jisung sudah menunggu-nunggu di depan gerbang Asrama utama NCT, jauh sebelum saat mobil Rolls-Royce direncanakan akan tiba di situ, Keduanya memakai pakaian mereka yang terbaik. Setelan necis dengan kemeja putih serta dasi. Rambut dibasahi dan disisir rapi. Muka mereka yang putih, pagi itu nampak bersih berkilat kilat karena digosok bersih-bersih dengan sabun. Bahkan kuku tangan mereka pun berkilauan karena disikat,

Tapi ketika mobil besar yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, ternyata kilauannya mengalahkan mereka, Mobil itu Rolls-Royce model antik, dengan lampu sorot depan sebesar gendang serta kap yang panjang sekali. Karoserinya berbentuk persegi empat, mirip kotak Tapi semua bagian tambahan - termasuk pegangan pintu dan bumper - berlapis emas, berkilau-kilauan kena cahaya matahari. Karoseri yang dicat emas nampak begitu mengkilat, mirip cermin licinnya.

"Astaga," bisik Jisung dengan kagum, ketika mobil itu meluncur ke arah mereka, "Kelihatannya kayak mobil yang biasa dipakai miliarder berumur seratus sepuluh tahun"

"Rolls-Royce itu mobil antik termahal di Dunia," kata Doyoung. "Dan yang ini spesial dibuat atas pesanan seorang Arab raja minyak yang tinggi seleranya. Sekarang dipakai oleh perusahaan penyewaan mobil untuk keperluan reklame."

Mobil itu berhenti di dekat mereka. Dengan tangkas pengemudinya keluar. Orang itu langsing dan jangkung. Tingginya lebih dari satu meter delapan puluh. Mukanya lonjong, nampaknya ramah. Ia membuka topi seragamnya, lalu menyapa Doyoung.

"Master Doyoung?" katanya dengan logat Koreanya yang kentara sekali.

"Saya Kim Jongin, supir Anda."

"Ah - eh, apa kabar. Kai hyung," kata agak tergagap, karna kaget. "Harap panggil saya Doyoung saja, seperti biasa, kenapa Kai hyung yang menjadi supir"

"Wah, Young - kamu harus menyapa saya dengan Jongin saja," kata laki-laki jangkung itu dengan paras agak kikuk. "peranya begitu.

Dan menurut peran pula, saya harus menyapa majikan dengan cara agak resmi. kamu sekarang majikan saya, dan saya ingin mempertahankan adat kebiasaan sebagi supir."

"Baiklah - kalau harus memang begitu, Jongin hyung," kata Doyoung

"Terima kasih, Sir. Mulai sekarang saya serta mobil ini tersedia untuk Anda selama tiga puluh hari."

"Tiga puluh hari, yang masing-masing terdiri dari dua puluh empat jam," kata Doyoung. "Begitulah perumusan hadiah sayembara, iyakan hyung."

"Tepat, Sir." Kai membukakan pintu belakang. "Silakan masuk, Sir"

"Terima kasih." kata Doyoung sambil masuk ke dalam mobil bersama Jisung. "Tapi Jongin hyung tidak perlu membukakan pintu - kami kan masih muda. jadi bisa membuka pintu sendiri."

"Kalau Anda tidak keberatan, Sir," jawab Kai, "saya ingin memberikan segala pelayanan seperti yang seharusnya saya lakukan. Sebab kalau tidak, saya khawatir saya akan di marahi pihak perusahan saimbara, karna saya diminta menjadi paket pelengkap."

"O, begitu," Doyoung merenung sesaat, sementara Kai mengambil tempat di belakang setir. Lalu Doyoung berkata lagi. "Tapi adakalanya kami harus cepat-cepat masuk atau keluar, Hyung. Mungkin kami tidak sempat menunggu Kai hyung, eh Jongin hyung membukakan pintu dulu. Bagaimana jika keluar masuk sendiri, kecuali pada awal dan akhir perjalanan?"

"Baiklah, Sir. Dan panggil Kai saja tidak apa lah, susah kalau sudah biasa." Lewat kaca spion kelihatan bahwa supir sekaligus member exo itu tersenyum. "Itu penyelesaian yang sangat baik."

"Eh, kami mungkin tidak sebegitu anggun seperti orang-orang yang pernah Anda supiri," kata Doyoung sedikit jail dan berterus terang. "Dan ada kemungkinan pula kapan-kapan kami harus pergi ke tempat-tempat yang agak aneh Barangkali ini bisa membantu menjelaskan maksudku." Doyoung menyodorkan kartu usaha Neo Culture Detektif pada Kai

Kai itu mempelajari kartu itu dengan serius. "Saya rasa saya mengerti sekarang. Sir," katanya kemudian, "Dan saya merasa senang menghadapi tugas ini. Asyik, sekali-sekali menjadi supir anak muda yang berjiwa petualang. Tapi petualangan dalam arti kata baik, Sir," katanya buru-buru menambahkan, "Penumpang saya belakangan ini kebanyakan sudah agak tua, dan sangat hati-hati. Ke mana kita sekarang, Sir?"

Jisung dan Doyoung senang sekali karna yang menjadi supir adalah Kai yang ramah itu.

"Kami ingin pergi ke SBS Studios." kata Doyoung. "Kami hendak mengunjungi Mr. Bong Joon-Ho. Saya - anu - saya kemarin sudah meneleponnya."

"Baik, Master Doyoung."

Sesaat kemudian mobil mewah itu sudah meluncur di jalan yang melintas bukit-bukit, menuju ke SBS Studios, Kai menoleh sebentar, untuk mengatakan, "Masih perlu saya katakan, di mobil ini tersedia pesawat telepon serta minuman untuk keperluan Anda."

"Terima kasih," kata Doyoung. Sikapnya sudah berubah, Bergaya, sesuai dengan sikap penumpang mobil yang begitu. Ia membuka sebuah kotak kecil yang ada di depannya, dan meraih pesawat telepon yang ada di situ.

Alat komunikasi itu juga berlapis emas. Tapi tidak diperlengkapi dengan cakram nomor. Yang ada cuma tombol tekan.

"Ini telepon mobil," kata Doyoung pada Jisung. "Kalau mau bicara, tombol ini harus ditekan lalu minta pada operator agar disambungkan dengan nomor yang hendak kita hubungi. Tapi sekarang kita belum memerlukannya." Dengan agak menyesal, Doyoung mengembalikan pesawat telepon ke tempatnya, lalu duduk dengan santai. Kelihatan bahwa ia sebenarnya kepingin sekali bergaya, menelepon dari mobil.

Perjalanan itu menyenangkan, tapi tanpa ada kejadian apa-apa. Tidak lama kemudian sudah sampai di daerah perkantoran SBS. Ketika sudah hampir sampai ke tujuan, Jisung mulai nampak gelisah.

"Hyung," katanya, "coba kau ceritakan bagaimana kita nanti bisa melewati gerbang studio. Kau kan tahu betul, studio-studio semuanya bertembok tinggi dengan penjaga, yang gunanya untuk mencegah supaya orang orang seperti kita ini tidak bisa masuk. Kita takkan mungkin bisa menerobos ke dalam"

"Aku sudah punya siasat" kata Doyoung. "Mudah-mudahan saja bisa jalan, karena kelihatannya kita sudah sampai."

Rolls-Royce mewah itu meluncur di jalan yang dipagari tembok tinggi.

Tembok itu sangat panjang, tempat dua blok disita semua dengannya. Di atas tembok terpasang papan nama dengan tulisan besar-besar. SBS STUDIOS. Nampak jelas tembok itu ada di situ untuk satu tujuan saja.

Untuk mencegah sembarang orang bisa masuk, seperti kata Jisung.

Di bagian tengah tembok ada gerbang besi yang tinggi. Gerbang itu Terbuka pintunya, Seorang laki-laki berpakaian seragam duduk dalam sebuah rumah kecil di sampingnya, Kai membelokkan Rolls Royce, masuk ke gerbang. Seketika itu juga penjaga yang di situ meloncat bangun.

"He, nanti dulu!" teriak orang itu, mau ke mana?"

Kai menginjak rem.

"Anda punya kartu pas?" tanya penjaga.

"Kami tidak memerlukannya, karena Master Doyoung sudah menelepon Mr. Bong Joon-Ho," jawab Kai.

Itu memang benar, Doyoung sudah menelepon Mr. Bong Joon-Ho, walau tidak dijawab.

"Oh'' Penjaga gerbang menggaruk-garuk kepala dengan sikap sangsi. Saat itu Doyoung membuka jendela, lalu menjulurkan kepala ke luar.

"My good man," katanya menyapa penjaga gerbang. Jisung menoleh dengan kaget, karena tahu-tahu Doyoung berbicara dengan logat asli Inggris. Doyoung belum pernah mendengar Doyoung berbicara dengan logat yang begitu. Rupanya selama itu ia berlatih secara sembunyi-sembunyi la mengulangi sapaannya, "My good man, kenapa kita tertahan di sini?"

"Astagal" bisik Isung pada dirinya. Ia tahu, semasa kecilnya dulu Doyoung pernah menjadi aktor televisi. Ia pun tahu, Doyoung sangat berbakat dalam meniru gaya orang. Tapi yang ini belum pernah dipamerkannya.

Doyoung menggembungkan pipinya. Bibirnya dikerucutkan sedikit ke depan, sementara ia memandang penjaga itu dengan hidung agak terangkat. Saat itu Doyoung mirip sekali tampangnya dengan Bong joon-Ho. Tentu saja Joon-Ho yang masih muda dan agak kurang ajar, tapi walau begitu kemiripannya sangat menyolok.

"Anu - saya perlu tahu, siapa yang hendak mengunjungi Mr. Bong Joon-Ho." kata penjaga dengan gugup.

"Begitu," Sekali lagi Doyoung menatap dengan sikap angkuh, "Kurasa aku perlu menelepon pamanku."

Diambilnya pesawat telepon yang berlapis emas. Tombol penghubung ditekan, lalu ia meminta agar disambungkan pada nomor yang disebutkan olehnya. Doyoung menyebutkan nomor telepon di "SM Entertaiment".

Ia memang tidak menelpon pamanya tapi menelpon Taeil.

Penjaga gerbang melihat sekali lagi mobil mewah itu, Dilihatnya Doyoung memegang gagang telepon berlapis emas.

"Ah - tuan masuk sajalah," katanya dengan cepat. "Nanti saya teleponkan bahwa Anda dalam perjalanan."

"Terima kasih," kata Doyoung. "Kita terus, Kai Hyung."

Mobil bergerak lagi. Doyoung duduk lagi dengan santai, sementara kendaraan yang ditumpangi membelok masuk ke suatu jalan kecil. Di kiri kanan jalan terbentang halaman rumput hijau dipagari pohon palem. Nampak rumah kecil-kecil tapi indah berjejer-jejer di situ. Lebih jauh lagi nampak atap melengkung dari studio-studio besar tempat membuat film dan rekaman televisi. Sejumlah pemain dengan kostum beraneka ragam berduyun-duyun ke arah salah satu studio itu.

Walau mereka kini sudah berada di dalam kompleks studio, Jisung masih tetap belum membayangkan bagaimana rencana kawannya agar bisa ketemu dengan Mr. Bong Joon-ho. Tapi ia tidak sempat lama gelisah, karena Kai sudah menghentikan mobil di depan sebuah rumah besar,

Seperti kebiasaannya di berbagai studio film, masing-masing sutradara diberi tempat tersendiri, di mana mereka bisa bekerja tanpa diganggu orang lain. Di depan rumah itu terpasang papan dengan tulisan rapi:

BONG JOON-HO.

"Tunggu kami di sini, Kai Hyung," kata Doyoung pada Kai, yang bergegas membukakan pintu, "Aku belum tahu akan berapa lama kami di sini."

"Baik, Sir."

Doyoung berjalan mendului, menaiki jenjang yang cuma satu, melewati pintu dan masuk ke ruang penerimaan tamu yang sejuk karena ada alat pengatur hawa di situ. Seorang gadis berambut pirang duduk di belakang meja. Ia baru saja meletakkan gagang telepon kembali ke tempatnya. Jisung semula tidak mengenali Jesica yang sudah lama tidak dia lihat. Tapi ia langsung ingat lagi, begitu gadis itu membuka mulut.

"Jadi ternyata kau berhasil juga masuk" tukas Jesica, ia menatap Doyoung, sambil bercekak pinggang. "Kau pura-pura keponakan Mr. Bong Joon Ho, ya! Nah, kita lihat saja sekarang, betapa cepatnya polisi studio menyingkirkan dirimu dari sinil"

Jisung sudah lesu saja melihat gadis itu meraih gagang telepon lagi. Tapi Doyoung tidak secepat itu gentar.

"Tunggul" katanya.

"Tunggu apa lagi?" tanya Jesica sambil mencibir. "Kau masuk ke mari karena menipu penjaga gerbang, mengaku keponakan Mr. Bong Joon Ho."

"Itu tidak benar," Jisung merasa perlu membela teman, "Penjaga itu yang keliru menarik kesimpulan."

"Kau jangan ikut campur:" kata Jesica memperingatkan Jisung.

"Kim Doyoung ini pengganggu ketenteraman umum, dan aku bermaksud menyingkirkannya dari sini."

Sekali lagi Jesica siap untuk berbicara lewat telepon, Dan sekali lagi Doyoung Jones membuka mulut.

"Tidak baik jika tergesa-gesa bertindak, Miss Jesica," katanya. Jisung kaget, karena Jupiter kembali berbicara dengan logat Inggris yang tadi.

Dan sesaat tampangnya juga berubah, nampak seperti yang tadi menyebabkan penjaga gerbang terkesan, ia nampak mirip Bong Joon Ho yang masih muda belia.

"Saya rasa Mr. Bong Joon Ho pasti berminat untuk melihat peragaan bakat akting saya," kata Doyoung. Gagang telepon terlepas dari pegangan Jesica, gadis itu mendongak dengan cepat.

"Kau -" katanya terbata-bata, seakan-akan kehabisan perkataan, Tampangnya nampak berrtambah galak. "Yo, Kim Doyoung, aku yakin Mr. Bong Joon Ho ingin melihat peragaanmu itu."

"Ehem! Miss Jesica."

Doyoung dan Jisung berpaling dengan cepat, mendengar suara itu yang datangnya dari belakang mereka. Bahkan Jesica pun kelihatan kaget.

Mereka menatap Bong Joon-Ho yang berdiri di ambang pintu kantor.

"Ada apa, Miss Jesica?" tanya Mr. Bong Joon-Ho, "Dari tadi saya menekan bel, memanggil Anda."

"Ini - pemuda ini punya sesuatu, yang menurutnya pasti menarik minat Anda." kata Jesica,

hari ini saya tidak bisa menerima siapa-siapa," jawab Mr. Bong Joon-Ho. "Suruh dia pergi."

"Saya yakin Anda pasti mau melihat ini, Mr. Bong Jonn-Ho." kata Jesica mendesak. Ada sesuatu dalam nada suara gadis itu yang menimbulkan perasaan tidak enak, pada diri Jisung. Dan Mr. Bong Joon-Ho juga menangkap nada itu rupanya, karena ia memandang Jisung dan Doyoung dengan heran kemudian dia mengangkat bahu.

"Baiklah. Kalian ikut aku."

Sambil berkata begitu dia berpaling, lalu menuju ke sebuah meja kerja yang lebar sekali. Kalau dibilang sebesar lapangan tenis, rasanya tidak terlalu berlebih-lebihanl Sesampai di situ, dia lantas duduk di sebuah kursi putar. Doyoung dan Jisung tegak di depannya, sementara Jesica menutup pintu.

"Nah, sekarang apa yang harus kulihat? Aku cuma bisa memberikan waktu lima menit" kata Mr. Bong Joon-Ho,

"Ini yang hendak saya perlihatkan pada Anda, Sir," kata Doyoung dengan sopan, sambil menyodorkan selembar kartu nama Neo Culture Detektif.

Saat itu Jisung baru sadar bahwa Doyoung sedang melaksanakan rencana aksi yang sudah disiapkan olehnya. Dan kelihatannya siasat itu kena. Mr. Bong Joon-Ho menerima kartu yang disodorkan, lalu mengamat-amatinya, "Hmm, jadi kalian ini penyelidik rupanya," kata sutradara tenar itu. "Kalau aku boleh bertanya, apa artinya ketiga tanda tanya ini? Apakah artinya kalian menyangsikan kemampuan kalian sendiri?"

"Bukan begitu, Sir," jawab Doyounh. "Itu tanda pengenal kami, dan merupakan lambang pertanyaan yang perlu dijawab, serta misteri yang harus dipecahkan. Kecuali itu juga untuk menimbulkan keinginan tahu, sehingga orang-orang ingat pada kami."

"Ah, begitu." Mr. Bong Joon-Ho mendehem. "Kalian gemar publisitas."

"Usaha takkan bisa maju, jika tidak dikenal orang," kata Doyoung menerangkan pertimbangannya

"Ucapan yang tidak bisa dibantah," kata Mr. Bong Joon-Ho sependapat. "Tapi bicara tentang usaha, kau belum menyebutkan kalian mau apa kemari."

"Kami ingin mencarikan rumah berhantu bagi Anda, Sir."

"Rumah hantu?" Alis Bong Joon-Ho terangkat ke atas, menunjukkan keheranannya. "Apa yang menyebabkan kau mengira aku mencari rumah hantu?"

"Kalau tidak salah, Anda memerlukan sebuah rumah yang benar-benar ada hantunya, untuk dipakai sebagai lokasi dalam film tegang yang hendak Anda buat, Sir," kata Doyoung. "Dan NCD ingin membantu mencarikannya untuk Anda."

Bong Joon-Ho terkekeh pelan "Saat ini dua orangku sedang mencari-cari tempat yang cocok untuk keperluan itu," katanya kemudian, "Seorang mencari di utara, tepatnya di kota Ansan, provinsi Gionggi, Dan seorang lagi di Anyang. Kedua tempat itu banyak tempat angkernya. Besok kedua orang itu akan pergi Gyonggi. Aku yakin salah seorang dari mereka pasti akan berhasil mencarikan lokasi yang cocok bagiku." (Maaf kalo sapah soalnya tidak tahu kota kota di korea)

"Tapi jika kami bisa menemukan rumah yang cocok di sini, Sir, di Seoul, bagi Anda akan lebih mudah," kata Doyoung.

"Wah, sayang, tapi aku tidak bisa menerima tawaran itu, Nak" kata Mr. Bong Joon-Ho.

"Kami tidak meminta pembayaran untuk itu, Sir," kata Doyoung lagi.

"Tapi detektif-detektif yang kenamaan, semuanya ada orang yang menuliskan kisah pengalaman mereka. Sherlock Holmes, Ellery Queen, Hercule Poirot semuanya. Saya menarik kesimpulan, itulah sebabnya mereka bisa menjadi terkenal. Jadi agar para calon nasabah bisa tahu tentang NCD, semua kasus kami akan dijadikan cerita oleh ayah teman kami yang satu grup di NCT . Jung Jaehyun. Dia bekerja di salah satu surat kabar."

"Lalu?" Bong Joon-Ho melirik arlojinya,

"Begini, Mr. Bong Joon-Ho, menurut saya, jika Anda bersedia menulis kata pengantar untuk kisah kasus kami yang pertama"

"Tidak bisa! Nanti pada saat kalian ke luar, tolong katakan pada Miss Jesica agar datang."

"Baik, Sir." Dengan tampang lesu, Doyoung berpaling lalu menuju ke pintu, diikuti oleh Jisung.

Tapi sebelum sampai di pintu, Bong Joon-Ho memanggil.

"Nanti dulu."

"Ya, Sir?"

Keduanya berpaling, Mr. Bong Joon-Ho menatap keduanya dengan kening berkerut.

"Tiba-tiba aku teringat lagi, kalian belum lengkap menjelaskan keperluan kalian kemari. Apa tepatnya yang kata Miss Jesica tadi pasti perlu kulihat? Sudah jelas bukan kartu nama perusahaan kalian."

"Begini, Sir," kata Doyoung segan-segan, "saya bisa menirukan bermacam-macam orang dan dia berpendapat. Anda tentu ingin melihat saya menirukan. Anda sebagai remaja."

"Menirukan diriku semasa remaja dulu?" Suara sutradara tenar itu memberat. Air mukanya menjadi suram, "Apa tepatnya yang kaumaksudkan?"

"Ini, Sir." Sekali lagi muka Doyoung seakan-akan berubah. Suaranya memberat dan bicaranya berlogat,ia sudah menjelma menjadi orang lain.

"Terpikir olehku," katanya dengan nada suara yang sudah berubah itu,

"pada suatu ketika nanti Anda mungkin memerlukan seseorang yang memainkan diri Anda semasa remaja untuk salah satu film, dan jika begitu."

Kening Mr. Bong Joon-Ho berkerut, Tampangnya masam, "Jeleki Hentikan dengan segera!" tukasnya,

Tampang Doyoung kembali ke aslinya lagi, "Menurut Anda, tidak mirip?"

tanyanya. "Maksud saya, mirip Anda sewaktu remaja dulu?"

"Sudah jelas tidak! Aku dulu remaja biasa yang baik-baik, sama sekali tidak seperti karikatur kasar yang baru saja kautampilkan!"

"Kalau begitu saya harus lebih banyak berlatih lagi," kata Doyoung sambil mengeluh. "Menurut kawan-kawanku di NCT, yang tadi itu bagus sekali."

"Aku tidak mau kau meniru-nirukan diriku!" bentak Bong Joon-Ho. "Aku sama sekali tidak mau kautirukan! Jika kau berjanji takkan pernah melakukannya lagi, aku. hhh, sialan, sialan!.aku akan menuliskan kata pengantar kisah apa pun yang ditulis mengenai kasus kalian!"

"Terima kasih, Mr. Bong Joon-Ho!" kata Doyoung "Jadi Anda mengehendaki kami menyelidiki rumah-rumah hantu untuk Anda?"

"Ya, ya, ya, - carilah, kalau kalian begitu kepingin! Tapi aku tidak berjanji akan memakainya juga apabila kalian nanti berhasil. Sekarang keluar sebelum aku kehilangan kesabaranku. Aku tidak senang melihat remaja seperti dirimu. Kau ini terlalu banyak akal. Anak muda."

Doyoung dan Jisung bergegas ke luar meninggalkan Bong Joon-Ho yang tetap duduk sambil merenung.

TO BE CONTINUED

avataravatar
Next chapter